Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mas Nadiem, Pakaiannya Kok Gitu Sih?

6 Desember 2019   21:47 Diperbarui: 6 Desember 2019   21:44 6044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seandainya benar seperti ini, bisa jadi ketika arah pendidikan yang Mas Nadiem inginkan itu terimplementasi sepenuhnya, kita tak lagi melihat anak-anak berpakaian seragam sekolah. Mereka bebas mengenakan segala macam gaya busana. Mau kasual atau konvensional silahkan. Mau pakai batik atau cukup kaos oblong tak mengapa.

Mungkin pula kami sebagai orang tua dianggap terlalu kolot pikirannya. Sehingga apa yang menjadi tren bagi anak muda sekarang kami anggap sedikit-sedikit menyalahi etika.

Tapi hendaknya Mas Nadiem ketahui, dalam hal berpakaian kami selalu berpegangan pada adab kesopanan sesuai dengan norma dan ajaran agama. Bagi kami para orangtua, pakaian berkaitan erat dengan etika dan estetika.

Identitas seseorang dan garis-garis besar cara berpikirnya dapat diketahui dari pakaian yang dikenakan. Pakaian seseorang bahkan dapat mempengaruhi tingkah laku dan emosinya.

Usia Mas Nadiem memang masih muda, sehingga wajar pula jika pakaian yang dipilih Mas Nadiem pun mencerminkan jiwa anak muda. Namun hendaknya Mas Nadiem ingat, kita hidup dalam masyarakat Timur yang menjunjung tinggi adab dan kesopanan.

Mas Nadiem, peran pakaian itu begitu besar. Tidak heran jika dalam ajaran Islam, kitab suci Al Quran juga membicarakan masalah pakaian, meskipun tidak menyangkut mode atau bentuknya.

Pakaian juga memiliki peran dalam menentukan masa depan bangsa. Mas Nadiem mungkin ingat, pemerintah Turki pernah melarang pemakaian tarbusy dan menggantinya dengan topi ala barat. Hanya karena bapak modernisasi mereka, Kemal Attaturk menilai bahwa tarbusy adalah bagian dari pemikiran kolot yang menghambat kemajuan masyarakatnya.

Jangan-jangan Mas Nadiem punya pemikiran yang sama dengan Kemal Attaturk, bahwa jas dan dasi, yang meskipun mencerminkan budaya barat, bisa menghambat kemajuan. Bahwa aturan dress code segala macam itu mengekang kreativitas seseorang.

Kami harap Mas Nadiem tidak menganggap enteng etika berpakaian. Karena bagaimanapun juga, setiap tingkah laku Mas Nadiem bisa dicontoh oleh anak-anak kita. Jika Mas Nadiem menganggap nilai etika tidak lagi menjadi pertimbangan utama, kami khawatir hal ini bisa memicu terbentuknya budaya permissif di kalangan generasi mendatang.

Mas Nadiem bisa bayangkan sendiri, bagaimana akibatnya jika masyarakat telah terkontaminasi pemikiran untuk memaklumi perilaku menyimpang dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar. Pemikiran seperti ini lantas dalam perjalanannya mereka bisa bertoleransi dengan perbuatan-perbuatan yang terlarang pula.

Mas Nadiem, yang berbahaya dari adanya masyarakat permisif ini adalah lahirnya hukum-hukum baru seperti dalam perspektif budaya primitif  "nopo-nopo kemawon kerso" (apapun itu silahkan saja), sehingga nilai-nilai sakral dalam etika (dan agama) terabaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun