Apa hubungannya Buddha dengan Islam?
Terlepas dari pokok keimanan dan kepercayaan masing-masing pengikutnya, ada satu hubungan yang antara sosok Sidharta Gautama atau Sang Buddha dengan agama Islam.
Hubungan ini tersambung melalui buah ara, atau juga dikenal dengan nama buah Tin.
Perhatikan firman Allah dalam surah At Tin:
"Demi buah Tin, dan demi buah Zaitun. Dan demi bukit Sinai. Dan demi kota (Mekkah) ini yang aman" (QS: 95:1-3).
Beberapa ahli tafsir mengatakan buah Tin yang dimaksud dalam ayat ini adalah tempat tinggal Nabi Nuh, negeri Damaskus yang banyak ditumbuhi pohon Tin.Â
Sementara beberapa ahli tafsir lain seperti Jamaludin al Qasimy dalam tafsirnya mengatakan yang dimaksud 'Tin' adalah pohon ara/pohon Tin tempat Sang Buddha bertapa dan menerima "pencerahan" (Quraish Shihab, 1994).
Menurut sejarah, pada usia 35 tahun pangeran Siddartha Gautama di suatu malam duduk di pohon ara raksasa. Siddartha menghabiskan malam itu dalam refleksi panjang dan ketika fajar menyingsing, dia yakin dirinya telah menemukan pemecahan masalah kehidupan dan bahwa dia kini menjadi seorang Buddha, seseorang yang "tercerahkan".
Peristiwa itulah yang sekarang setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Waisak, hari suci bagi umat Buddha di seluruh dunia. Selain peristiwa "turunnya wahyu" bagi Sang Buddha, Hari Waisak juga dirayakan untuk memperingati kelahiran dan wafatnya Sang Buddha.
Tahun ini, umat Buddha memperingati Hari Waisak dalam suasana prihatin akibat pandemi Covid-19. Seperti halnya umat Islam yang tengah menjalankan ibadah puasa Ramadan di tengah pandemi, umat Kristen yang baru merayakan Paskah dan umat Hindu yang merayakan Nyepi dalam kabut kecemasan merebaknya wabah Covid-19.Â