Itulah jawaban Tuhan atas doa kita, rakyat Indonesia. Kita tidak bisa memaksakan keinginan kita sendiri supaya calon pemimpin yang kita kehendaki bisa berkuasa, karena kekuasaan itu adalah milik Allah yang dianugerahkan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Itu sebabnya Al Qur'an mengajarkan pada umat Islam sebuah doa sekaligus pengakuan: "Wahai Allah, pemilik kekuasaan, Engkau memberi kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan mencabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki (QS. 3:26).
Melalui putusan sidang MK, sekaligus legitimasi pemimpin terpilih bagi bangsa Indonesia ini, Tuhan seakan menegur dan memberi tahu kita bahwa ada yang salah dengan doa kita untuk memilih penguasa. Ada hal lain yang lebih berarti dari sekedar keinginan supaya calon yang kita dukung bisa terpilih menjadi pemimpin.
Bukankah akan lebih baik apabila kita berdoa memohon kekuatan dari Tuhan untuk menerima apapun yang direncanakan-Nya? Bukankah lebih baik apabila alih-alih memohon supaya calon yang kita dukung bisa terpilih, kita berdoa supaya siapapun yang terpilih nanti bisa menjadi pemimpin yang baik, adil dan bijaksana?
Doa untuk penguasa seperti itu sedemikian pentingnya hingga ulama-ulama terdahulu seperti Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali) berkata: "Seandainya ada satu doa yang (kita ketahui) makbul, niscaya itu kita gunakan untuk mendoakan pemimpin (yang baik dan adil)".
Itulah doa yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia, yang selama kontestasi pilpres ini memiliki harapan dan doa yang sama dengan kita terkait calon pemimpin yang didukung. Itulah doa yang tidak akan mengakibatkan kita bergembira di atas penderitaan orang lain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI