Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Setelah Lebaran, Bisakah Kita Hidup "New Normal"?

25 Mei 2020   23:23 Diperbarui: 26 Mei 2020   17:31 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana salat berjamaah "new normal" di Masjid Mevlana, Berlin (Abdul Hamid Hosbas/Getty Images melalui cnn.com)

Suasana
Suasana "new normal" di kantin karyawan pabrik Lenovo di Wuhan (bloomberg.com/Gilles Sabrie)

''Tempat kerja sebagai lokus interaksi dan berkumpulnya orang merupakan faktor risiko yang perlu diantisipasi penularannya,'' katanya di Jakarta, Sabtu (23/5).

Sekalipun angka kasus positif corona secara kumulatif di Indonesia semakin bertambah, ada beberapa daerah yang sudah mampu mengendalikan risiko penyebaran virusnya. Pemerintah kota Tegal misalnya, per 22 Mei 2020 kemarin sudah menutup pemberlakuan PSSB yang sudah berlangsung sejak 22 April. Sementara di Aceh, kurva kasus positif sudah melandai yang ditandai dengan tiadanya kasus positif baru.

Siapkah Masyarakat Indonesia Menuju "New Normal"?

Apakah dengan begitu masyarakat Indonesia sudah siap menuju era "new normal"?

Kalau melihat syarat yang ditetapkan WHO untuk menuju transisi "new normal", sepertinya kita belum siap. Dari 6 poin syarat, hanya satu syarat saja yang sudah dipenuhi, yakni ketersediaan rumah sakit atau sistem kesehatan yang siap.

Faktor utama mengapa kita belum siap menuju "new normal" berasal dari kesadaran masyarakat Indonesia sendiri yang masih rendah. Jangankan normal baru, sekalipun pemerintah sudah memberlakukan PSBB, masyarakat kita tetap beraktivitas dalam normalitas lama.

Banyak yang menilai tidak efektifnya PSBB tak lepas dari ketidakkonsistenan pemerintah dalam menegakkan aturan yang sudah mereka buat. Ini menyebabkan terjadinya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Jargon-jargon seperti "Bersatu Melawan Corona" hanya ditanggapi sebagai angin lalu karena faktanya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, maupun antar instansi dan lembaga terkait sering tidak sinkron.

Kita semua tentu ingin bisa beraktivitas kembali, sekalipun nanti harus tunduk pada normalitas baru. Tapi, sebelum pemerintah menerapkan aturan "new normal", pemerintah harus bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap setiap kebijakan dan peraturan yang mereka keluarkan. Dalam kehidupan yang serba terbatas saat ini, yang dibutuhkan masyarakat adalah keteladanan, bukan kebijakan berbalut pencitraan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun