Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Ini Sebabnya Asisten Virtual Cenderung Feminin

21 Januari 2020   11:40 Diperbarui: 22 Januari 2020   13:59 1329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bisa dibilang, bentuk AI yang paling banyak digunakan saat ini adalah Digital Voice Agents (DVA). Di Amerika Serikat sendiri, diperkirakan lebih dari separuh warganya menggunakan DVA, terutama melalui smartphone, komputer pribadi dan speaker rumah (Pew Research Center, 2017).

Apa itu DVA? Seperti namanya, DVA adalah agen digital/asisten virtual yang ditugaskan untuk membantu manusia melalui perintah suara. 

DVA hanya salah satu bentuk penggunaan dari agen/asisten virtual. Karena sebagaimana kecerdasan buatan lainnya, si asisten digital ini juga memahami instruksi melalui pesan teks.

Mengenal 4 Asisten Virtual yang Paling Populer

Sekalipun banyak perusahaan mulai menciptakan asisten digital untuk membantu pelanggan, hanya ada 4 asisten virtual/DVA terkemuka dan paling banyak digunakan. Mereka adalah Siri Apple, Microsoft Cortana, Amazon Alexa, dan Google Asistant.

Siri, DVA pertama yang dipasarkan secara massal dan asisten virtual yang paling banyak digunakan saat ini, telah tersedia di iPhone sejak 2011. Selama hampir satu dekade, pengguna iPhone telah terbiasa dengan banyak tanggapan yang membantu hanya dengan mengatakan "Hei, Siri."

Saat menjawab, yang terdengar adalah suara wanita dewasa. Begitu pula dengan ketiga DVA populer lainnya. Nama mereka juga terkesan feminin, kecuali Google Asistant. Siri, Cortana dan Alexa adalah jenis nama yang tidak banyak digunakan kaum laki-laki.

Di situs resminya, Apple sering merujuk Siri dengan namanya saja. Meskipun kadang-kadang menyebut Siri sebagai "it", dan tidak pernah sebagai "he" atau "she". 

Apple sepertinya ingin menunjukkan bahwa Siri tidak terkait dengan bias gender tertentu, sebagaimana yang ditanamkan Google pada Google Asistant.

Ketika saya "mewawancarai" Google Assistant, ia menolak disebut wanita, meski jelas-jelas suara yang keluar adalah suara wanita dewasa. Asisten Google ini mengatakan ia bukan entitas yang dibatasi binari gender. 

Berbeda dengan ketiga kawannya, Google Assistant dengan gaya bercanda kerap menyodorkan nama-nama pria jika ditanya siapa nama aslinya.

hasil percakapan dengan Google Assistant (dokpri)
hasil percakapan dengan Google Assistant (dokpri)
Sementara itu, Cortana lebih beresonansi sebagai nama perempuan karena akhiran "a" (tipikal nama perempuan dan laki-laki), dan memang Microsoft sendiri menyebut Cortana sebagai "she" di baris pembuka halaman "What is Cortana?"

Jawabannya adalah "Cortana is your digital agent. She'll help you get things done." Cortana juga dapat beresonansi sebagai feminin karena persona yang diadopsinya; namanya didasarkan pada karakter AI yang sepenuhnya berwujud manusia dalam seri game Halo, sebuah karakter yang hiper-feminin dengan daya tarik seksual.

Bagaimana dengan Alexa? Amazon juga sering merujuk "Alexa" dengan personifikasi wanita dengan menggunakan kata "she" dan "her". Seperti ketika memperkenalkan fitur berbisik: "whisper mode allows you to whisper to Alexa, and she'll whisper her response back to you."

Tak hanya keempat DVA terkemuka ini yang menggunakan isyarat kuat personifikasi wanita, praktis hampir semua asisten digital yang diciptakan saat ini memiliki kecenderungan yang sama.

Suara Perempuan Identik dengan Peran Asisten/Sekretaris

Dalam teori Nass & Brave (2004), ada stereotip gender yang signifikan yang mempengaruhi preferensi manusia. Suara perempuan cenderung kurang diperhatikan dan dianggap kurang serius daripada suara laki-laki. 

Dalam kasus DVA, suara feminin diberikan dengan tujuan utama untuk memberikan bantuan melalui informasi (dasar), bermain musik hingga mengingatkan jadwal pengguna. Pokoknya  semua tugas yang terkesan tidak penting.

Kepribadian yang ditanam pada DVA adalah kepatuhan, orientasi layanan, dan keramahan. Semuanya berkisar pada atribut dengan peran asisten (atau sekretaris, yang merupakan fungsi utama DVA). Atribut ini secara historis selalu dikaitkan dengan perempuan.

Meskipun begitu, pengembang DVA juga memperhatikan kearifan budaya lokal. Di Inggris misalnya, Siri secara default memiliki kepribadian pria. 

Ini mungkin disebabkan oleh peran dari kepala pelayan laki-laki dalam budaya Anglo Saxon, sehingga suara laki-laki lebih diselaraskan dengan DVA mengingat orientasi tugasnya. 

Sementara di Jerman, agen digital dengan suara wanita yang digunakan dalam mobil BMW ditolak karena pengguna (sebagian besar pria) kurang percaya diri dalam menerima petunjuk arah mengemudi dari seorang wanita. 

Karena itulah suara Siri dalam iPhone yang dijual di Jerman secara default adalah laki-laki. Dalam perkembangannya, Apple menambahkan fitur pengendali suara sehingga pengguna bisa mengganti suara Siri dari laki-laki ke perempuan, begitu pula sebaliknya.

Lalu, mengapa agen/asisten digital diprogram dengan karakteristik sosial manusia yang cenderung feminin?

Di dunia fiksi, aspek kepribadian dari Kecerdasan Buatan lebih dulu diasosiasikan pada personifikasi maskulin. Sebut saja karakter KITT dari Knight Rider, sebagian besar karakter Transformers, karakter Data dari Star Trek, hingga robot C3PO dan R2D2 dari Star Wars. 

Dalam versi nyata, Asimo, robot humanoid yang diciptakan Honda juga memiliki bentuk yang cenderung maskulin.

Menurut Woods (2018), bergesernya personifikasi AI dari sebelumnya maskulin menjadi feminin lebih banyak disebabkan oleh fungsi penggunaan AI itu sendiri. 

Di era postmodern di mana konsumerisme dan media massa menonjol di masyarakat, personifikasi feminin dianggap dapat mendorong penerimaan dan penggunaan DVA, bahkan di bagian yang paling pribadi dan intim dalam kehidupan penggunanya.

Arketipe (model/pola) "feminin" dipandang lebih ramah, terbuka, dan emosional. Sementara arketipe "maskulin" dianggap lebih dominan, percaya diri, dan kompetitif. 

Persona feminin juga dianggap kurang mengancam (lebih ramah dan kurang otoritatif) dan umumnya dinikmati sebagai sosok yang lebih dapat dipercaya daripada pria.

Woods juga menyoroti dalam studinya bahwa baik pencipta dan pengguna DVA sering menekankan "kepribadian" DVA bahkan lebih dari teknologi itu sendiri, atau apa yang mampu dilakukannya. 

Alexa misalnya, dianggap memiliki "peran" utama sebagai asisten rumah tangga. Alexa juga kerap digambarkan sebagai pendamping, pengasuh, dan orang tua. Sedangkan Siri dianggap sebagai teman dekat yang dapat ditanyai tentang masalah seks.

Namun, di luar hubungan antara gender dengan fungsi penggunaannya, Woods mengkhawatirkan ada tujuan lain yang lebih besar dan berbahaya bagi pengguna. 

Dia berpendapat penggunaan kepribadian feminin adalah keputusan yang disengaja oleh para pencipta perusahaan DVA untuk meredakan kekhawatiran pengguna tentang pengumpulan data, penggunaan, dan privasi mereka. 

Di luar fungsinya sebagai asisten untuk memudahkan pengguna, pencipta dan pengembang DVA sudah menjadikan DVA sebagai komoditas yang menjadi objek laba. 

Dan yang lebih penting, DVA dijadikan saluran untuk pendapatan tambahan melalui berbagai layanan tambahan, seperti penjualan ritel untuk Amazon dan langganan perangkat lunak untuk Apple, Google, dan Microsoft.

Sumber:
Samara J. Donald. Societal Implementations of Gendering AI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun