Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kenali Posisi Kita Saat Pandemi agar Cerdas Berperilaku dan Ikut Menjaga SSK

16 April 2020   07:42 Diperbarui: 16 April 2020   07:51 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bank Indonesia mengeluarkan berbagai bauran kebijakan dalam mitigasi dampak Pandemi Covid-19 (sumber: facebook.com/BankIndonesiaOfficial)

Tidak semua orang dapat bersikap tenang dalam menghadapi bencana dan situasi yang penuh ketidakpastian. Di saat dunia dilanda pandemi Covid-19, respon setiap orang berbeda-beda dalam menyikapi bencana itu sendiri maupun setiap kebijakan yang diambil pemerintah.

Ada yang merasa bosan karena harus selalu di rumah saja. Ada yang merasa cemas karena pekerjaan dan penghasilannya terdampak pandemi corona. Banyak juga yang merasa panik dan selalu khawatir tentang kesehatan maupun keselamatan dirinya. Namun, tak sedikit pula yang tetap optimis dan mampu beradaptasi dengan kondisi dunia saat ini.

3 Zona Kepribadian Saat Pandemi Covid-19

Psikolog dari Universitas Diponegoro, Annastasia Ediati mengunggah terjemahan infografis psikologi tentang zona manusia saat pandemi Covid-19. Dalam infografis yang viral di media sosial ini, ada 3 zona yang menggambarkan kondisi emosi kita saat pandemi Covid-19 atau situasi ketidakpastian lainnya.

zona kepribadian saat Pandemi Covid-19 (sumber: twitter/@kbridenhaag)
zona kepribadian saat Pandemi Covid-19 (sumber: twitter/@kbridenhaag)

1. Zona Ketakutan

Zona pertama adalah zona ketakutan. Orang yang berada di zona ketakutan saat terjadi pandemi memiliki rasa khawatir dan ketakutan yang berlebihan. Merekan gampang membagikan berita atau informasi yang belum jelas kebenarannya.

Karena takut dan khawatir yang berlebihan, orang yang berada di zona ketakutan cenderung bertindak yang berlebihan pula, malah sering tidak rasional. Beli masker dan obat-obatan secara berlebihan, menimbun bahan pangan, dan sering mengeluh serta marah akibat ketidaknyamanan yang mereka alami selama pandemi.

2. Zona Belajar

Zona kedua adalah zona belajar. Pada zona yang berada di tengah ini, orang-orang yang awalnya berada di zona ketakutan mulai belajar.

Mereka belajar mengatasi rasa takut dan khawatir yang berlebihan dengan mulai berhenti membaca berita-berita yang mencemaskan. Mereka juga mulai menyaring berita dan informasi seputar pandemi dan lebih berhati-hati dalam membagikan berita apapun.

Orang yang berada di zona belajar juga mulai bisa mengendalikan emosi berlebihan mereka, dan menyadari bahwa pandemi Covid-19 adalah kenyataan yang harus dihadapi bersama. Dengan belajar mengendalikan emosi, pada akhirnya orang yang berada di zona belajar akan mulai mengurangi tindakan-tindakan panik yang sebelumnya mereka lakukan, seperti berbelanja secara berlebihan.

3. Zona Tumbuh

Zona ketiga, yang berada di area paling luar adalah zona bertumbuh. Menurut infografis tersebut, orang yang berada di zona bertumbuh lebih dewasa dalam menyikapi pandemi Covid-19. Mereka tidak hanya mampu menjaga emosi tetap stabil dan bahagia, namun juga mampu menyebarkan pesan-pesan positif di lingkungan sekitarnya.

Selain itu, orang yang berada di zona bertumbuh juga mulai memikirkan orang lain yang terkena dampak pandemi dan bagaimana membantunya. Mereka juga  dapat mempraktekkan keheningan selama karantina, kesabaran, menjalin relasi, dan kreativitas dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Kenali Posisi Kita Agar Cerdas Berperilaku dan Ikut Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan

Zonasi kepribadian yang diterjemahkan oleh Annastasia Ediati ini bisa membantu kita mengenali diri sendiri, untuk kemudian berperilaku cerdas dalam menyikapi pandemi Covid-19. Di tengah situasi yang penuh ketidakpastian ini, setiap lapisan masyarakat dituntut untuk cerdas berperilaku agar dapat berperan serta menjaga kestabilan negara, baik dari sisi politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanannya.

