Sherly Annavita memang kerap bersuara vokal terhadap isu-isu sosial dan politik. Pasca pilpres dua bulan lalu, Sherly pernah membuat konten di YouTube dengan judul 'Saya Cebong, Kamu Kampret?'.
Konten ini jika dilihat sekilas mengindikasikan Sherly sebagai Cebong, istilah untuk netizen pendukung Jokowi. Namun itu ternyata hanya judul pemanis konten saja, bukan bentuk dukungan Sherly kepada Jokowi.
Dalam konten videonya itu Sherly mengatakan, istilah cebong dan kampret telah membuat banyak hati terluka, keluarga retak, persahabatan renggang dan hubungan lainnya terputus.
"Kita terjebak untuk saling ejek dan menjatuhkan. Yang biasanya akan berakhir dengan dendam dan rasa ingin puas tak berkesudahan," katanya.
Menurut Sherly, masyarakat yang terpolarisasi dalam cebong dan kampret, sedang tertipu. Hakikat pemilu, kata dia, sebenarnya adalah menghasilkan sebaik-baiknya pemerintahan dan pro terhadap rakyat. Ia meminta pertarungan cebong dan kampret disudahi karena keduanya bukan musuh.
"Musuh kita yang sebenarnya adalah ekonomi yang memburuk, pengangguran yang semakin banyak, harga-harga yang semakin mahal, keuangan negara yang sangat tergantung dengan hutang dan hukum yang terkesan tebang pilih," jelasnya.
Penulis muda yang produktif
Selain pembuat konten di YouTube, Sherly juga penulis yang produktif. Pada 2015, Sherly meraih juara pertama kompetisi menulis yang diadakan DPR RI. Kebiasaan menulis ini Sherly kembangkan sejak ia masih duduk di bangku sekolah. Saat kuliah, tulisan Sherly juga sering dipublikasikan di media online kampus setempat.
Seperti tulisan berjudul Notes from Melbie: Minoritas di tengah kemayoritasan.
Dalam esainya tersebut, Sherly menceritakan pengalaman hidupnya menjadi minoritas saat menempuh pendidikan di Melbourne. Tak lupa, Sherly juga mengajak segenap diaspora untuk meluaskan sudut pandang dalam memahami keberagaman dan perbedaan.
Bukankah justru dengan berbeda kita cenderung lebih banyak belajar? Belajar sesuatu yang baru, memahami sudut pandang baru, dan merasakan pengalaman baru. Karena pada dasarnya, nurani akan kembali pada hakikat. Hakikat yang sesuai dengan keharusan dan kesemestiannya. Kalo begini pola pikirnya, baru benar menggunakan ayat, "berjalanlah di muka bumi Allah, agar semakin banyak yang kau lihat. Semakin besar ketundukanmu pada Sang Pencipta dan semakin banyak kita bersyukur". Lihat, dengar, pahami.