Padahal peran Ayah juga tak kalah hebatnya dengan Ibu. Pada seorang Ayah kita mendapatkan Kekuatan.Â
Fatherhood.org memberikan laporan tentang efek tragis keluarga yang tidak memiliki ayah. Mereka menyatakan beberapa statistik mengejutkan seperti fakta bahwa anak-anak tanpa kehadiran sosok ayah yang kuat adalah:
- Lebih cenderung melakukan kejahatan
- Dua kali lebih mungkin putus sekolah
- Lebih cenderung memiliki masalah perilaku
- Lebih mungkin masuk penjara
- Lebih cenderung menyalahgunakan narkoba dan alkohol
Jika ibu menawarkan kelembutan, yang bisa diberikan ayah adalah kekuatan. Jika ibu mengajari kita empati, ayah mengajarkan ambisi. Setiap yin membutuhkan yang. Kita membutuhkan kelembutan dan kekuatan. Kita membutuhkan empati dan ambisi.
Dari semua hadiah yang dapat diterima seorang anak di dunia, tangan seorang Ayah adalah hadiah yang terbesar. Ketika Ayah memegang tangan kita sementara Ibu beristirahat setelah menyusui, itu adalah momen yang tak ternilai.
Saat kita tumbuh, tangan Ayahlah yang pertama menggenggam erat anaknya. Menyeberang jalan untuk pertama kalinya, berjalan ke kelas pertama kita, mengarungi samudra kehidupan pertama. Seolah tangan Ayah hendak mengatakan bahwa kita tidak pernah sendirian.
Ketika beranjak dewasa, tangan Ayah bergerak mundur ke belakang. Ia tak lagi menggandeng beriringan, tapi mendorong dengan lembut. Mendesak kita untuk merayap maju menuju impian, untuk meraih emas, untuk tidak pernah larut dalam kekecewaan saat menerima kegagalan.
Waktu terus berlalu, tapi tangan Ayah tetap menari dalam ruang waktu kehidupan kita. Tegas, kuat, tapi lembut. Melambaikan tangan saat kita menghadapi tantangan hidup, bertepuk tangan saat kita berhasil menggapai tonggak pencapaian.
Ibu yang melahirkan kita, dan Ayah yang membentuk serta memberi warna bagaimana karakter kepribadian kita saat tumbuh dewasa. Ibu yang mendidik kita, namun kekuatan dan ketegasan Ayah yang membuat pendidikan di rumah itu bisa berjalan dengan baik. Ayah adalah kepala sekolah, dan Ibu adalah gurunya.
Ayah yang baik seharusnya tidak kita tempatkan di posisi kedua. Mereka layak mendapat ruang ekstra di puncak, medali emas yang sama pentingnya dengan milik Ibu.
Maka, jika surga berada di bawah telapak kaki Ibu, di bawah telapak kaki Ayah terdapat kekuatan untuk membawa kita meraih cita-cita dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H