Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mengapa Mahasiswa Tidak Suka Menulis?

1 Juni 2020   18:02 Diperbarui: 1 Juni 2020   18:14 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah enggak kamu menemukan mata kuliah atau mata pelajaran menulis praktis?

Sepengalamanku selama sekolah hingga tamat kuliah, aku belum pernah menerima pelajaran menulis. Kalau menulis (mengarang)  indah, ya. Tapi bukan pelajaran khusus, melainkan masuk dalam materi pelajaran Bahasa Indonesia.

Padahal, dunia akademis tak bisa dilepaskan dari praktik menulis. Baik itu menulis esai akademik biasa, jurnal ilmiah hingga skripsi atau tesis. Tapi mengapa banyak anak sekolah hingga mahasiswa tidak suka (bahkan sampai taraf benci) menulis?

Ini tak bisa lepas dari sistem pendidikan kita yang masih tradisional dan bersifat skolastik, hanya mengandalkan kemampuan kognitif sederhana di tingkat paling rendah, seperti mengenal, membandingkan, melatih, dan menghapal. 

Untuk unggul dalam disiplin ilmu apa pun (setidaknya di kelas) kita sejak dini dididik bahwa menghafal dan matematika lebih penting daripada menulis prosa yang baik. Kita mendapat nilai dari apa yang kita ketahui, bukan dari seberapa baik kita mengomunikasikannya.

Karena tidak pernah diajarkan (secara intensif) bagaimana cara menulis dengan baik, atau mengomunikasikan ide dan pengetahuan mereka dalam bentuk tulisan, tak perlu heran jika sampai sekarang mahasiswa tidak menyenangi aktivitas tulis menulis. 

Mahasiswa lebih menyukai soal-soal pilihan ganda dan jawaban singkat dari apa yang sudah mereka hafalkan daripada soal-soal yang jawabannya harus berupa uraian interpretasi mereka.

Akibatnya, dunia akademis di mana anak-anak muda sedang belajar untuk menjadi dokter dan pemimpin ilmiah masa depan kita hampir menjadi identik dengan "penulis yang buruk". Walaupun ini sama sekali tidak berlaku bagi semuanya, tapi identifikasi ini dengan cepat menjadi stereotip.

Menulis adalah bagian penting dari keberadaan kita, terutama dalam masyarakat global modern. Kita memang bisa berkomunikasi tatap muka untuk menyampaikan ide-ide atau gagasan yang bisa membawa perubahan. Tetapi, tetapi untuk benar-benar menghasilkan dampak dan pengaruh pada banyak orang sekaligus, kita harus dapat mentransfer ide-ide itu dengan jelas melalui tulisan.

Apa gunanya semua pengetahuan yang kita dapatkan jika kita tidak bisa mengomunikasikannya dengan cara yang akan membuat orang duduk dan memperhatikan?

Banyak peneliti melakukan pekerjaan brilian dan menerbitkan hasil penelitian dan penemuan mereka yang luar biasa secara teratur. Tetapi gaya bahasa yang mereka gunakan untuk membentuk prosa yang bisa menarik perhatian pembaca sangat berbelit-belit dan membingungkan sehingga kejeniusan mereka seperti hilang dalam lautan kata-kata yang terlalu teknis.

Pentingnya keterampilan menulis yang baik seharusnya sudah mulai ditekankan dalam sistem pendidikan kita. Praktik penulisan akademis perlu menjadi prioritas sejak awal agar memungkinkan setiap siswa mendapat kesempatan untuk meningkatkan dan mendapatkan kepercayaan diri dalam kemampuan akademis mereka. Pentingnya menulis yang baik tidak boleh hanya menjadi renungan yang entah kapan bisa mulai diterapkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun