Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pak Jokowi, Iuran BPJS Kesehatan Kok Masih Tetap Naik?

8 April 2020   22:17 Diperbarui: 8 April 2020   22:15 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah satu bulan sejak Mahkamah Agung membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, belum ada tanda-tanda pemerintah mengembalikan kelebihan iurannya kepada masyarakat. Jangankan kelebihan iuran, sampai sekarang iuran BPJS Kesehatan tetap naik sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang berlaku sejak 1 Januari 2020.

Padahal, per tanggal 27 Februari 2020, Mahkamah Agung (MA) sudah mengabulkan gugatan judicial review yang diajukan Tony Richard, Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI). Dalam putusannya, MA "Menyatakan pasal 34 ayat 1 dan 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 75 tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan Presiden no 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat."

Masih naiknya iuran BPJS Kesehatan bisa dilihat melalui tagihan pengguna. Sampai sekarang, iuran untuk kelas 3 masih Rp. 42 ribu, kelas 2 Rp. 110 ribu dan kelas 1 Rp. 160 ribu. Nilai iuran ini sesuai dengan pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres nomor 75 tahun 2019 yang sudah dibatalkan MA.

Saat putusan MA turun, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nuhara mengatakan masih mendalami keputusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Pemerintah terutama masih memikirkan implikasi dari batalnya kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut, salah satunya adalah restitusi atau pengembalian kelebihan iuran.

BPJS Kesehatan Menunggu Peraturan Presiden yang Baru

BPJS Kesehatan sendiri mengakui iuran BPJS Kesehatan masih tetap naik. Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf menyatakan mereka belum menyesuaikan tarif karena belum terbitnya perpres baru untuk menggantikan Perpres nomor 75/2019.

"BPJS Kesehatan menunggu terbitnya perpres pengganti. Saat ini sedang berproses," ucap Iqbal dikutip dari Tirto, Jumat (3/4/2020) lalu.

Lambatnya respon pemerintah terhadap putusan MA ini masih bisa dimaklumi mengingat saat ini segenap elemen bangsa tengah bersatu melawan pandemi Covid-19. Namun, bukan berarti pemerintah dalam hal ini presiden mengabaikan begitu saja putusan MA tersebut.

Dalam menjalankan putusan MA, pemerintah diberi tenggat waktu 90 hari, terhitung usai salinan keputusan resmi diumumkan. Artinya, pemerintah hanya punya waktu hingga bulan Juni mendatang.

Dengan segala kesibukan pemerintah menangani pandemi Covid-19, bukan berarti pemerintah abai terhadap putusan MA ini. Jangan sampai pemerintah melanggar asas kepatuhan hukum dengan tidak menerbitkan Perpres baru yang menggantikan Perpres nomor 75 tahun 2019.

BPJS Kesehatan sendiri menjamin kelebihan iuran masyarakat akan dikembalikan. Menurut Iqbal, BPJS Kesehatan telah menghitung selisih kelebihan pembayaran iuran dan "akan dikembalikan segera setelah ada aturan baru atau disesuaikan dengan arahan dari pemerintah."

Darimana Pemerintah Punya Dana untuk Restitusi Iuran BPJS Kesehatan?

Pertanyaannya, apakah pemerintah masih memiliki dana untuk mengembalikan kelebihan iuran pengguna BPJS Kesehatan?

Sementara kita tahu, pemerintah sudah berdarah-darah dalam menangani pandemi Covid-19. Selain me-realokasi anggaran dan membuka donasi, pemerintah sampai harus menerbitkan surat hutang terbesar dengan tempo pembayaran terlama sepanjang sejarah republik ini didirikan.

Di luar itu, pemerintah juga masih belum menemukan formula yang tepat untuk menambal defisit BPJS Kesehatan. Padahal, alasan utama dari keputusan pemerintah menaikkan iuran adalah karena defisit yang dialami BPJS Kesehatan.

Ini seperti buah simalakama bagi pemerintah. Menaati putusan MA, berarti sama dengan menambah beban keuangan negara yang sudah hampir kehabisan nafas.

Mengulur, apalagi sampai tidak kunjung menerbitkan Perpres pengganti, itu artinya pemerintah sudah melanggar konstitusi. Lebih dari itu, pemerintah juga dinilai menambah beban masyarakat yang kian terhimpit ekonominya akibat pandemi virus corona.

Jalan terbaik yang bisa ditempuh pemerintah adalah segera menerbitkan Perpres pengganti yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Sementara untuk mekanisme restitusi atau pengembalian kelebihan iurannya, pemerintah bisa menunda hingga kondisi keuangan negara sudah membaik.

Dengan kebijakan tersebut, saya kira masyarakat bisa mengerti dan bisa menaruh empati pada pemerintah. Asalkan iuran BPJS Kesehatan batal naik, masyarakat tidak akan terlalu menuntut pengembalian kelebihan iuran mereka. Toh kita semua paham, bagaimana situasi dunia saat ini, dan bagaimana kondisi keuangan negara kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun