Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mas Nadiem, Rumah Kami Belum Siap Jadi Taman Kanak-kanak

2 Mei 2020   21:38 Diperbarui: 3 Mei 2020   05:32 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembelajaran online menghancurkan interaksi sosial yang dibutuhkan anak-anak TK (gambar ilustrasi diambil dari sabalukisan.blogspot.com)

"Bagaimana dengan siswa TK?" tanya tetanggaku yang menjadi guru Sekolah Taman Kanak-kanak di dekat rumahku.

Saat itu dia mampir ke rumah menitipkan tugas untuk keponakanku yang sekolah di sana. Setelah basa-basi sejenak, aku bertanya bagaimana rencana pengurus Taman Kanak-kanak menyikapi kebijakan belajar dari rumah dan memberitahu tentang skenario dari Kemdikbud/

"Ya mau bagaimana lagi pak. Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kasihan anak-anak TK. Mereka tak bisa mendapatkan pendidikan yang layak seusia mereka kalau terus belajar dari rumah."

Balada Guru TK di Tengah Pandemi Corona

Sejak pemerintah meniadakan kegiatan belajar mengajar di sekolah dan menggantinya dengan metode belajar dari rumah (BDR), tak ada keceriaan di halaman Taman Kanak-kanak yang menyatu dengan Taman Pendidikan Al Quran di dekat rumahku. 

Tak ada lagi acara baris berbaris, senam bersama, bernyanyi bersama sementara para orangtua menunggu sambil bergosip ria.

Meski begitu, para guru TK tak tinggal diam. Seperti yang diceritakan tetanggaku dan juga adikku yang jadi guru TK, lewat grup WhatsApp para guru memberitahu tugas-tugas yang harus dikerjakan anak-anak selama belajar dari rumah. Seminggu sekali, tugas yang sudah dikerjakan dikumpulkan di sekolah.

Kadang-kadang, para guru memberi tugas keterampilan seperti menggambar atau mewarnai di buku tugas yang sudah disediakan. Orangtua bisa mengambil di sekolah, namun seringkali para guru yang mengantar sendiri ke rumah mereka.

Seperti itulah pengorbanan guru TK. Mereka seolah tak bisa melepas tanggung jawab pendidikan usia dini yang sudah dibebankan di pundak mereka. Mereka sadar, pendidikan Taman Kanak-kanak tak bisa begitu saja diajarkan secara online, sebagaimana kelas pendidikan yang lebih tinggi.

Maka, sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan belajar dari rumah, kebingungan para guru TK melebihi kebingungan orangtua. Lebih dari sekadar memikirkan upah mengajar yang harus terhenti, mereka memikirkan nasib pendidikan anak-anak TK yang seolah luput dari perhatian pemerintah.

Taman Kanak-kanak Bukan Tempat Penitipan Anak

Banyak yang percaya (termasuk orangtua anak-anak itu sendiri) bahwa taman kanak-kanak tidak sepenting pendidikan kelas dasar atau menengah. Anak-anak TK tak perlu mengerjakan tugas matematika. 

Mereka tak perlu menulis esai, mempelajari bahasa asing, keterampilan elektronik atau tata boga. Dan yang lebih jauh lagi, anak-anak TK tak perlu ujian nasional.

Toh anak-anak TK di sekolahnya hanya bermain-main. Bernyanyi, belajar berbaris, dan kadang seminggu sekali mempelajari ritual agama seperti wudhu atau sholat. Taman Kanak-kanak seolah tak lebih dari tempat penitipan anak.

Ini pemikiran yang salah besar. Justru di Taman Kanak-kanak itulah anak-anak belajar dasar-dasar pendidikan yang akan menentukan masa depan mereka.

Taman kanak-kanak adalah tempat anak-anak belajar cara memegang pensil dengan benar. Di sekolah mereka belajar cara mengikat sepatu dan mengenali huruf-huruf alfabet.

Di Taman Kanak-kanak mereka belajar mengenali angka, belajar menambah dan mengurangkan secara sederhana, hingga cara memotong pada garis putus-putus atau membentuk pola. Mereka belajar cara berbagi, menyelesaikan pertengkaran dengan teman, dan memecahkan masalah.

Pembelajaran online menghancurkan interaksi sosial yang dibutuhkan anak-anak TK (gambar ilustrasi diambil dari sabalukisan.blogspot.com)
Pembelajaran online menghancurkan interaksi sosial yang dibutuhkan anak-anak TK (gambar ilustrasi diambil dari sabalukisan.blogspot.com)

Pembelajaran Anak Usia Dini Tak Bisa Dilakukan Secara Online

Semua ini sama pentingnya dengan tugas-tugas matematika atau menulis puisi hingga belajar membuat hipotesis untuk eksperimen sains. Dan pembelajaran itu tidak bisa didapatkan dengan hanya belajar dari rumah secara online.

Pandemi Covid-19 mengajarkan pada kita untuk mulai beradaptasi dengan model dan sistem pembelajaran jarak jauh. Namun, hal ini tidak bisa diberlakukan secara mutlak pada Taman Kanak-kanak.

Pembelajaran online menghancurkan interaksi sosial yang dibutuhkan anak-anak di usia ini. Karantina telah membatasi anak-anak kecil dengan memisahkan mereka dari teman-teman mereka dan kemampuan untuk belajar melalui permainan.

Saat Taman Kanak-kanak ditutup, mereka tak bisa lagi belajar bagaimana mendengarkan satu sama lain, bagaimana menyuarakan ide, dan mendapatkan kepercayaan diri. 

Mereka tak bisa lagi belajar bagaimana berbagi, membantu, mengikuti rutinitas, dan menggunakan kreativitas mereka untuk memperbaiki lingkungan kelas mereka.

Sejenak kita bayangkan, setelah kita kembali ke sekolah, apakah anak-anak dapat saling berbagi lagi? Apakah mereka dapat menyelesaikan masalah dalam suasana persahabatan? Akankah mereka memiliki kepercayaan diri untuk menyuarakan ide-ide mereka di depan teman-teman mereka?

Taman Kanak-kanak Sama Pentingnya dengan Pendidikan Kelas Lainnya

Memperingati Hari Pendidikan Nasional di tengah pandemi, hendaknya hal ini bisa menjadi refleksi bagi kita semua, bahwa pendidikan Taman Kanak-kanak juga sama pentingnya dengan pendidikan dasar, menengah maupun perguruan tinggi. 

Pendidikan Anak Usia Dini adalah pondasi dari pendidikan karakter di usia yang lebih tinggi.

Ki Hajar Dewantara menasihatkan pada kita, bahwa "Jadikan setiap rumah sebagai Sekolah, Jadikan setiap orang sebagai Guru."

Namun, saat ini kita tidak bisa menjadikan rumah kita sebagai Taman Kanak-kanak. Kita tidak bisa menjadikan setiap orang sebagai Guru yang baik bagi anak-anak TK.

Mengajar anak TK tidak semudah yang dibayangkan orangtuanya. Mengajari anak-anak usia dini tidak semudah yang bisa disampaikan para motivator dan influencer parenting. Mendidik anak usia dini berbeda dengan memberi pelajaran anak-anak sekolah dasar dan menengah.

Tak cukup hanya dengan membiarkan anak-anak menonton televisi, sementara orangtua kebingungan setengah mati perkara bagaimana memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

Mas Nadiem dan para pemangku kebijakan pendidikan di Indonesia, hendaknya kalian tidak pilih kasih. Jangan biarkan pendidikan Taman Kanak-kanak luruh diterjang pandemi. Jangan biarkan anak-anak yang masih bersih, hanya dituntun lewat acara televisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun