Ratusan Siswa SMP 1 Turi Hanyut di Sungai Sempor
Dunia pendidikan Indonesia berduka. Ratusan siswa SMP 1 Turi Sleman hanyut di sungai Sempor saat melakukan kegiatan susur sungai, Jumat siang (21/2).
Berdasarkan informasi terbaru, PMI Kabupaten Sleman sudah mendata 4 orang korban meninggal dunia, yaitu Sofia Aulia dan Nur Azizah dari kelas 8 serta Arisma dari kelas 7, sedangkan satu korban meninggal lain yaitu Latifa belum diketahui kelasnya.
Sementara, 6 orang korban selamat telah dibawa pulang oleh keluarganya. Data lain juga menyebutkan bahwa 4 korban selamat dirawat di Puskesmas Turi dan 1 korban selamat dirawat di RS Puri husada.
Kegiatan susur sungai ini diikuti sekitar 257 siswa kelas 7 dan 8 SMP 1 Turi Sleman dan merupakan bagian dari kegiatan outbound Pramuka SMP 1 Turi.
"Jadi itu kegiatan outbound Pramuka dari SMP 1 Turi. Kurang lebih ada 200 siswa yang melakukan susur sungai. Tapi [susur sungai] pakai perahu atau tidak, belum tahu. Intinya, mereka susur Sungai Sempor," jelas Humas Basarnas Yogyakarta, Pipit Eriyanto kepada Detik.com, Jumat (21/2/2020).
Hingga artikel ini ditayangkan, pencarian siswa SMP 1 Turi yang hanyut masih terus dilakukan. Namun, tim SAR dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman terkendala hujan deras dan kondisi gelap di sepanjang jalur sungai Sempor.
"Kami membutuhkan lampu sorot untuk penerangan di area DAM Sungai Sempor," kata Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Sleman Joko Supriyanto di lokasi, Jumat malam.
Kegiatan Luar Sekolah Harus Lebih Hati-hati
Tragedi yang menimpa siswa SMP 1 Turi Sleman ini hendaknya bisa dijadikan pelajaran berharga, bahwa pihak sekolah harus lebih berhati-hati saat mengajak siswa melakukan kegiatan outbound di luar sekolah. Penanggung jawab kegiataan harus lebih memperhatikan dengan seksama aspek keselamatan siswa.
Lebih dari itu, pihak sekolah juga harus bisa mempertanggungjawabkan apakah kegiatan ini sudah diketahui dan mendapat persetujuan orangtua siswa atau belum. Karena bagaimanapun juga, kegiatan Pramuka Susur Sungai ini dilakukan di luar lingkungan sekolah.
Saya mengambil contoh dari pengalaman putri saya di SMPN 10 Kota Malang. Saat hendak mengikuti ujian kenaikan tingkat ekstrakurikuler pencak silat, guru pembina pencak silat memberi surat pernyataan untuk diteruskan ke orangtua siswa.
Dalam surat tersebut, guru pembina meminta ijin untuk membawa siswa yang mengikuti ekskul pencak silat melakukan ujian kenaikan tingkat yang dilakukan di luar jam sekolah. Guru pembina juga mencantumkan rangkaian kegiatan yang diikuti siswa secara lengkap. Mulai dari pembinaan rohani yang dilakukan di ruang kelas sekolah, hingga jalan kaki sepanjang 5 kilometer, sebagai bagian dari ujian fisik.
Dengan begitu, orangtua bisa tahu apa saja yang harus dipersiapkan putra-putri mereka untuk mengikuti ujian kenaikan tingkat. Mereka juga tahu apa saja kegiatan yang harus ditempuh siswa selama kegiatan tersebut.
Apabila orangtua siswa merasa khawatir putra/putri mereka tidak siap untuk mengikuti kegiatan, mereka bisa menolak dan tidak memberi ijin. Konsekuensinya, tentu saja siswa tersebut tidak bisa naik tingkat.
Mungkin sudah banyak sekolah yang menerapkan model kegiatan di luar sekolah seperti ini. Namun, berkaca dari tragedi SMP 1 Turi, tak ada salahnya untuk mengingatkan kembali pentingnya aspek keselamatan dan pemberian ijin dari orangtua siswa saat sekolah melakukan kegiatan di luar sekolah dan di luar jam pembelajaran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI