Dalam versi nyata, Asimo, robot humanoid yang diciptakan Honda juga memiliki bentuk yang cenderung maskulin.
Menurut Woods (2018), bergesernya personifikasi AI dari sebelumnya maskulin menjadi feminin lebih banyak disebabkan oleh fungsi penggunaan AI itu sendiri.Â
Di era postmodern di mana konsumerisme dan media massa menonjol di masyarakat, personifikasi feminin dianggap dapat mendorong penerimaan dan penggunaan DVA, bahkan di bagian yang paling pribadi dan intim dalam kehidupan penggunanya.
Arketipe (model/pola) "feminin" dipandang lebih ramah, terbuka, dan emosional. Sementara arketipe "maskulin" dianggap lebih dominan, percaya diri, dan kompetitif.Â
Persona feminin juga dianggap kurang mengancam (lebih ramah dan kurang otoritatif) dan umumnya dinikmati sebagai sosok yang lebih dapat dipercaya daripada pria.
Woods juga menyoroti dalam studinya bahwa baik pencipta dan pengguna DVA sering menekankan "kepribadian" DVA bahkan lebih dari teknologi itu sendiri, atau apa yang mampu dilakukannya.Â
Alexa misalnya, dianggap memiliki "peran" utama sebagai asisten rumah tangga. Alexa juga kerap digambarkan sebagai pendamping, pengasuh, dan orang tua. Sedangkan Siri dianggap sebagai teman dekat yang dapat ditanyai tentang masalah seks.
Namun, di luar hubungan antara gender dengan fungsi penggunaannya, Woods mengkhawatirkan ada tujuan lain yang lebih besar dan berbahaya bagi pengguna.Â
Dia berpendapat penggunaan kepribadian feminin adalah keputusan yang disengaja oleh para pencipta perusahaan DVA untuk meredakan kekhawatiran pengguna tentang pengumpulan data, penggunaan, dan privasi mereka.Â
Di luar fungsinya sebagai asisten untuk memudahkan pengguna, pencipta dan pengembang DVA sudah menjadikan DVA sebagai komoditas yang menjadi objek laba.Â
Dan yang lebih penting, DVA dijadikan saluran untuk pendapatan tambahan melalui berbagai layanan tambahan, seperti penjualan ritel untuk Amazon dan langganan perangkat lunak untuk Apple, Google, dan Microsoft.