"Mbak Arin katanya ada tugas, kok malah mainan hape?" tegur saya pada Si Sulung yang masih duduk di bangku SMP. Pulang sekolah tadi dia bilang ada pekerjaan rumah yang harus dikumpulkan segera. Tapi selepas maghrib, saya lihat dia masih memelototi layar ponsel pintarnya.
"Ini lagi ngerjakan tugas Pak di Google Classroom," jawab putri saya sembari tangannya sibuk mengetik di layar ponsel.
Touche, kali ini saya kena batunya. Meskipun sudah akrab dengan berbagai produk Google, terus terang baru sekarang saya diajari putri saya sendiri tentang salah satu produk Google yang saya nilai sangat bagus dan bermanfaat untuk pembelajaran siswa.
Sekilas tentang Google Classroom
Google Classroom adalah aplikasi gratis yang disediakan Google untuk membantu para guru atau tenaga pendidik lainnya dalam proses belajar mengajar. Proyek Google Classroom mulai diumumkan secara resmi pada 6 Mei 2014, sebagai bagian dari program G Suite for Education.
Setelah melalui berbagai uji coba, Google Classroom akhirnya diluncurkan pada 12 Agustus 2014, namun hanya bisa diakses melalui web. Baru pada Januari 2015, Google meluncurkan Google Classroom dalam versi aplikasi seluler.
Aplikasi ini tersedia untuk perangkat iOS dan Android. Sebagai bagian integral dari G Suite, aplikasi ini mengikat Google Drive, Google Docs, Google Sheets and Slides, dan Gmail secara bersama-sama untuk mendukung proses pembelajaran yang dilakukan.
Cara Menggunakan Google Classroom
Untuk bisa menggunakan Google Classroom, kita harus terhubung dengan akun Google. Pengoperasiannya juga sangat mudah. Setelah masuk menggunakan akun Google, kita bisa membuat kelas, atau bergabung dengan kelas yang sudah dibuat oleh pengguna lain (dalam hal ini adalah guru yang menggunakan Google Classroom).
Setelah kelas dibuat, kita bisa mulai proses belajarnya. Sebagai guru, kita bisa mengundang siswa dengan mengirim undangan lewat email, atau menyalin kode kelas yang tersedia (berupa kombinasi karakter acak) dan membagikannya pada siswa. Nantinya, setiap siswa yang ingin bergabung dengan kelas yang sudah kita buat harus memasukkan kode kelas tersebut.
Supaya lebih menarik, Google sudah menyediakan berbagai tema pada beranda yang disesuaikan dengan jenis mata pelajarannya. Seperti tema olahraga, matematika, kesenian, atau bahasa dan sosial.
Seperti halnya proses belajar sungguhan, di Google Classroom kita bisa menyampaikan materi pelajaran hingga membuat tugas untuk dikerjakan. Saat membuat tugas, kita bisa menyediakan pilihan, kapan tugas itu harus dikerjakan dan berapa lama durasi waktu pengerjaannya. Selain itu, kita juga bisa melampirkan materi pendukung dari tugas tersebut, seperti dokumen, foto atau video.
Tak hanya itu, Google Classroom juga mendukung sistem penilaian. Di sini, kita bisa memberi nilai dari setiap tugas yang kita berikan pada siswa. Kita juga bisa memilih, apakah tugas tersebut dikerjakan oleh seluruh siswa, atau beberapa siswa tertentu.
Membandingkan Kuliah WhatsApp dengan Google Classroom
Belakangan ini, berkembang dan menjadi tren tersendiri metode pembelajaran melalui media perpesanan, khususnya WhatsApp, atau yang populer disebut Kulwap. Dari sisi kepraktisan aplikasi, Kulwap boleh dibilang lebih praktis dibandingkan Google Clasroom.Â
Nyaris semua pemilik smartphone memiliki WhatsApp. Untuk proses belajar, kita cukup membuat grup WhatsApp, kemudian mengundang pengguna yang lain untuk bergabung, lalu memberi kuliah atau materi pelajaran di grup.
Namun, dilihat dari sisi metode atau praktek belajar mengajarnya, Google Classroom jelas lebih baik dan lebih metodis. Aplikasi ini adalah ruang kelas nonfisik. Semua yang terjadi di ruang kelas sesungguhnya bisa terjadi juga di Google Classroom.
