Dengan materi pelatihan yang bisa didapatkan masyarakat secara gratis di berbagai media sosial, pelatihan online untuk pemegang kartu prakerja seharusnya digratiskan juga. Sementara anggaran pelatihan sebesar Rp. 1 juta/orang bisa digabungkan jadi satu dengan insentif bulanan yang rencananya akan diberikan selama 3 bulan. Pemerintah juga bisa mengalokasikan anggaran pelatihan itu untuk memperbanyak jumlah penerima kartu prakerja.
Jadi, bukan Belva yang harus mundur. Melainkan program kartu prakerja yang harus dievaluasi dan ditinjau ulang mekanisme pelaksanaannya.
Mekanisme kartu prakerja saat ini memunculkan persepsi negatif dari publik bahwa pemerintah terkesan memaksakan konten pelatihan dari mitra aplikasi. Sementara yang dibutuhkan masyarakat terdampak pandemi corona adalah bantuan langsung untuk keberlangsungan hidup mereka, bukan sekedar pelatihan yang bahkan pemerintah sendiri tidak menjamin lapangan pekerjaannya.
Di luar itu, pemerintah juga tidak punya standar tetap, siapa saja yang berhak mendapatkan kartu prakerja. Pemerintah hanya memilih secara acak, bukan didasarkan pada prioritas masyarakat yang membutuhkan.
Padahal, alih-alih memilih secara acak, pemerintah meminta pertimbangan berdasarkan data demografi masyarakat dari Badan Pusat Statistik. Dengan begitu, penerima manfaat kartu prakerja bisa tepat sasaran dan lebih merata.
Seandainya Belva tidak mundur, dia masih bisa memberi saran pada presiden Jokowi untuk menunda pelaksanaan program kartu prakerja. Atau setidaknya untuk memperbaiki dan menambah materi pelatihan yang dibutuhkan calon penerima kartu prakerja.Â
Sebagai salah generasi milenial yang sukses mendirikan startup sekelas Ruang Guru, kontribusi Belva masih dibutuhkan pemerintah, terutama gagasan-gagasan inovatif, kreatif sekaligus memberikan ruang belajar bagi anak-anak muda terkait tata kelola pemerintahan sebagaimana yang dikatakan Pramono Anung.
Bagaimanapun juga, publik harus menghargai dan mengapresiasi sikap ksatria Belva yang memilih mundur sebagai stafsus milenial presiden Jokowi. Langkah bijak Belva ini juga patut ditiru pejabat publik lain yang memiliki potensi konflik kepentingan.
Salah satunya yang sedang disorot masyarakat adalah Andi Taufan Garuda Putra, stafsus milenial presiden Jokowi yang tersandung kasus surat dukungan untuk perusahaannya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H