Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Awas, Buzzer Politik Memiliki Kecenderungan Psikopat!

9 Oktober 2019   21:11 Diperbarui: 9 Oktober 2019   21:23 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bayangan kita akan seorang psikopat tak lepas dari sosok yang memakai topeng dan meneror masyarakat. Mulai dari Michael Myers dari film Halloween atau Jason Voorhees dari film Friday the 13th. Dan yang terbaru adalah Arthur Fleck, yang lebih dikenal dengan nama Joker.

Tapi, sebenarnya para psikopat tidak melulu berpusat pada sosok yang mengenakan topeng, membawa senjata dan melakukan teror. Seperti yang diimajinasikan dalam film-film Hollywood. Psikopat justru selalu ada di sekitar kita.

Definisi dan Ciri-ciri Psikopat

Meskipun umumnya digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki penyakit mental, psikopat bukanlah istilah untuk diagnosis resmi. Definisi sebenarnya dari seorang psikopat dalam bidang psikiatri adalah gangguan kepribadian antisosial (Antisocial Personal Disorder/ASPD).

Menurut Dr. Prakash Masand, psikiater dan pendiri Centers of Psychiatric Excellence, ASPD menggambarkan seseorang yang menunjukkan pola manipulasi dan pelanggaran kepada orang lain.

"Kebanyakan orang mungkin menganggap ini menggambarkan seseorang yang pendiam, penyendiri, hanya peduli pada dirinya sendiri, dll. Namun, ini tidak terjadi di ASPD," jelasnya. "Ketika kita mengatakan anti-sosial dalam ASPD, itu berarti seseorang yang bertentangan dengan masyarakat, aturan, dan perilaku lain yang lebih umum."

Menurut Masand, ada beberapa tanda dan ciri-ciri umum yang sering tampak dari orang dengan kecenderungan ASPD, antara lain:

  • Perilaku yang tidak bertanggung jawab secara sosial
  • Mengabaikan atau melanggar hak orang lain
  • Ketidakmampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah
  • Kesulitan menunjukkan penyesalan atau empati
  • Kecenderungan untuk sering berbohong
  • Memanipulasi dan menyakiti orang lain
  • Masalah yang berulang dengan hukum
  • Mengabaikan tanggung jawab dan keselamatan umum.

Perilaku lain yang mungkin merupakan tanda-tanda ASPD termasuk kecenderungan untuk mengambil risiko, perilaku sembrono, dan menipu dengan sering berbohong.

Seiring dengan meningkatnya pengguna internet dan media sosial, orang-orang dengan kecenderungan perilaku antisosial juga semakin meningkat. Media sosial tak pelak menjadi kambing hitam dari kian banyaknya kasus-kasus depresi hingga bunuh diri.

Dengan memperhatikan ciri-ciri dari Masand tentang gejala umum orang yang memiliki kecenderungan antisosial, ada satu predikat pengguna sosial yang menurut saya memiliki kecenderungan sebagai psikopat.

Buzzer politik memiliki kecenderungan psikopat!

Jika Tempo menjuluki buzzer politik sebagai sampah demokrasi dan produk gagal dari era kebebasan berpendapat, saya lebih suka menyebut mereka adalah penderita ASPD alias psikopat. 

Perhatikan saja tingkah laku mereka di media sosial dan cocokkan dengan ciri-ciri umum penderita ASPD seperti yang dijelaskan Dr. Prakash Masand di atas.

Buzzer politik seringkali tidak mampu membedakan antara yang benar dan yang salah. Berita dan informasi hoaks pun bila perlu mereka viralkan. Bila di kemudian hari informasi yang mereka sebar itu palsu, cukuplah dengan menghapus postingan. 

Tak ada penyesalan, apalagi permintaan maaf pada pengguna media sosial lain yang sudah ikut menyebarkan informasi palsu tersebut. Ujung jari mereka lebih cepat bergerak daripada otak dan hati.

Contohnya bisa kita lihat dari kasus informasi hoaks ambulan PMI dan Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta. Adakah buzzer-buzzer politik yang tadinya melemparkan tuduhan itu menyesal atau meminta maaf pada pihak yang dirugikan?

Yang ada mereka cenderung mencari pembenaran. Cukup dengan menghapus postingan dan mengatakan mereka khilaf tidak mengecek kebenaran informasinya serta terlalu cepat menyebarkan kabar beritanya. Tapi, kekhilafan mereka ternyata selalu diulang-ulang.

Buzzer politik juga memiliki tendensi untuk sering berbohong dan manipulatif. Seperti yang dilakukan karakter fiksi anak-anak Pinokio, kebohongan mereka bersifat instruktif. Kebohongan satu dilakukan untuk menutupi kebohongan lainnya. Dengan begitu mereka berharap publik akhirnya percaya apa yang mereka sampaikan adalah sebuah kebenaran.

Dari ciri-ciri umum yang sering kita lihat pada buzzer politik tersebut, pada akhirnya bermuara pada ciri terakhir: mengabaikan tanggung jawab dan keselamatan umum. 

Bagi mereka, tujuan utamanya adalah untuk kepentingan kelompok tertentu atau pihak yang menyewa jasa mereka. Apakah kegaduhan yang mereka buat di media sosial berimbas pada kehidupan sosial di dunia nyata, mereka tidak peduli. 

Bagi mereka, semakin gaduh semakin baik karena itu menunjukkan tujuan mereka sudah tercapai.

Buzzer politik memang berbeda dengan buzzer biasa. Jika buzzer biasa adalah pengguna internet yang disewa jasanya untuk mempromosikan produk atau acara, buzzer politik disewa karena untuk menebar kabar dan analisa sesukanya. Tak jarang akibat ulah buzzer politik masyarakat bisa tersesat oleh informasi palsu, dan yang lebih mengerikan lagi adalah, perpecahan hingga jatuhnya korban yang tidak diinginkan.

Melihat dampak yang ditimbulkan buzzer politik semacam ini, adakah sebutan lain yang lebih tepat selain bahwa mereka itu memiliki kecenderungan psikopat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun