Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Ketika Pelatihan Digital Hanya Bisa Diperoleh di Kota Besar

2 November 2019   10:31 Diperbarui: 2 November 2019   10:36 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tingkat Keterlibatan Digital UMKM Indonesia (sumber: Google-Deloitte Access Economics)

"Terima kasih lho mas sudah bersedia memberi pelatihan di sini. Soalnya jarang sekali, dan mungkin belum pernah ada pelatihan digital di desa-desa," kata seorang Pendamping Desa di desa Suruh, Kabupaten Trenggalek.

Dua minggu yang lalu, saya diminta Gapura Digital untuk menjadi fasilitator materi pelatihan online di Desa Suruh, Kabupaten Trenggalek. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari permintaan Pendamping Desa Suruh yang mendapat bantuan dari Kementrian Pedesaan, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kementerian PDT).

Desa Suruh, Trenggalek merupakan sentra penghasil susu kambing etawa (SKE). Selama ini, hasil susu kambing mereka dijual mentah ke pabrik pengolahan susu kambing yang ada di Jawa Tengah. Untuk lebih memberdayakan hasil ternak dan ekonomi masyarakat sekitar, Kemendes PDT memberikan dana bantuan melalui Program Inkubasi Inovasi Desa Pengembangan Ekonomi Lokal.

Melalui program tersebut, Kemendes PDT berharap desa Suruh yang selama ini menjual mentah susu kambing mereka, akan memiliki pusat pengolahan susu kambing sendiri. Selain itu, masyarakat desa juga diberi pelatihan membuat produk hasil olahan susu kambing, seperti es krim, krupuk susu sampai permen susu kambing.

Program inkubasi tak hanya berhenti pada proses produksi saja, tapi juga bagaimana menjual produk mereka. Karena itu, warga desa Suruh, khususnya pelaku UMKM diberi pelatihan pemasaran online, agar produk buatan mereka bisa lebih dikenal dan dipasarkan pada masyarakat luas, tak hanya di seputaran Kabupaten Trenggalek saja.

Minimnya Pelatihan Digital di Kota-Kota Kecil

Apa yang disampaikan pendamping desa di atas memang benar adanya. Bukan hanya sekali ini saya mendapat keluhan tentang minimnya pelatihan digital di desa atau di kota-kota kecil. Hampir semua kegiatan pelatihan digital dipusatkan di kota-kota besar.

Seperti yang disampaikan Bu Nurul, pemilik usaha Tape Crispy di Bondowoso. Sewaktu saya menjadi fasilitator Gapura Digital atas undangan Bappeda Bondowoso, Bu Nurul mengatakan dirinya sampai harus pergi ke Kota Malang untuk mengikuti kelas pelatihan digital, karena tidak ada pelatihan serupa yang diselenggarakan di kotanya.

Memang, di kota besar banyak terdapat UMKM. Namun, apakah itu berarti kita harus menafikan keberadaan UMKM yang berada di kota-kota kecil, atau malah di desa-desa?

Harapannya tentu saja tidak seperti itu. Pelaku UMKM di kota kecil atau di daerah pelosok lainnya juga memiliki hak yang sama untuk memperoleh akses pelatihan digital. Namun hingga saat ini, belum terlihat pemerataan pelatihan digital untuk pelaku UMKM di seluruh Indonesia.

Beberapa perusahaan besar melalui dana CSR mereka memiliki program pelatihan digital, tapi semuanya terfokus di kota-kota besar. Padahal potensi UMKM tidak hanya terpusat di kota-kota besar saja. Justru, sumber daya UMKM paling banyak terdapat di kota-kota kecil, yang menjadi hulu dari produk-produk yang dijual UMKM kota besar.

Rendahnya Tingkat Keterlibatan Digital UMKM Indonesia

Tidak meratanya pelatihan digital yang selama ini diselenggarakan pemerintah maupun pihak swasta membuat angka keterlibatan digital UMKM masih rendah. Menurut data Kementerian Kominfo, baru 9,6 juta atau 17,1% dari total 56 juta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang berjualan secara online.

Padahal, menurut hasil riset bersama Google dan Deloitte Access Economics, keterlibatan digital pada usaha mikro kecil menengah (UMKM) dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahunan Indonesia sebesar 2%. Pertumbuhan tambahan tersebut dibutuhkan oleh Indonesia untuk menjadi negara berpenghasilan menengah pada 2025.

Riset bersama Google dan Deloitte Access Economics juga mengungkapkan ada empat tingkat keterlibatan digital UMKM secara digital berdasarkan adopsi teknologi, keberadaan online dan penggunaan media sosial serta pemberdayaan e-commerce, yakni:

  1. Bisnis offline: yaitu UMKM tanpa akses internet, tanpa komputer atau ponsel pintar, dan tidak memiliki website.
  2. Bisnis online dasar (basic): yaitu UMKM yang punya akses internet, memiliki perangkat digital tapi keberadaan online mereka bersifat statis, atau hanya sekedar terdaftar di direktori online saja.
  3. Bisnis online menengah (intermediate): yaitu UMKM yang aktif dalam keberadaan online dan terlibat langsung dalam jejaring sosial.
  4. Bisnis online lanjutan (advanced): yaitu UMKM yang memiliki konektivitas canggih, jejaring sosial yang terintegrasi dan kemampuan bisnis e-commerce.

