Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semangat Laksamana Malahayati, Semangat Kita Menghadapi Pandemi

22 April 2020   09:12 Diperbarui: 22 April 2020   09:14 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari balik dinding benteng Lam Kuta, Kreung Raya, perempuan itu dengan rasa marah yang bergejolak menatap tajam ke laut lepas di Selat Malaka. Di kejauhan sana, terlihat jelas dua kapal besar berbendera Belanda menghadapkan ujung kapalnya ke pelabuhan Aceh, seakan bersiap untuk menyerang.

Kemudian perempuan itu mengangkat tangannya sembari berseru lantang. Dengan nada yang tegas dan dilapisi keyakinan dan semangat membara, ia memerintah anak buahnya untuk menyiapkan kapal perang. Diiringi ratusan anak buahnya, perempuan yang menduduki pucuk pimpinan tertinggi angkatan laut kerajaan dengan pangkat laksamana ini menaiki kapalnya.

Sauh diangkat, layar dikembangkan. Gemuruh air laut seolah menjadi musik penyemangat puluhan kapal besar berisi ribuan tentara wanita dari pasukan Inong Balee -- pasukan janda pemberani. Laksamana Malahayati, perempuan perkasa pemimpin pasukan Inong Balee itu berada di kapal terdepan.

Keperkasaan Malahayati Menewaskan Cornelis de Houtman

Sebelum pertempuran di Selat Malaka itu, tepatnya 21 Juni 1599, Kerajaan Aceh mendapat kunjungan dua kapal Belanda yang bernama "Deleeuw" dan "Deleeuwin" yang dikapteni oleh Frederick de Houtman dan Cornelis de Houtman. Maksud kedatangan mereka sebenarnya cukup bermanfaat yaitu untuk membuat perjanjian dagang sekaligus meminjamkan dua kapal mereka.

Semula, hubungan para pendatang dari Belanda itu dengan rakyat dan Kesultanan Aceh Darussalam terjalin baik-baik saja. Sampai kemudian, akibat tingkah orang-orang Belanda serta provokasi dari seorang Portugis yang dipercaya oleh Sultan Alauddin, mulai muncul benih-benih pertikaian.

Puncaknya, de Houtman bersaudara dianggap menghina Sultan Alaudin. Laksamana Malahayati, yang saat itu juga menjabat sebagai Komandan Istana Darud Dunia--Kepala Pengawal sekaligus Panglima Protokol Istana -- diperintah Sultan Alaudin untuk menangkap de Houtman bersaudara, hidup atau mati.

Maka, pada 11 September 1599, Malahayati memimpin armada kapal perangnya. Setelah bermanuver menghindari tembakan meriam kapal Deleeuw dan Deleeuwin, kapal yang ditumpangi Laksamana Malahayati berhasil mencapai kapal Deleeuwin yang dikomandani Cornelis de Houtman.

Saling serang terjadi diantara anak buah kapal dan pasukan Inong Balee. Hingga Laksamana Malahayati berhadapan dengan Cornelis de Houtman sendiri.

Dengan menggenggam erat sepucuk rencong di tangannya, Malahayati meladeni pertarungan satu lawan satu melawan si kapten Belanda yang bersenjatakan pedang. Pada satu kesempatan di tengah pertarungan, Malahayati berhasil menikam Cornelis hingga tewas.

Semangat awak kapal Deleeuwin langsung rontok saat mengetahui kapten mereka tewas di tangan wanita. Sementara di kapal Deleeuw, Frederick de Houtman berhasil ditangkap. Peristiwa heroik ini dikisahkan kembali oleh Marie van C. Zeggelen (1935) dalam buku berjudul Oude Glorie.

Reputasi Laksamana Malahayati Terdengar di Seantero Dunia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun