Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Salam Pancasila Versi Yudian dan Selamat Pagi Versi Gus Dur

24 Februari 2020   22:14 Diperbarui: 24 Februari 2020   22:15 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Usai menimbulkan kegaduhan karena menyebut agama adalah musuh terbesar Pancasila, Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi kembali menebar kontroversi. Kali ini, Yudian diberitakan ingin mengganti ucapan Assalamualaikum dengan Salam Pancasila.

Bisa ditebak, masyarakat terutama netizen langsung gaduh. Di internet, beredar banyak video yang mendemonstrasikan bagaimana mengucapkan Salam Pancasila dengan baik dan benar.

Klarifikasi BPIP tentang Penggantian Assalamualaikum Menjadi Salam Pancasila

Terkait pemberitaan ini, Direktur Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan BPIP, Aries Heru Utomo menjelaskan pemberitaan berasal dari wawancara 'Blak-blakan Kepala BPIP: Jihad Pertahankan NKRI' di salah satu media nasional pada 12 Februari 2020.

Saat wawancara, presenter menanyakan pendapat Yudian mengenai sikap Daud Jusuf, mantan Menteri Pendidikan era orde baru yang tidak pernah mengucapkan "Assalamualaikum" ketika berbicara di hadapan publik. Daud Jusuf hanya mengucapkan "Assalamualaikum" dalam pertemuan ranah pribadi.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Yudian mengatakan dulu masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan ucapan "Selamat Pagi" saat bicara di hadapan publik. Tapi sejak era reformasi, ucapan itu diganti dengan Assalamualaikum, tak peduli dalam ranah publik itu terdapat kelompok masyarakat yang beragama non Islam.

"Kita kalau salam sekarang ini harus 5 atau 6 (sesuai dengan agama-agama). Nah ini jadi masalah baru lagi. Sekarang sudah ditemukan oleh siapa gak tau Yudi latief atau siapa yang lain (yang namanya) Salam Pancasila," ujar Yudian.

Hematnya menurut Yudian, untuk pembicaraan di ranah publik cukup dengan kesepakatan nasional misalnya Salam Pancasila. Itu yang diperlukan hari-hari ini. Daripada ribut-ribut itu para ulama, gara-gara imam sholat bilang kalau ucapkan shalom berarti jadi orang kristen.

Dari pernyataan Yudian tersebut, memang tidak ada sama sekali narasi yang mengatakan Kepala BPIP ingin mengganti Assalamualaikum dengan Salam Pancasila sebagaimana yang diberitakan media. Yudian hanya ingin siapapun, terutama pejabat yang sedang berbicara di ranah publik menggunakan tanda salam yang sudah jadi kesepakatan bersama, misalnya menggunakan Salam Pancasila.

Kasus Yudian Mirip dengan Salah Tafsir Pernyataan Gus Dur

Kasus salah tafsir pernyataan Kepala BPIP ini mengingatkan kita pada salah tafsir masyarakat tentang penggantian Assalamualaikum menjadi ucapan Selamat Pagi. Penggantian salam ini dalam pemberitaan media diusulkan oleh mantan Presiden RI ke-4 KH. Abdurrahman Wahid atau akrab dipanggil Gus Dur. Lewat artikelnya berjudul "Kulo Ndherek, Gus", Ahmad Tohari menuturkan kronologis sekaligus klarifikasi pemberitaan yang menimbulkan kehebohan di kalangan umat Islam tersebut.

Pada tahun 1987, Edy Yumaedy (almarhum), wartawan majalah Amanah berkesempatan mewawancarai Gus Dur. Topik wawancaranya adalah pluralitas internal umat Islam Indonesia.

Dalam wawancara tersebut, Gus Dur mengatakan kemajemukan di dalam masyarakat muslim di Indonesia sudah menjadi kenyataan sejak berabad lalu. Kemajemukan itu harus tetap terikat dalam ukhuwah islamiyah atau persaudaraan Islam.

Sayangnya, Gus Dur mengkritik masih banyak umat Islam yang membeda-bedakan saudaranya sendiri. Gus Dur sangat tidak setuju dengan istilah Islam KTP, Islam Abangan dan berbagai sebutan lain yang intinya malah mempertebal jurang perbedaan dan menghalangi ukhuwah islamiyah itu sendiri.

