Marah adalah pokok dari berbagai kejahatan, dan menahan diri untuk tidak marah adalah pangkal dari segala kebaikan. Rasulullah SAW mengajarkan ummatnya untuk mengendalikan amarah dalam sebuah nasehat singkat pada sahabat Abu Darda r.a,Â
"Jangan engkau marah, maka bagimu surga" (HR. Thabrani).
Dalam hadist riwayat lain, diceritakan seorang  sahabat bernama Jariyah bin Qudamah. Ia meminta wasiat kepada Nabi dengan sebuah wasiat yang singkat dan padat yang mengumpulkan berbagai perkara kebaikan, agar ia dapat menghafalnya dan mengamalkannya. Maka Nabi berwasiat kepadanya agar ia tidak marah.Â
Dari Abu Hurairah r.a, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW : "Berilah aku wasiat". Beliau menjawab, "Engkau jangan marah!" Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi SAW bersabda: "Engkau jangan marah!" (HR. Bukhari no. 6116, Ahmad, At Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Thabrani).
Sifat marah adalah tabiat alami manusia yang tidak bisa dihilangkan. Maksud dari hadist Rasulullah SAW diatas adalah bukan untuk menghilangkan rasa marah, karena hal ini tidaklah mungkin. Yang dikehendaki Rasulullah sebagai pelajaran bagi ummatnya adalah supaya kita bisa mengendalikan rasa marah yang membuncah dalam dada.
Marah dikatakan sebagai pokok berbagai kejahatan karena orang yang marah bisa melakukan berbagai perbuatan yang dilarang dan diharamkan agama. Orang yang tidak bisa mengendalikan emosi dan amarahnya bisa memukul, mencaci, mengeluarkan kata-kata kotor, menyiksa orang atau makhluk hidup lain, menyakiti orang lain, hingga dengan ringan tangan bisa membunuh.Â
Berbagai bentuk kedzaliman dan permusuhan berkumpul jadi satu dalam rasa marah yang tidak terkendali. Karena itu para ulama terdahulu mengatakan, marah adalah pintu dari segala sifat dan perbuatan jahat. Imam Ibnu Mubarak suatu ketika ditanya "Kumpulkanlah untuk kami akhlak yang baik dalam satu kalimat", beliau menjawab "tinggalkanlah amarah".
Kiat meredam amarah menurut ajaran Islam
Banyak hadist Rasulullah SAW yang memberi kita petunjuk bagaimana mengatasi dan mengendalikan rasa marah, diantaranya adalah:
- Membaca ta'awudz, meminta perlindungan pada Allah dari godaan setan.
Marah adalah bara api yang dilemparkan setan ke dalam dada setiap anak Adam. Karenanya, kita dianjurkan membaca ta'awudz apabila rasa marah tiba-tiba ingin menyeruak keluar dada. Hadist dari Abu Hurairah r.a menyebutkan,
"Jika seseorang dalam keadaan marah, lantas ia ucapkan, 'A'udzu billah (Aku meminta perlindungan kepada Allah)', maka redamlah marahnya." (HR. As-Sahmi).
 - Diam, dan tidak menimpali perkataan orang lain yang menimbulkan rasa marah.
Wujud dari rasa marah itu keluar dalam bentuk ucapan atau perbuatan. Bila seseorang marah, keluarlah ucapan kotor, makian, ujaran kebencian dan perkataan lain yang tidak diridhai Allah. Bahkan tak jarang pula pada orang yang marah tersebut keluar ucapan yang mengarah pada kekufuran. Kalau seseorang memaksa dirinya untuk diam ketika akan marah, hal-hal yang rusak tadi tidak akan terjadi.
 "Jika salah seorang di antara kalian marah, diamlah." (HR. Ahmad).
- Berwudhu
Yang bisa memadamkan api adalah air. Begitu pula yang bisa memadamkan bara api kemarahan yang dilempar setan pada kita, tak lain adalah air wudhu sebagai bentuk penyucian hati dan jiwa.
"Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu." (HR. Abu Daud, no. 4784).
- Berganti posisi
Rasa marah yang timbul menyebabkan aliran darah dalam tubuh mengalir kencang dan cepat. Jika kita perhatikan bagaimana rupa orang marah, akan terlihat matanya memerah dan urat-uratnya menegang. Sungguh tepat apabila Nabi SAW menasehatkan kita untuk berganti posisi jika rasa marah mulai timbul.
"Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula maka berbaringlah." (HR. Abu Daud, no. 4782).Â
Dengan berganti atau berpindah posisi, kita bisa mengendorkan urat-urat yang tadinya menegang sehingga aliran darah dalam tubuh kembali mengalir normal dan rasa marah pun perlahan akan mereda.
Mengendalikan Amarah jalan menuju kemenangan ibadah puasa Bulan Ramadan.
Perintah puasa dimaksudkan Allah adalah supaya kita bisa mengendalikan segala hawa nafsu. Tak hanya nafsu jasmaniah seperti makan, minum dan berhubungan seksual. Karena jika hanya nafsu jasmani saja, kambing juga bisa berpuasa. Cukup lepaskan saja kambing itu di kandangnya dan jangan beri makan, minum dan kesempatan berhubungan seksual selama sehari semalam.
Namun, esensi dari puasa sebagai bentuk menahan diri ini adalah bagaimana kita bisa menahan segala bentuk nafsu yang bisa memperbudak kita. Seseorang yang mampu mengendalikan diri dalam kebutuhan hidup yang paling pokok ini (makan, minum dan seks), tentunya diharapkan juga mampu mengendalikan diri atas dorongan naluri atau nafsu lainnya, seperti rasa marah.
Dengan pengendalian diri tersebut, puasa kita akan mencapai kemenangan dalam wujud kedekatan kita pada Allah SWT. Di celah-celah penjelasan tentang kewajiban berpuasa Ramadan, Allah menegaskan bahwa "Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu mengenai Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku itu dekat" (QS. Al Baqarah: 186).Â
Penggalan ayat ini memberikan isyarat jelas pada kita bahwa puasa -- dalam arti mengendalikan hawa nafsu -- adalah cara mendekatkan diri kepada Allah. Inilah puncak kemenangan orang yang berpuasa Ramadan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H