Pertanyaannya, apakah pemerintah masih memiliki dana untuk mengembalikan kelebihan iuran pengguna BPJS Kesehatan?
Sementara kita tahu, pemerintah sudah berdarah-darah dalam menangani pandemi Covid-19. Selain me-realokasi anggaran dan membuka donasi, pemerintah sampai harus menerbitkan surat hutang terbesar dengan tempo pembayaran terlama sepanjang sejarah republik ini didirikan.
Di luar itu, pemerintah juga masih belum menemukan formula yang tepat untuk menambal defisit BPJS Kesehatan. Padahal, alasan utama dari keputusan pemerintah menaikkan iuran adalah karena defisit yang dialami BPJS Kesehatan.
Ini seperti buah simalakama bagi pemerintah. Menaati putusan MA, berarti sama dengan menambah beban keuangan negara yang sudah hampir kehabisan nafas.
Mengulur, apalagi sampai tidak kunjung menerbitkan Perpres pengganti, itu artinya pemerintah sudah melanggar konstitusi. Lebih dari itu, pemerintah juga dinilai menambah beban masyarakat yang kian terhimpit ekonominya akibat pandemi virus corona.
Jalan terbaik yang bisa ditempuh pemerintah adalah segera menerbitkan Perpres pengganti yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Sementara untuk mekanisme restitusi atau pengembalian kelebihan iurannya, pemerintah bisa menunda hingga kondisi keuangan negara sudah membaik.
Dengan kebijakan tersebut, saya kira masyarakat bisa mengerti dan bisa menaruh empati pada pemerintah. Asalkan iuran BPJS Kesehatan batal naik, masyarakat tidak akan terlalu menuntut pengembalian kelebihan iuran mereka. Toh kita semua paham, bagaimana situasi dunia saat ini, dan bagaimana kondisi keuangan negara kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H