Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Kontroversi Film "The Santri" dan Hoaks yang Menyertainya

16 September 2019   22:14 Diperbarui: 18 September 2019   23:44 23160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cuplikan adegan film The Santri (sumber: dok. NU Channel melalui cnnindonesia.com)

Dalam postingannya, terlihat potongan gambar Veve Zulfikar menyerahkan buku pada Wirda Mansyur. Pada buku itu nampak jelas pada covernya tertulis "Qurrotul Uyun". 

Ini adalah kitab kuning klasik yang berisi panduan untuk menakhodai bahtera rumah tangga dan menuntun langkah dalam menelusuri lika-liku kehidupan seksual.

Dalam kitab buah karya Syaikh Muhammad Al Tahami bin Madani ini, terdapat pula tutorial posisi berhubungan badan yang sesuai dengan adab Islam.

Padahal dalam trailer aslinya, cover buku yang diserahkan Veve Zulfikar tidak bertuliskan apapun. Saya sendiri tidak tahu apa motif di balik hoaks tersebut. 

Kemungkinan besar supaya netizen mudah terpancing emosinya karena bagaimanapun juga konsep pendidikan seks di pondok pesantren masih dianggap tabu.

Meskipun tak dapat dipungkiri, bagi banyak santri dewasa kitab Qurrotul Uyun ini sudah familiar dan saya yakin mereka pernah mengetahui dan mempelajarinya.

Saya sangat setuju film ini tidak menggambarkan kehidupan santri di ponpes dengan sebenar-benarnya. Namun saya sangat menyayangkan adanya hoaks tersebut.

Tanpa harus memfitnah, kita seharusnya bisa mengkritik film ini dengan baik dan menjelaskan seperti apa dunia santri yang sebenarnya.

Bagaimanapun juga, film adalah karya seniman, bukan karya seorang pendidik apalagi pengkhotbah. Sebagai seniman, sah-sah saja Livi Zheng mengekspresikan jiwa seninya. 

Namun, sebagai seniman pula Livi Zheng hendaknya bisa berlaku teliti dan jujur. Ketelitian dan kejujuran seorang seniman dituntut agar film yang dihasilkannya bisa dihidangkan sebagaimana adanya. Bukan dengan penggambaran palsu atau atas pesanan pihak tertentu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun