Prinsip Islam itu sederhana, take it or leave it. Dalam bahasa Al Quran, "Sami'na wa atho'na", Kami dengar Kami taat.
Sederhananya :
Mengerti sekarang, kerjakan sekarang juga. Mengerti sekarang, tinggalkan sekarang juga.
Simpel bukan? Meskipun begitu, prinsip yang sederhana ini bisa menjadi rumit dan sulit, karena sebagian besar umat Islam sendiri yang suka mempersulit diri.
Misalnya ketika telah sampai  perintah tentang sholat, puasa, zakat dan haji maka yang benar adalah " kami dengar kami taat ". Bukan kami dengar, kami pikir-pikir dulu, kami diskusikan dulu dan entah kapan taatnya.
Ketika telah sampai larangan untuk korupsi, maka yang benar adalah " kami dengar kami taat " untuk meninggalkan/menjauhkan diri dari korupsi tanpa mempertanyakannya.Â
Bukan kami dengar, kami pikir-pikir, kami pertimbangkan, kami coba dulu hingga akhirnya malah jadi seorang koruptor.
Baca juga : Peran Agama Islam dalam Membangun Solidaritas Sosial
Dalil Perintah Berhijab
Yang membuat Islam menjadi rumit itu ketika terjadi tawar menawar antara logika, perasaan, dan nafsu. Begitu pula dengan perintah berhijab.
Dalam Al Quran, Allah memerintahkan setiap muslimah untuk berhijab.
"Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.' Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S. Al Ahzaab : 59)
Di dalam Tafsirnya, Abu Hayyan berkata:
"Di masa sebelum Islam, baik wanita merdeka maupun budak biasa pergi ketempat umum dengan membuka wajahnya. Para budak sering mengalami gangguan dari lelaki di kebun-kebun kurma di malam hari saat mereka keluar untuk memenuhi kebutuhannya.Â
Kejadian yang sama juga dialami oleh wanita-wanita merdeka. Para pengganggu akan berkilah bahwa yang diganggu mereka adalah para budak."
Inilah alasan mengapa wanita (muslimah) merdeka diperintahkan untuk memakai pakaian yang berbeda dengan yang dipakai para budak, yaitu dengan memakai kain yang menutup kepala dan wajahnya hingga tidak memunculkan keinginan para pria-pria jahat untuk mengganggunya.
Ayat tentang kewajiban berhijab ini turun sebagai respon atas pertanyaan sahabat Umar bin Khattab r.a. Dari Anas bin Malik r.a dikatakan Umar bin Khattab bertanya pada Nabi, "Wahai Rasulullah, orang yang baik dan yang jelek pernah menjumpai istri Anda, tidakkah mereka (para Ummahatul Mukminin) diperintahkan untuk berhijab?" (H.R. Bukhori dan Muslim). Kemudian turunlah ayat tentang kewajiban untuk berhijab ini.
Baca juga : Peran Pendidikan Agama Islam dalam Menumbuhkan Akhlak Mulia pada Manusia
Hijab adalah tabir, penutup atau penghalang yang menutup sesuatu yang tidak boleh dilihat orang lain. Tabir atau penghalang pandangan ini bisa berupa tirai, tembok, atau pintu jika di rumah. Jika wanita muslimah ke luar rumah, maka tabir atau penghalang itu berupa pakaian yang menutupi auratnya.
Karena itu, hijab tidak selalu berarti jilbab. Dalam sebuah hadis dari Aisyah r.a, Rasulullah SAW bersabda, "Semoga Allah merahmati para wanita muslimah Muhajirin yang pertama-tama, ketika turun ayat: 'Dan hendaklah mereka menutupkan kerudung ke dada (dan leher) mereka' mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya"(HR. Bukhori, Abu Dawud, Ibnu Jarir dan lainnya). Ayat yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah penggalan dari Surah An Nur ayat 31.
Memaknai Perintah Hijab Dalam Prinsip Islam yang Sederhana
Sebagaimana perintah Allah lain seperti sholat, puasa, zakat dan haji, perintah hijab ini seharusnya juga disikapi dengan prinsip Islam yang sederhana tadi: Sami'na wa atho'na. Kami dengar, kami taat.
Prinsip yang sederhana ini menjadi rumit ketika beberapa individu aktivis liberal dan pejuang kaum feminis menawar perintah hijab dan mencampuradukkannya dengan logika, perasaan dan nafsu.
Ketika disampaikan ayat tentang perintah hijab, mereka pikir dulu, dan setelah dipertimbangkan berdasarkan logika, perasaan dan nafsu ternyata menurut mereka tidak tepat.
Baca juga : Rekonstruksi Materi Pendidikan Antikorupsi dengan Hukum Islam di Indonesia
Menurut logika dan perasaan mereka, hijab merampas "hak" kebebasan berbusana. Menurut logika dan perasaan mereka pula, yang lebih penting adalah akhlak, bukan hijabnya. Karena faktanya banyak muslimah berhijab memiliki akhlak yang bejat.
Ok, sekarang kita coba menjawab dengan logika yang tepat pula. Seandainya ada yang menawari madu dan racun, mana yang akan kamu pilih?
Manusia yang berakal sempurna, pastilah akan langsung mengambil madu sebagai pilihannya. Bukan dipikir dan dipertimbangkan, apalagi sampai dicoba dahulu.
Seperti halnya seorang muslim, jika ditawari untuk memilih taat atau maksiat, yang mempunyai akal sempurna pastilah akan memilih taat sebagai pilihannya.
Antara Hijab dan Akhlak
Bagi muslimah, mengenakan hijab saat ke luar rumah atau bertemu dengan lelaki yang bukan mahramnya adalah bentuk ketaatannya pada Allah SWT.
Akan halnya dengan akhlak, harus diakui banyak muslimah berhijab yang akhlaknya jauh dari adab dan syariat agama. Tapi, itu juga tidak bisa dijadikan landasan untuk mengingkari adanya kewajiban berhijab.
Hijab dan akhlak itu berbeda. Berhijab adalah murni perintah Allah, wajib untuk muslimah yang sudah akil baligh umurnya, tanpa memandang akhlaqnya sudah baik atau buruk. Sedangkan akhlaq adalah budi pekerti yang tergantung kepada pribadi masing-masing.
Jika seorang wanita berhijab melakukan dosa atau pelanggaran, itu bukan karena hijabnya, tetapi karena akhlaqnya. Yang berhijab, belum tentu berakhlaq mulia. Tapi, yang berakhlaq mulia sudah tentu memenuhi perintah berhijab.
Jika ada wanita berhijab namun kelakuannya bikin geleng-geleng kepala, jangan lantas dihakimi itu karena agama atau hijab yang dikenakannya. Hijabnya adalah bentuk kewajiban yang dijalaninya sedang akhlaq adalah apa yang ada pada dirinya.
Sederhananya prinsip Islam juga bisa dilihat dari durasi menjalankan kewajiban atau ketaatan atas perintah Allah. Taat itu nggak lama kok, hanya sampai kita mati. Â Kalau besok kita mati, ya sudah berarti cukup sampai besok saja. Sederhana bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H