Di Kulwap, materi pelajaran bisa "hilang" tergeser oleh beragam komentar atau pertanyaan yang masuk di grup. Memang, kita bisa menggulir ke atas atau menandainya dengan bintang supaya bisa melihat lagi apa materinya. Cukup merepotkan.
Belum lagi jika ada banyak komentar yang masuk, berapa scroll yang harus kita lakukan. Atau ketika guru/pengajar memberi materi yang terpisah, berapa tanda bintang yang harus kita sematkan di setiap bagian materi yang disampaikan tersebut.Â
Bisa saja sih gurunya menyematkan materi dalam bentuk dokumen, tapi jadinya siswa harus bolak-balik bergantian membuka WA dan dokumen yang disematkan.
Berbeda dengan Google Classroom, siswa tidak perlu khawatir ketinggalan materi pelajaran, tak perlu repot harus menggulir ke atas, atau menandainya dengan tanda bintang.
Karena ini ruang kelas dunia maya, guru bisa menyematkan berbagai lampiran di "papan tulis". Jika ada materi pelajaran berupa foto atau video, siswa bisa melihatnya secara langsung di "papan tulis" tersebut.
Di Kulwap, guru tidak bisa membuat tugas dan memberi nilai. Di sinilah letak keunggulan utama Google Classroom. Selain itu, Kulwap juga tidak mendukung adanya batas waktu pembelajaran secara otomatis. Kalau kelasnya ingin selesai, harus diberitahukan dulu pada semua anggota grup.
Di Google Classroom, guru bisa memberi batas waktu kapan pelajaran itu berakhir. Setelah itu, mereka bisa mengarsipkan materi pelajarannya.Â
Jika diarsipkan, materi pelajaran itu dihapus dari beranda dan ditempatkan di area Kelas Arsip untuk membantu guru mengatur kelas mereka saat ini.Â
Saat sebuah materi kelas diarsipkan, guru dan siswa dapat melihatnya sewaktu-waktu, tetapi tidak akan dapat mengubahnya hingga dipulihkan.
Google Classroom Lebih Baik untuk Proses Belajar Mengajar
Dari ulasan yang ada di playstore, banyak guru atau pengajar yang merasa terbantu dengan Google Classroom. Sayangnya, di Indonesia sendiri jarang ada guru hingga dosen yang memanfaatkan aplikasi edukasi yang luar biasa ini.Â
Sangat sedikit tenaga pengajar seperti guru putri saya yang berani mentransformasikan proses belajar mengajarnya secara digital.
Selama ini, ada kesan proses digitalisasi pengajaran itu hanya sebatas memanfaatkan internet, aplikasi perpesanan atau website saja. Saya sering mendapati, dosen kerap menuliskan materi kuliah atau tugas yang diberikan pada mahasiswa di blog pribadinya. Mahasiswa diminta untuk mengunjungi blog pribadi tersebut, kemudian menyelesaikan tugas mereka secara manual!
Jika seperti ini, yang terjadi adalah komunikasi satu arah. Siswa hanya bisa membaca saja, tanpa bisa bertanya atau berinteraksi secara langsung dalam satu media.Â
Berbeda dengan Google Classroom, saat guru memberitahu kelas akan dimulai, yang terjadi adalah proses belajar mengajar secara real time, tanpa perlu saling tatap muka. Siswa bisa bertanya dan guru bisa menjawabnya secara langsung saat itu juga.
Sejak dibangun dalam bentuk aplikasi seluler, Google Classroom memungkinkan penggunanya (guru atau siswa) mengambil foto secara langsung dan melampirkannya ke tugas mereka. Selain itu, kita juga bisa berbagi file dari aplikasi lain, dan yang istimewa lagi, Google Classroom mendukung akses offline.
Berbeda dengan produk Google lainnya, Google Classroom, sebagai bagian dari G Suite for Education, tidak menampilkan iklan apa pun dalam antarmuka aplikasinya. Lebih dari itu, data pengguna tidak dipindai atau digunakan untuk tujuan periklanan.
Jadi, kalau untuk proses belajar mengajar gunakan Google Classroom daripada Kulwap. Sebagaimana fungsi dasarnya, WhatsApp lebih baik kita gunakan untuk perpesanan saja, bukan untuk perkuliahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H