Menurut Gus Dur, semua orang yang sudah bersyahadat dan berkelakuan baik, ya muslim. Mereka yang bertamu masih memberi salam dengan ucapan "kulo nuwun", "punteun" atau selamat pagi, ya muslim karena mereka sudah mengucap kalimat syahadat.

"Kalau begitu Gus, ucapan Assalamu'alaikum bisa diganti dengan selamat pagi?", tanya Edy Yumaedi.

"Ya bagaimana kalau petani atau orang-orang lugu itu bisanya bilang "kulo nuwun", punteun atau selamat pagi? Mereka kan belum terbiasa mengucapkan kalimat dalam bahasa arab kayak kamu?".

Intinya, Gus Dur tidak mempermasalahkan umat Islam yang tidak terbiasa mengucap Assalamualaikum dan lebih memilih ucapan lain seperti selamat pagi.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, Edy Yumaedi lalu mengusulkan agar artikelnya ditekankan pada "keinginan Gus Dur mengganti 'Assalamualaikum' dengan 'Selamat Pagi'. Menurut Edy, majalah Amanah yang baru berumur satu tahun harus membuat gebrakan agar bisa menarik perhatian pembaca.

Edy juga menyampaikan pendapatnya bahwa apabila nanti timbul kehebohan, Gus Dur bisa membantah atau mengklarifikasinya. Hasil klarifikasi itu bisa dimuat di edisi berikutnya. Dengan begitu, majalah Amanah tetap mendapat berita yang menarik perhatian.

Dalam artikelnya yang berjudul "Kulo Ndherek, Gus", Ahmad Tohari yang saat itu menjabat sebagai redaktur senior majalah Amanah mengatakan rapat redaksi akhirnya menyetujui usulan Edy Yumaedi. Hingga akhirnya terbitlah majalah Amanah yang pertama kali memuat hasil wawancara Gus Dur tentang pluralisme internal umat islam dibelokkan menjadi penggantian Assalamualaikum menjadi Selamat Pagi.

Peran Media dalam Misinformasi Berita

Sama persis dengan kasus pemberitaan Salam Pancasila. Gus Dur ketika diwawancarai Edy tidak pernah mengatakan secara langsung ingin mengganti Assalamualaikum dengan Selamat Pagi. Begitu pula dengan Yudian. Dalam wawancaranya, tidak ada narasi yang eksplisit mengatakan ingin mengganti Assalamualaikum dengan Salam Pancasila.

Meski begitu, kasus Salam Pancasila ini berbeda dengan pernyataan Yudian tentang agama sebagai musuh terbesar Pancasila. Dalam video wawancara yang ditayangkan sebuah media nasional, Yudian terang-terangan mengatakan hal tersebut. Meskipun setelah heboh Yudian baru mengklarifikasi dan menyatakan tidak bermaksud mengatakan hal seperti itu. 

Dalam kasus Salam Pancasila versi Yudian dan Selamat Pagi versi Gus Dur, ada persamaan, yakni  peran media yang mengakibatkan misinformasi di masyarakat. Mengutip alasan Edy Yumaedy, media butuh gebrakan untuk menarik perhatian pembaca.

Maka, jadilah wawancara yang semestinya bernada datar, perihal anjuran menggunakan salam yang nasionalis saat berbicara di ranah publik menjadi berita yang ekstrim, "Ketua BPIP Ingin Mengganti Assalamualaikum dengan Salam Pancasila".

Belajar dari dua kasus yang kontroversial ini, hendaknya Yudian Wahyudi sebagai Kepala BPIP lebih berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan pada media. Kita semua tahu, di era digital ini di tengah krisis kepercayaan pada media, masyarakat mudah sekali dipancing dengan berita-berita yang judulnya bombastis. Ini semua, kata almarhum Edy Yumaedy yang pertama kali menulis artikel "Assalamualaikum diganti Selamat Pagi", tak lain hanya sekedar taktik pasar atau strategi clickbait media digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun