Sebelum pemerintah pusat mengumumkan Indonesia positif corona, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah mendahului dengan menyebutkan ada beberapa warganya yang sedang dalam pengawasan karena diduga terinfeksi virus corona.
Sebelum pemerintah pusat menjadikan wabah corona sebagai bencana nasional, Anies Baswedan sudah mengantisipasi dengan menutup beberapa ruang publik dan tempat wisata.
Di saat pemerintah pusat masih menimbang status darurat nasional dan opsi isolasi daerah pusat penyebaran wabah, Anies Baswedan meliburkan sekolah dan meminta warganya untuk membatasi diri keluar  rumah.
Langkah sigap Anies tak pelak mengundang apresiasi dari banyak pihak. Bahkan kebijakan tutup pintu yang meskipun belum dilakukan sepenuhnya ditiru oleh beberapa pemerintah daerah lainnya.
Anies Memilih Jujur, Pemerintah Pusat Terlanjur Takabur
Kebijakan Anies kontras dengan apa yang dilakukan pemerintah pusat. Jika Anies memilih jujur, pemerintah pusat terlanjur takabur.
Tentu kita masih ingat pernyataan Menkes Terawan maupun Menkopolhukam Mahfud MD yang meminta masyarakat tidak mempercayai hoaks adanya virus corona di Indonesia. Pernyataan mereka saat itu ditujukan untuk menanggapi pernyataan Anies Baswedan yang mengatakan beberapa warga DKI Jakarta berstatus "pengawasan" corona.
Selain "melawan" pernyataan Anies, beberapa pejabat pemerintah dengan "takaburnya" mengatakan Indonesia dan warganya kebal terhadap serangan Covid-19. Menteri Perhubungan Budi Karya misalnya, mengatakan bangsa Indonesia kebal virus corona karena doyan makan nasi kucing.
"Tapi (ini) guyonan sama Pak Presiden ya, insya Allah ya, (virus) COVID-19 tidak masuk ke Indonesia karena setiap hari kita makan nasi kucing, jadi kebal," kata Budi Karya saat menyampaikan pidato ilmiah dalam acara peringatan Hari Pendidikan Tinggi Teknik (HPTT) ke-74 di Grha Sabha Pramana, UGM, Yogyakarta, Senin (17/2).
Ironisnya, di saat pemerintah masih bebal dalam menangani pandemi corona, Menhub menjadi pejabat pemerintah pertama yang positif corona.
Lambat dan Bebal, Apa yang Hendak Disembunyikan Pemerintah?
Lambat dan bebalnya pemerintah pusat dalam menangani penyebaran virus corona mengundang keprihatinan banyak pihak. Apa sebenarnya yang hendak disembunyikan pemerintah? Mengapa mereka tidak mau jujur sejak awal dan mengakui fakta yang sebenarnya?
Kita paham, pemerintah tidak ingin masyarakat menjadi panik. Kepanikan masyarakat malah akan berujung pada kekacauan, baik itu dari sisi ekonomi maupun keamanan.
Tapi, sudah menjadi hak masyarakat untuk mengetahui kebenaran dan juga menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk memberitahu fakta yang sebenarnya. Sudah terlalu banyak informasi yang sepertinya disembunyikan pemerintah pusat, entah dengan maksud apa.
Satu contoh bisa kita ambil dari kasus petugas medis yang positif corona. Di tengah pengumuman penutupan sekolah di DKI Jakarta selama dua pekan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga menyebutkan bahwa petugas kesehatan sudah ada yang terpapar virus corona COVID-19.
"Dokter dan perawat sudah bekerja nonstop. Sebagian dari mereka sudah tertular. Semoga mereka tetap sehat dan bisa menjalankan tugas sebaik-baiknya," kata Anies dalam jumpa pers di Balai Kota DKI Jakarta pada Sabtu (14/3).
Mengapa Anies Baswedan yang menyampaikan hal tersebut? Mengapa bukan juru bicara pemerintah untuk penanganan corona Ahmad Yuniarto?
Begitu pula dengan kasus Menhub Budi Karya yang dinyatakan positif corona. Sampai detik pernyataan resmi, pemerintah belum menjelaskan langkah antisipasi atau tindakan yang diambil terkait tracing kasus corona yang menimpa Menhub Budi Karyadi.
Sementara publik mengetahui, dengan segala kesibukan dan aktivitasnya sebagai menteri, Budi Karyadi tentu sudah berinteraksi dengan banyak orang. Apalagi sebelum menderita sakit hingga dinyatakan positif corona, Menhub Budi Karyadi sempat mengikuti beberapa pertemuan dan salah satunya adalah rapat terbatas kabinet membahas otonomi Papua pada 11 Maret.
Tentu kita berharap, Menhub Budi Karya tidak menularkan virus corona pada orang-orang yang pernah berinteraksi dengannya. Namun, masyarakat juga menunggu langkah antisipasi yang tepat dari pemerintah mengingat penyebaran virus corona sudah semakin meluas.
Seandainya pemerintah mau jujur dan tidak takabur sejak awal, masyarakat dan segenap jajaran pejabat pemerintah tentu bisa bersatu mengantisipasi pandemi corona. Sayangnya, pemerintah lebih memilih opsi "demi nama baik" daripada keselamatan dan kesehatan warganya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H