Laju kereta Doho-Penataran mulai melambat, kemudian berhenti sempurna. Disusul suara pengumuman dari pramugara kereta yang terdengar di seantero gerbong. "Penumpang Kereta Api Doho-Penataran, kereta saat ini berhenti di Stasiun Sumberpucung. Kereta akan berhenti sekitar 40 menit karena ada susulan kereta Malioboro Express. Bagi penumpang yang ingin......"
Belum selesai pengumuman itu dibacakan, para penumpang sudah ramai berkomentar.
"Aduh...nyampai di Malang jam berapa?."
"Di luar ada yang jual makanan gak yah?."
"Keluar dulu yuk, udah kebelet nih."
Dan beragam komentar lainnya. Ada yang mengeluh karena jadwal kedatangan pasti terlambat, tak sedikit pula yang bersyukur karena ada kesempatan untuk buang hajat. Bagi para perokok, saat kereta berhenti lama di stasiun merupakan kesempatan emas, karena mereka bisa melampiaskan hasrat merokok yang harus ditahan selama perjalanan.
Hampir separuh penumpang kereta saya lihat memutuskan untuk keluar gerbong, termasuk saya yang ingin membeli minuman. Di luar gerbong kereta, di dalam stasiun kecil yang masuk wilayah Kabupaten Blitar ini, terlihat antrian penumpang di pintu keluar. Satu per satu mereka keluar stasiun, menuju toko-toko di sekitar. Para pedagang kaki lima yang tiap hari mangkal di stasiun pun ikut kebagian rezeki. Penjual bakso, penjual cilok tampak sibuk melayani pesanan penumpang kereta.
Antrian yang lebih banyak terlihat di depan pintu toilet stasiun dan di depan tempat wudhu yang terletak di sebelah mushola kecil. Saat itu sudah hampir masuk waktu sholat Ashar. Mungkin para penumpang yang antri untuk wudhu dan sholat itu sedang mengejar waktu sholat Dhuhur yang sebentar lagi mau habis.
Agama Islam mewajibkan setiap pemeluknya untuk sholat lima waktu, di manapun dan dalam kondisi apapun. Tidak ada pengecualian, sekalipun untuk yang sedang menderita sakit berat.
Namun, kaidah hukum Islam menegaskan pula bahwa "kesulitan melahirkan kemudahan". Artinya, "jika seseorang mengalami kesulitan dalam pelaksanaan syariat agama, maka ia mendapat pengecualian sehingga memperoleh kemudahan.
Sebagaimana firman Allah SWT, "Allah tidak menjadikan sedikit kesulitan pun dalam hal beragama" (QS. 22:78).
Sayangnya, jalan-jalan kemudahan ini tidak banyak diketahui umat karena banyak ulama cenderung "enggan mempopulerkannya".
Seperti dalam kasus sholat saat sedang dalam perjalanan. Hukum Islam membolehkan setiap Muslim yang sedang melakukan perjalanan (dalam jarak minimal yang sudah disepakati ulama) untuk menggabungkan dua sholat dalam satu waktu, atau yang disebut sholat jama'. Sholat Dhuhur digabung dengan sholat Ashar dan sholat Maghrib digabung dengan sholat Isya'.
Hukum Islam juga membolehkan setiap Muslim yang sedang melakukan perjalanan untuk sholat tetap di tempat kendaraannya yang sedang melaju. Artinya, sholatnya tidak harus dilakukan di mushola atau di tempat sholat khusus yang menghadap ke arah kiblat. Setiap Muslim yang sedang bepergian boleh sholat dengan posisi duduk menghadap ke arah kemanapun kendaraannya mengarah.
Tapi seperti yang saya lihat dan ceritakan ini, masih banyak umat yang belum mengetahui dan memahami kemudahan yang diberikan Islam dalam menjalankan syariatnya. Mereka seolah merasa kurang afdhol jika sholatnya tidak dilakukan di mushola. Mereka seolah merasa kurang nyaman jika tidak sholat dengan sikap gerakan sholat yang sempurna.
Niat mereka memang bagus, namun dikhawatirkan kekhusyukan sholat mereka berkurang. Karena bagaimanapun juga, bukankah mereka harus berpacu dengan waktu dan rasa khawatir ketinggalan kereta?
Satu hal yang patut diteladani dari kejadian yang saya saksikan pada saat itu adalah keteguhan mereka dalam mendirikan sholat. Di saat banyak dari kita yang mungkin malah meremehkan dan tidak peduli dengan kewajiban sholat ini saat sedang bepergian.
Hanya lima kali sehari Allah mewajibkan kita menghadap kepada-Nya. Malu rasanya jika kita yang telah mendapatkan anugerah-nya, yang tidak terbilang banyaknya ini malah mengabaikan kewajiban tersebut hanya karena "halangan" bepergian.
Malu pula rasanya jika hanya pada saat-saat kepepet atau terdesak, saat cemas dan mengharap sesuatu, kita baru berkunjung ke haridat-Nya. Jika ada yang seperti ini, jangan salahkan Tuhan apabila Dia tidak menghiraukan hamba-Nya yang datang tanpa menampakkan kebutuhan kepada-Nya, atau tidak memuja dan memuji-Nya dengan sepenuh hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H