Belakangan ini, istilah Herd Immunity semakin sering didengar. Bahkan konsep herd immunity dianggap sebagai jalan terbaik untuk mengakhiri penyebaran penyakit Covid-19. Apa sih herd immunity dan bagaimana konsep ini bisa bekerja memutus penyebaran virus corona?
Mengenal Konsep Herd Immunity
Pada dasarnya herd immunity atau secara harfiah kekebalan kelompok bisa didapatkan jika semakin banyak orang dalam suatu populasi yang kebal terhadap suatu penyakit. Misalnya, dari 1000 penduduk di kota kecil, tidak ada satu pun dari mereka yang kebal penyakit campak. Suatu ketika, seseorang yang sakit campak berkunjung ke kota tersebut. Maka, 900 penduduk kota itu kemungkinan besar akan tertular sakit campak.
Tapi, jika 93-95% penduduk kota itu sudah kebal penyakit campak, baik karena mereka memilikinya sebagai anak-anak atau karena orang dewasanya sudah divaksinasi, kemungkinan besar tidak ada yang tertular penyakit campak. Bahkan seandainya 50-70 orang yang non imun (dari sisa populasi yang imun) melakukan kontak langsung dengan tamu luar yang membawa penyakit campak, kota itu tidak akan mengalami wabah. Proporsi yang tinggi dari penduduk kota yang kebal akan melindungi sebagian besar dari 50-70 orang yang rentan itu.
Jadi, orang yang sudah kebal ini melindungi orang-orang yang tidak kebal dari radar virus yang hendak mencari inang baru. Virus mencari inang untuk menggandakan diri lalu berusaha menemukan inang berikutnya.
Jika yang dijumpai virus ternyata orang-orang yang kebal, maka ia tidak punya tempat untuk menggandakan diri. Selama orang-orang  non imun tersebar acak ke seluruh kota, peluang virus untuk menemukan mereka lebih rendah. Virus tidak dapat menjangkau semua orang jika tidak cukup banyak orang yang terinfeksi untuk terus menyebarkan penyakit ini. Wabah pun akhirnya berhenti dengan sendirinya. Inilah yang dinamakan Herd Immunity.
Lantas, darimana persentase kekebalan itu ditentukan?
Tergantung dari seberapa menular suatu penyakit dan berapa lama orang yang terinfeksi dapat menularkan penyakitnya. Kedua faktor ini menentukan jumlah reproduksi dasar dari suatu penyakit, atau disebut R0 (diucapkan R-nought).
R0 adalah berapa banyak individu yang rentan yang terinfeksi oleh satu orang yang mengidap penyakit menular. Penyakit campak misalnya, dikenal sangat menular dengan R0 dari 12 hingga 18. Karena itu, butuh persentase kekebalan populasi yang tinggi untuk mencegah penularannya.
Sementara hingga saat ini, para ilmuwan belum menemukan R0 dari Covid-19. Tetapi mereka memperkirakan R0 Covid-19 berada di kisaran dua atau tiga. Artinya butuh antara 60 - 80% dari populasi yang harus kebal terhadap Covid-19 untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity.
2 Cara Mencapai Herd Immunity
Konsepnya terlihat sederhana, tapi untuk mencapai kekebalan kelompok terhadap penyakit Covid-19 ini tidak cukup hanya dengan beberapa intervensi yang sudah kita lakukan selama ini, seperti pembatasan sosial, pembatasan fisik, hingga mengisolasi pasien maupun orang yang diduga mengalami gejala. Hanya ada dua cara untuk mencapai herd immunity: dengan vaksinasi atau infeksi.
Vaksinasi adalah cara terbaik untuk mencapai herd immunity. Agar efektif dan penyakit tidak menular kembali, setiap orang harus memiliki tingkat kekebalan yang sama. Artinya, dosis vaksinasi pada setiap orang harus sama.
Masalahnya, kita sudah banyak mendengar bahwa vaksin Covid-19 tidak bisa tersedia dalam waktu dekat. Perkiraan optimis menurut para ahli adalah 12-18 bulan, sejak pertama kali dikembangkan. Itu artinya, kita harus menunggu hingga akhir tahun 2021 untuk bisa mendengar vaksin Covid-19 sukses disuntikkan ke manusia dan tidak membawa efek samping apapun. Perkiraan waktu ini belum menghitung masalah produksi massal dan pendistribusiannya ke milyaran manusia.
Bagaimana jika mencapai herd immunity dengan jalan infeksi?
Bahaya Herd Immunity Melalui Cara Infeksi
Cara ini hanya akan bekerja efektif jika setiap kita mendapatkan infeksi yang benar-benar membuat kita kebal terhadap penyakit, atau kekebalan yang kita miliki dapat bertahan cukup lama. Namun, bukan berarti mencapai kekebalan kelompok lewat jalur infeksi aman-aman saja.
Seperti halnya vaksin Covid-19 yang masih terus diteliti dan tidak tahu kapan bisa disuntikkan secara massal ke seluruh penduduk dunia, para ilmuwan masih belum tahu secara pasti, apa yang mempengaruhi kekebalan seseorang terhadap virus corona. Para peneliti hanya tahu orang membuat antibodi terhadap Covid-19, tapi tidak tahu jenis antibodi apa saja yang terlibat dan berapa lama ketahanan antibodi tersebut.
Lagipula, seseorang mungkin memiliki kekebalan yang cukup untuk mencegah mereka dari sakit dengan gejala. Tetapi kekebalan mereka tidak cukup untuk mencegah infeksi sehingga mereka menularkan penyakit kepada orang lain. Dengan kata lain, orang yang kebal masih bisa menjadi carrier bagi orang lain.
Inilah bahaya dari orang yang asimptomatik, atau Orang Tanpa Gejala. Mereka boleh kebal dari gejala penyakit Covid-19, tapi masih bisa menularkan virusnya pada orang lain yang tidak memiliki kekebalan tubuh yang sama.
Herd immunity melalui jalur infeksi ini mungkin bisa menjadi cara tercepat untuk mengakhiri pandemi, tapi cara ini justru bisa menyebabkan banyak korban jiwa. Pertimbangkan persentase kekebalan kelompok dalam populasi yang harus dicapai, sekitar 60-80%.
Hitung-hitungannya, Indonesia bisa mencapai ambang batas herd immunity jika minimal 150 juta warga terinfeksi virus corona. Dengan menggunakan perkiraan terendah angka kematian 0,5%, sekitar 750 ribu penduduk Indonesia akan meninggal dunia. Jika tingkat kematian mendekati 3%, maka Indonesia harus bersiap kehilangan 4,5 juta penduduknya!
Ini masih skala minimum, jika semua usaha pencegahan sudah dilakukan, transmisi penyebaran virus dihentikan. Bayangkan seandainya kurva kasusnya mendekati puncak, atau 80% penduduk harus terinfeksi agar dapat mencapai herd immunity. Sekitar 1 juta hingga 6 juta jiwa penduduk Indonesia akan meninggal dunia.
Faktanya, satu-satunya penyakit yang pernah diatasi dengan mencapai kekebalan kelompok adalah pandemi flu 1918, yang menewaskan sekitar 50 juta orang di seluruh dunia.
Itu sebabnya, para ahli mengatakan konsep herd immunity ini sebagai "overshoot", menembak secara berlebihan. Seperti yang dijelaskan profesor biologi Universitas Washington Carl Bergstrom, PhD, di Twitter,
"Anda mencapai herd immunity bukan ketika pandemi hampir berakhir, tetapi lebih tepatnya pada puncak pandemi," jelasnya.
Mencapai herd immunity melalui vaksinasi adalah satu-satunya cara untuk menghindari semakin banyaknya korban akibat virus corona baru ini dan, itu adalah tujuan jangka panjang. Karena itu, sembari menunggu dengan sabar vaksin Covid-19 diujicobakan hingga benar-benar aman dan efektif membunuh virusnya, kita tetap harus berusaha meratakan kurva penularannya.
Kita perlu terus meratakan kurva untuk mencegah rumah sakit kewalahan. Kita perlu terus meratakan kurva untuk memberi waktu yang cukup bagi dokter dan peneliti untuk belajar cukup tentang penyakit ini dan kemungkinan perawatan yang dapat mengurangi jumlah kematian.
Ini satu-satunya cara yang bisa kita harapkan. Karena usaha mencapai herd immunity melalui jalur infeksi harus mengorbankan sekian juta orang. Itu sama artinya kita tidak melakukan apa-apa. Tak perlu meneliti, tak perlu susah payah mencari vaksinnya. Toh, pada akhirnya ketika ambang batas herd immunity itu tercapai, kita menjadi kebal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H