Dalam liputan di The Times, Tasmina mengatakan, "Mengingat iklim saat ini, Hari Hijab Sedunia bahkan lebih penting. Kita harus berdiri dan dengan jelas mengatakan bahwa perempuan memiliki hak untuk memilih apa yang ingin mereka kenakan --- kapan pun, di mana pun, dan bagaimanapun. Hari Hijab Sedunia adalah acara yang patut kita banggakan, bukan hanya untuk toleransi beragama tetapi juga untuk hak-hak wanita di seluruh dunia. "
Beberapa politisi dari negara-negara nonmuslim juga turut mengakui eksistensi World Hijab Day sebagai gerakan anti diskriminasi.
Dalam promosinya tentang WHD, John Mason, seorang anggota parlemen Skotlandia, mengatakan, "Tujuannya adalah untuk mendorong kerendahan hati dan pengendalian diri: nilai-nilai yang baik!"
Sekalipun sudah mendapat banyak dukungan, dalam praktiknya WHD tidak selalu berjalan lancar.
Di Indonesia yang menjadi negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, netizen malah mengampanyekan tagar No Hijab Day. Sangat ironis.
Sebab, selama ini pemerintah dan sebagian besar pihak yang mengaku toleran ingin agar keberagaman bisa menjadi nafas dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia.
Faktanya, justru mereka yang mengaku toleran itu tidak bersikap toleran terhadap wanita muslim yang ingin mengampanyekan kepercayaan mereka.
Adakah yang salah dengan gerakan dan kampanye World Hijab Day?
Ini bukan kampanye agama, apalagi dianggap gerakan untuk memaksakan pemakaian hijab.
Gerakan ini lebih ditujukan sebagai gerakan dari perempuan untuk perempuan. WHD dimaksudkan untuk mendukung sesama perempuan yang mengalami perlakuan buruk dan diskriminasi, entah itu karena gendernya, suku, ras atau kepercayaannya.
Dengan mengajak perempuan nonmuslim mengenakan hijab selama satu hari, mereka ingin bisa menumbuhkan empati terhadap sesama perempuan yang sudah menerima perlakuan buruk, terutama perempuan muslim di negara non muslim yang mengalami diskriminasi.