Berdasarkan tingkat keterlibatan tersebut, lebih dari sepertiga UMKM Indonesia (36%) masih berjualan secara offline, sepertiga lainnya (37%) hanya memiliki kemampuan online yang sangat mendasar (basic), 18% memiliki kemampuan online menengah (intermediate) dan kurang dari sepersepuluh (9%) adalah bisnis online lanjutan (advanced).

Tingkat Keterlibatan Digital UMKM Indonesia (sumber: Google-Deloitte Access Economics)
Tingkat Keterlibatan Digital UMKM Indonesia (sumber: Google-Deloitte Access Economics)

Sebagai tindak lanjut dari risetnya, Google-Deloitte Access Economics memaparkan lima arahan kebijakan untuk mendukung UMKM digital di Indonesia, yakni:

  1. Meningkatkan akses broadband dan kualitas layanannya agar bisa mendorong adopsi teknologi digital oleh UKM.
  2. Membantu semua UKM menjadi bisnis digital.  Hingga saat ini sudah banyak instansi pemerintah yang telah menyediakan dukungan berupa program bagi UKM. Namun seringkali program ini tumpang tindih dan terbatas jangkauannya.
  3. Memperluas pembayaran elektronik atau e-payment. Hal ini dirasakan dapat meningkatkan kepercayaan dalam platform pembayaran e-commerce yang dapat meningkatkan volume transaksi digital di Indonesia.
  4. Memperluas akses terhadap investasi. UKM digital membutuhkan gabungan antara sumber investasi baik dari domestik maupun asing. Hambatan akses investasi dapat mengurangi potensi UKM untuk berkembang.
  5. Memperluas layanan pemerintah secara elektronik (e-government). Layanan pemerintah melalui online platform jauh lebih efektif dan efisien.

Lima arahan kebijakan tersebut akhirnya bermuara pada proses pemerataan pelatihan digital untuk UMKM, atau literasi digital pada masyarakat umum. Inilah yang tidak terlihat sampai saat ini. Baik dari sisi pemerintah, pihak swasta yang memiliki program bantuan, maupun dari pihak pemateri, para digitalpreneur.

Pelatihan Digital Jangan Hanya Terpusat di Kota Besar

Selama ini ada kesan pelatihan digital itu hanya bisa diselenggarakan di kota-kota besar. Tempatnya harus di hotel atau co-working space yang mewah dan instagrammable, dan pesertanya adalah anak-anak muda yang sudah melek teknologi.

Jika polanya seperti ini, bagaimana dengan nasib UMKM di kota-kota kecil? Bagaimana dengan orang-orang desa yang belum melek teknologi? Bagaimana dengan ibu-ibu rumah tangga, yang justru dari tangan mereka lah produk-produk UMKM berasal? Tidakkah mereka juga punya keinginan dan hak yang sama untuk akses internet dan pelatihan digital?

Penulis saat memberi materi pelatihan Google Bisnisku untuk kelompok Dasawisma Kampung Mahakam, Kota Malang (dokpri)
Penulis saat memberi materi pelatihan Google Bisnisku untuk kelompok Dasawisma Kampung Mahakam, Kota Malang (dokpri)

Saking seringnya pelatihan digital diselenggarakan di kota-kota besar, saya menangkap ada kejenuhan dari pesertanya. Sudah banyak pelatihan digital yang mereka terima selama ini. Malahan di beberapa sesi kelas Gapura Digital di Kota Malang, pesertanya kebanyakan mahasiswa yang "diwajibkan" dosennya untuk ikut serta.

Semangat mereka tidak sama dengan semangat yang diperlihatkan masyarakat desa atau pelaku UMKM di kota-kota kecil. Karena terlalu sering menerima pelatihan, semangat mencari ilmu baru tidak terlihat.

Ini juga yang dirasakan teman-teman fasilitator lainnya. Mereka bahkan merasa senang saat melatih peserta baru, yang benar-benar belum pernah mendapatkan pelatihan digital. Semangat berbagi ilmu seolah terbayar lunas dengan semangat belajar yang lebih tinggi yang diperlihatkan pelaku UMKM dan warga kota-kota pinggiran.

Dukungan dan kolaborasi antara lini serta pemerataan akses dan pelatihan digital ini sangat dibutuhkan UMKM Indonesia dalam usaha memperkuat pasar dan membuat mereka bisa bersaing di tengah ketatnya kompetisi pasar global. Karena sampai saat ini, sektor UMKM masih menjadi ujung tombak pertumbuhan ekonomi Indonesia dan menyumbang sekitar 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun