Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih asal Papua, Yorrys Th Raweyai menyebut ada 7 tuntutan masyarakat Papua ketika dirinya hadir menemani Kapolri Tito Karnavian dan Menkopolhukan Wiranto yang datang ke Papua pada Kamis (22/8). Menurut Yorrys, tuntutan itu bukanlah darinya, tapi dari masyarakat Sorong dan Manokwari yang dibacakan pada demonstrasi Rabu 21 Agustus 2019.
"Artinya Presiden harus datang. Kemudian usut tuntas kasus ini," kata Yorrys ketika ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/8/2019).
Berikut tujuh tuntutan massa di Sorong saat aksi demo yang berlangsung di lapangan Apel Kantor Wali Kota Sorong, pada Rabu 21 Agustus 2019.
- Agar Pemerintah RI segera memulangkan mahasiswa Papua dari Tanah Jawa kembali ke Papua.
- Mereka juga mendesak agar presiden mewakili segenap Bangsa Indonesia meminta maaf kepada rakyat bangsa Papua.
- Pemerintah harus segera bubarkan ormas Banser dari negara Republik Indonesia.
- Negara RI segera tarik militer organik dan nonorganik dari tanah Papua, biarkan 'monyet hidup' sendiri di bangsanya sendiri,"
- Agar Presiden Jokowi memecat oknum anggota TNI yang mengeluarkan statement 'monyet' kepada mahasiswa Papua.
- Meminta agar Pemerintah RI memberikan kebebasan bagi Papua menentukan nasib sendiri. "The right of the self determination for west Papua" kepada rakyat Papua.
- Apabila pemerintah Indonesia tidak mengindahkan pernyataan kami dan melakukan hal yang sama, maka kami akan duduki.
Mencermati tuntutan masyarakat Papua seperti yang dituturkan Yorrys tersebut, ada satu poin tuntutan yang cukup mengusik dan menimbulkan pertanyaan tersendiri, yakni pada poin nomor 3. Apa hubungannya Banser dengan demonstrasi yang mengakibatkan kerusuhan di Manokwari tersebut?
Harus diakui, setiap kali ada gejolak sosial dan keamanan yang terjadi di Papua, nama Banser selalu ikut diseret. "Barisan Anshor Serba Guna", yang merupakan satuan pengamanan dibawah bendera GP Anshor ini bahkan kerap menjadi sasaran bullying dari netizen.
Silahkan mencermati komentar atau postingan di media sosial apabila ada berita tentang gejolak sosial di Papua. Hampir semuanya menyindir keberadaan Banser dan dengan nada satir meminta Banser untuk turun tangan langsung ke Papua.
Mungkin karena saking jengkelnya dengan sindiran tersebut, dan ingin menjelaskan fungsi dan peranan Banser, beberapa waktu lalu akun Instagam Gus Miftah, salah seorang tokoh muda NU dan Anshor mengunggah rekaman video yang isinya menjawab "tantangan" netizen tersebut.
Menurut Gus Miftah, Banser tidak memiliki payung hukum untuk ikut membantu meredakan gejolak keamanan di Papua. Banser bukan TNI atau Polri yang punya kewenangan dan tanggung jawab mengurusi masalah keamanan daerah.
"...yang lucu itu kalau gak punya wewenang sebagai aparat, tetapi berperilaku dan berlagak seperti aparat," kata Gus Miftah di akhir rekaman video Instagramnya.
Alih-alih mendinginkan suasana, unggahan Gus Miftah ini justru memancing bullying yang lebih banyak lagi. Sekali lagi dengan nada satir, netizen mempertanyakan apakah Gus Miftah sedang menyindir Banser sendiri?
Pasalnya, netizen mengaitkan pernyataan Gus Miftah tersebut dengan kenyataan di lapangan. Mereka mengungkit kembali aksi pembubaran kajian dan persekusi beberapa ustad yang dilakukan oknum Banser. Tak lupa, netizen juga menyindir slogan "NKRI Harga Mati" yang selalu digaungkan Banser setiap kali ada demonstrasi yang dilakukan salah satu ormas.