Mengapa bimbingan pranikah dari Kementerian Agama yang sudah ada sejak dua tahun terakhir tidak berjalan efektif dan kurang diminati? Jawabannya mudah saja: Karena kurang sosialisasi. Tanyakan saja pada pasangan pengantin yang menikah dalam dua tahun terakhir, adakah mereka mengikuti kelas bimbingan pranikah?
Kemudian, bahan materi bimbingan pranikah seperti yang direncanakan Kemenko PMK sebenarnya sudah bisa disosialisasikan dengan baik apabila pemerintah memaksimalkan fungsi komunikasi dari masing-masing lembaga yang bertanggung jawab.
Misalnya tentang perencanaan keluarga, sejauh mana peran BKKBN menyosialisasikan hal ini? Cukupkah hanya melalui spanduk, banner atau iklan billboard di pinggir jalan?
Yang Penting Sah, Bukan Sertifikasinya
Mencetak Sumber Daya Manusia yang unggul, melalui keluarga yang unggul pula sebagaimana yang hendak dituju oleh Kemenko PMK tidak harus melalui sertifikasi perkawinan. Sebab dalam pernikahan, yang penting adalah "Sah"-nya, bukan sertifikasinya.
Setelah sepasang calon pengantin melalui prosesi pernikahan yang sah, barulah mereka bisa merencanakan program keluarga yang unggul. Akan menjadi percuma semua materi yang diberikan dalam bimbingan pranikah, jika kemudian pasangan calon pengantin itu gagal menuju pelaminan.
Sebaliknya, materi-materi itu akan lebih efektif diberikan setelah pernikahan mereka sah, baik secara agama maupun hukum negara. Karena janur kuning mereka sudah melengkung sehingga pasangan pengantin yang sudah sah ini akan bisa lebih fokus bagaimana mereka membangun keluarga yang unggul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H