Nasehat ini saya dapatkan saat mengikuti mediasi saudara yang rumah tangganya diguncang prahara. Ketika itu, seorang Ustadz yang kami tunjuk sebagai mediator meminta kedua pihak yang ingin bercerai untuk membawa buku nikah masing-masing.
Setelah kedua keluarga berkumpul, Pak Ustadz meminta si suami dan istri untuk membaca Buku Nikah, halaman demi halaman. Setelah selesai, Pak Ustadz kemudian bertanya pada kedua pasangan yang ingin bercerai itu.
"Apa yang ada dalam Buku Nikah tersebut?"
"Kutipan Akta Nikah Pak Ustadz," jawab sang suami.
"Apa lagi?"
"Hak dan Kewajiban Suami Istri," kali ini sang istri yang menjawab.
"Terus?"
"Sighat Taklik, Nasehat Pernikahan dan Doa setelah akad nikah."
Baca juga: Bagaimana Konsep dan Urgensi Pernikahan dalam Membentuk Keluarga Sakinah?
"Berapa kali kalian berdua membaca Buku Nikah tersebut?" tanya Pak Ustadz terakhir kalinya, sambil matanya memandang berkeliling kepada semua keluarga yang hadir. Pertanyaan itu seolah tidak hanya ditujukan pada pasangan suami istri yang sedang bermasalah, melainkan juga kepada kami semua yang turut hadir.
Sebuah pertanyaan yang menohok, sekaligus menyadarkan kita bahwa Buku Nikah itu bukan sekedar sertifikat pernikahan saja.