"Udah, gak usah malu. Cuek saja," kata Ulik.
Akhirnya, rasa penasaran mengalahkan rasa malu. Malam itu, kami bertiga pun ikut larut dalam antrian para tamu yang berpakaian rapi. Saat tiba di depan Pagar Ayu, dengan gaya santai seolah memang sudah diundang, Ulik langsung mengisi buku tamu. Setelah menerima souvenir, Ulik merogoh saku dan memasukkan amplop ke kotak yang sudah tersedia.
Saat tiba giliranku, aku memaksakan senyum termanis yang bisa kubuat. Kulihat 3 Pagar Ayu yang berjejer di belakang meja menyambut senyumku dengan senyum yang tak kalah manis, membuat wajah mereka yang sudah terias sempurna menambah kecantikan dan keanggunan mereka.
 Aku lalu mengikuti Ulik dan Tommy yang sudah melangkah masuk ke dalam ruang resepsi. Selayang pandang, kulihat banyak tamu undangan sudah mengantri di meja-meja makanan.
Tanpa membuang waktu, kami bertiga ikut mengantri di meja makan. Nyaris semua jenis makanan kami ambil dan kami cicipi. Mulai dari makanan pembuka berupa kue-kue basah, hingga dessert berupa salad buah dan es puding.
"Alhamdulillah, program perbaikan gizi bisa terlaksana," kata Ulik menyeringai lega setelah menyantap sendok terakhir es pudingnya. Aku dan Tommy ikut tertawa.
Beberapa tamu yang sudah selesai menikmati hidangan lalu melangkah ke arah panggung, memberi ucapan selamat pada mempelai. Kami bertiga lalu beranjak dari tempat duduk dan melangkah, hendak ikut mengucapkan selamat juga.
"Selamat ya, semoga jadi keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah," kataku memberi ucapan selamat pada pengantin pria. Kujabat erat tangannya, seolah dia sahabat karibku sendiri.
"Aamiin, terima kasih sudah datang," balas si mempelai.
Melangkah ke luar ruangan, Ulik menyenggol lenganku dan berkata," Gimana, lancar kan? Hitung-hitung kita ikut menyumbang doa dan berkah buat mempelai. Bukankah itu yang diharapkan setiap pasangan pengantin?"