Seperti yang kita rasakan dan ketahui bersama, tak ada negara di dunia ini yang tidak terpengaruh oleh dampak pandemi Covid-19. Seandainya negara tersebut nihil kasus positif corona, sektor perekonomian mereka pasti terkena dampaknya.

Bagaimanapun juga, di tengah kesibukan pemerintah dan masyarakat bersatu padu mencegah penyebaran virus corona, stabilitas kehidupan di negara kita harus terjaga. Roda perekonomian kita harus tetap berjalan. Sistem keuangan kita harus tetap stabil.

Ketidaksiapan, ketidakefisienan dan terlebih lagi ketidakstabilan sistem keuangan membuat kondisi perekonomian negara menjadi sangat rentan terhadap berbagai gejolak sehingga dapat menganggu perputaran roda perekonomian nasional, sebagaimana yang pernah kita alami pada 1998 dan 2008.

Oleh sebab itu, stabilitas sistem keuangan (SSK) perlu terus ditingkatkan dan dipertahankan karena merupakan aspek yang sangat penting dalam membentuk dan menjaga perekonomian yang berkelanjutan. Masyarakat pun harus mengetahui bagaimana sistem keuangan negara kita dan bagaimana mereka bisa berperan serta untuk menjaga stabilitasnya.

Kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam Mitigasi Dampak Pandemi Covid-19

Pemerintah sendiri sudah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengantisipasi dampak pandemi Covid-19, terutama di sektor perekonomian. Sebagai payung hukumnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Bank Indonesia mengeluarkan berbagai bauran kebijakan dalam mitigasi dampak Pandemi Covid-19 (sumber: facebook.com/BankIndonesiaOfficial)
Bank Indonesia mengeluarkan berbagai bauran kebijakan dalam mitigasi dampak Pandemi Covid-19 (sumber: facebook.com/BankIndonesiaOfficial)
Bank Indonesia (BI), sebagai otoritas moneter mengejawantahkan Perpu tersebut melalui berbagai bauran kebijakan dalam mitigasi dampak pandemi Covid-19. Di area Stabilitas Moneter dan Stabilitas Sistem Keuangan misalnya, BI menurunkan suku bunga kebijakan pada Februari dan Maret sebesar 25 bps. BI juga menurunkan Giro Wajib Minimum bank konvensional, dari semula 8% menjadi 4%.

Sementara di area Sistem Pembayaran yang langsung menyentuh masyarakat luas, BI mendukung akselerasi penyaluran dana non tunai program-program pemerintah seperti Bantuan Pangan Non Tunai hingga Program Kartu Prakerja. BI juga memastikan higienitas dan ketersediaan uang Rupiah yang beredar di masyarakat.

Bauran kebijakan sistem pembayaran Bank Indonesia (sumber: facebook.com/BankIndonesiaOfficial)
Bauran kebijakan sistem pembayaran Bank Indonesia (sumber: facebook.com/BankIndonesiaOfficial)
Di tengah krisis kesehatan yang penuh ketidakpastian seperti sekarang, berbagai kebijakan yang sudah dilakukan pemerintah, baik di bidang kesehatan dalam rangka pencegahan penyebaran virus corona maupun mitigasi dampak ekonominya, harus kita dukung sepenuhnya. Penting bagi kita semua untuk bisa berkontribusi mencegah penyebaran virus sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan (SSK) agar makroprudensial aman terjaga. Baik itu pelaku usaha maupun masyarakat umum sebagai konsumennya.

Bagaimana caranya agar kita dapat berkontribusi menjaga stabilitas sistem keuangan negara kita dalam kondisi pandemi seperti sekarang?

Kembali pada zonasi kepribadian di atas, sikap dan emosi kita mencerminkan perilaku kita sendiri. Misalnya, jika saat ini kita berada di zona ketakutan, kita cenderung bersikap panik dan bertindak irasional.

Kepanikan dan rasa takut ini akhirnya mendorong kita untuk membeli barang-barang kebutuhan pokok maupun bahan kesehatan secara berlebihan. Seandainya ada banyak orang berada di zona ketakutan, bisa kita bayangkan sendiri rasa takut dan khawatir itu dapat menyebabkan panic buying, kelangkaan bahan pokok dan alat kesehatan yang saat ini sangat dibutuhkan masyarakat. Pada akhirnya, perekonomian negara kita terguncang

Rasa panik dan khawatir juga menyebabkan kita mudah membagikan berita dan informasi yang tidak jelas kebenarannya alias hoaks. Semakin banyak hoaks yang beredar, hal ini akan menimbulkan gejolak keamanan. Ujung-ujungnya, perputaran roda perekonomian negara kita terganggu.

Keluar dari Zona Ketakutan untuk Mulai Belajar dan Tumbuh

Setelah kita tahu posisi kita ada di mana dalam zona kepribadian pandemi ini, berikutnya adalah bertanya pada diri sendiri lalu menentukan sikap, maukah kita belajar dan bertumbuh?

Jika kita tidak mau belajar untuk menerima kenyataan terhadap kondisi yang harus kita hadapi selama pandemi, dan memilih untuk tetap memelihara kecemasan terhadap ketidakpastian, hal ini justru akan merusak diri kita sendiri.

Menurut psikolog Sandi Kartasasmita M.Psi, orang yang tidak mau keluar dari zona ketakutan selama pandemi berpotensi merusak dirinya sendiri.

"Karena takut, kita jadi beli stok masker berlebihan. Di zona ini energinya takut, selalu khawatir. Padahal, energi itu bisa merusak tubuh sendiri, memakan sistem imun kita," papar Sandi dikutip dari Kompas.com.

Memang, tidak mudah bagi orang yang sudah terlanjur panik dan cemas untuk bisa keluar dari zona ketakutannya. Butuh waktu untuk beradaptasi dan belajar menerima kenyataan yang ada.

Memanfaatkan Waktu untuk Belajar dan Berkreativitas

Agar kita bisa keluar dari zona ketakutan dan masuk ke zona belajar, yang perlu kita lakukan pertama kali adalah mulai mengurangi membaca berita-berita yang mencemaskan. Karena berita dan informasi semacam ini sering dengan mudahnya memicu rasa cemas dan khawatir yang berlebihan.

Mulailah mengurangi aktivitas di media sosial. Kita bisa menggunakan waktu saat di rumah dengan melakukan berbagai aktivitas dan hobi yang kita sukai yang mungkin di waktu normal belum sempat kita tekuni.

Sebuah studi menunjukkan bahwa memiliki beberapa hobi sangat bermanfaat bagi kesehatan mental kita. Jadi, jika kita ingin memanfaatkan waktu secara terpisah, melakukan sesuatu yang kita sukai tidak diragukan lagi adalah cara yang bagus untuk mulai meninggalkan zona ketakutan. Belajar memasak, membaca novel, atau melakukan hal lain yang memungkinkan kita menghabiskan waktu dengan cukup cepat. 

Karena ketika kita dapat fokus pada semua yang dapat kita lakukan, kita akan menghabiskan lebih sedikit waktu untuk mengkhawatirkan apa yang tidak dapat kita lakukan.

Setelah masuk ke zona belajar, barulah kita bisa tumbuh dan lebih cerdas berperilaku menyikapi setiap bencana, termasuk pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini.

Temukan Makna Kehidupan di Tengah Bencana dengan Cerdas Berperilaku Menyikapinya

Perbedaan besar antara mereka yang mampu bangkit kembali atau bahkan tumbuh melalui bencana adalah kemampuan untuk menemukan makna dalam pengalaman positif dan negatif kehidupan. Untuk belajar dari apa pun yang terjadi dan menggunakannya sebagai bahan bakar untuk melanjutkan kehidupan, alih-alih berkubang dalam mengasihani diri sendiri dan menyalahkan keadaan.

Kita adalah makhluk sosial dan hubungan sosial antar sesama adalah bagian dari sumber daya yang kita gunakan untuk menjadi pribadi yang tangguh. Mulailah keluar dari zona ketakutan lalu belajar dan tumbuh berkembang menjadi pribadi yang lebih dewasa dalam menyikapi pandemi Covid-19. Sebarkan kebaikan, kasih sayang dan energi positif di komunitas kita, dan temukan makna menjadi suar di lautan kekhawatiran dan ketakutan.

"Rahasia perubahan adalah memusatkan seluruh energi kita bukan pada memerangi yang lama, tetapi pada membangun yang baru".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun