Apa pula maksudnya ini?
Usut punya usut, akhirnya saya menemukan jawabannya di halaman FAQ. Setiap Gelombang pelatihan mempunyai kuota untuk area dan periode tertentu. Jika gelombang pelatihan yang dipilih kuotanya sudah habis, otomatis calon penerima kartu prakerja tidak dapat bergabung.
Mereka dapat mengikuti seleksi lagi pada periode gelombang berikutnya. Tidak perlu memasukkan semua data lagi untuk pendaftaran ulang, tapi tetap harus ikut tes motivasi dan kemampuan dasar.
Aku pun memberitahukan hasil pendaftaran tersebut pada Udin. Kukatakan padanya bahwa gelombang pelatihan sudah habis kuotanya, jadi harus menunggu dibukanya gelombang berikutnya.
"Kok ribet amat ya Mas. Sebenarnya pemerintah itu niat bantu rakyatnya gak sih? Mau daftar kartu prakerja kok sulitnya setengah mati. Harus ikut tes, udah lulus gak dapat gelombang pelatihan," kata Udin kesal.
"Gak tau ya Din. Mungkin saja pemerintah benar-benar ingin menyeleksi siapa yang paling berhak mendapat kartu prakerja. Jadi biar tepat sasaran gitu lho.
"Lha saya apa bukan sasaran yang tepat? Saya kan juga ikut terdampak corona Mas. Lebih parah dibanding mereka-mereka yang masih punya penghasilan walau tidak sebanyak biasanya. Masih syukur mereka punya pegangan uang. Saya sudah seminggu ini gak ada kerjaan," kata Udin melampiaskan kekesalannya.
Aku terdiam sejenak, tidak menanggapi perkataan Udin. Takut nanti salah persepsi.
Kalau dipikir, ungkapan kekesalan Udin ada benarnya. Pemerintah niat membantu rakyatnya atau tidak? Kalau niat membantu, mengapa proses pendaftaran kartu prakerja harus berliku-liku?
Bayangkan, pendaftar kartu prakerja harus punya akses internet yang stabil. Bagaimana dengan mereka yang berada di kota-kota kecil yang infrastuktur digitalnya belum memadai?