Anak STM tiba-tiba jadi topik berita di hampir semua media. Kali ini bukan karena aksi tawuran, yang karena terlalu seringnya mereka lakukan, seolah menjadi identitas yang melekat. Sampai-sampai muncul ungkapan "Bukan anak STM kalau belum pernah ikut tawuran."
Anak STM menjadi sorotan bukan pula karena prestasinya. Seperti dulu pernah ada siswa Sekolah Teknik Menengah yang konon bisa memproduksi mobil sendiri.
Sebab utama anak STM jadi bahan perbincangan kali ini tak lain karena para pelajar berseragam abu-abu putih ini ikut demonstrasi di DPR, mengikuti jejak kakak-kakak mahasiswa. Di media sosial, netizen ramai memberi dukungan moral pada anak STM yang ikut demo.
Tagar #STMMelawan memuncaki daftar trending topic di Indonesia. Diikuti tagar #DennySiregarDicariAnakSTM karena keyboard warrior dan buzzer politik yang satu ini dituding menghina dan mengatakan anak STM Banci.
Anak STM memang kerap diidentikkan dengan perilaku vandalisme. Suka tawuran, merusak sarana umum, anarkis dan tingkah polah lainnya yang tidak "berbudi luhur", jika itu istilah yang digunakan untuk menggambarkan bagaimana seharusnya para pelajar itu berperilaku.
Di luar aksi demonstrasi yang dilakukan anak STM, ada satu hal yang cukup mengganjal pikiran saya. Mengapa tiba-tiba muncul kembali istilah STM (Sekolah Teknik Menengah)? Bukankah nama STM sudah dilebur menjadi SMK (Sekolah Menengah Kejuruan)?
Menjawab pertanyaan tersebut, mari kita lihat sejarah panjang sekolah kejuruan di Indonesia.
Sekolah Pertukangan, Cikal Bakal Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia.
Nenek moyang anak STM dan pendidikan kejuruan di Indonesia boleh dibilang berasal dari zaman VOC. Sekolah berorientasi "kejuruan" pertama adalah Akademi Pelayaran (Academie der Marine) yang didirikan VOC pada tahun 1743, tetapi ditutup kembali pada tahun 1755.
Pada 1853, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Ambacht School van Soerabaia (Sekolah Pertukangan di Surabaya). Ini adalah sekolah kejuruan pertama di Indonesia.
Berbentuk sekolah teknik menengah, kelas belajarnya diselenggarakan malam hari untuk anak-anak Indo dan Belanda bekerja di siang hari. Pada 1856, sekolah serupa didirikan di Jakarta.