Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Bukan dengan "Yang Manis", Beginilah Tuntunan Berbuka Puasa yang Benar

21 Mei 2019   00:35 Diperbarui: 21 Mei 2019   00:50 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbuka puasa dengan kurma atau seteguk air (dokumentasi Himam Miladi)

"Berbukalah dengan yang manis". Kalimat ini begitu populer disampaikan di waktu bulan Ramadan. Bahkan pernyataan ini seolah menjadi slogan tak resmi dari banyak iklan makanan dan minuman untuk mempromosikan produk mereka.

Tak ada Hadist Yang Menganjurkan Untuk Berbuka dengan yang manis

Hingga kemudian beredar anggapan bahwa kalimat "Berbuka dengan yang manis" ini adalah sebuah hadist. Padahal ini salah besar. Tak ada hadist dan tuntunan dari Rasulullah SAW untuk berbuka dengan yang manis!

Nah loh, jadi apa yang benar dan menjadi tuntunan dari Rasulullah untuk berbuka puasa?

Pernyataan "berbuka dengan yang manis" sebenarnya buah dari salah persepsi hadist berikut:

Dari Anas bin Malik r.a, beliau berkata,

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah (ruthab), jika tidak ada ruthab maka berbuka dengan kurma kering (tamr), jika tidak ada tamr maka minum dengan satu tegukan air." (HR. Ahmad, Abu Dawud, sanadnya shahih).

Perhatikan redaksi hadist tersebut. Urutan dari tuntunan Rasulullah SAW adalah kita dianjurkan untuk berbuka dengan kurma basah (ruthab), dan bila tidak ada dengan kurma kering (tamr), dan bila tidak ada juga cukup dengan minum air (segar). Secara redaksional hadist, tidak ada perkataan Rasulullah yang menyebut dan menganjurkan umat Islam untuk berbuka dengan yang manis.

Asal muasal istilah Berbuka dengan yang manis

Tentang berbuka dengan yang manis, Pernyataan ini timbul dari penafsiran satu dua ulama jaman dahulu. Yang sering dipakai sebagai pedoman adalah penafsiran dari Al Qadhi Ar Ruyani, salah seorang ulama madzhab As Syafi'iyah. Dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, beliau berpendapat sebagai berikut :

"Berbuka itu dengan kurma, bila tidak ada maka dengan halawah (manis-manis), bila tidak ada maka dengan air".

Namun, pendapat Ar Ruyani ini dinilai banyak ulama sebagai pendapat yang syadz, atau bukan pendapat yang bisa diterima. Alasannya karena sudah ada tuntunan hadist shahih dari Rasulullah yang menganjurkan untuk berbuka dengan (sesuai urutannya) ruthab, tamr, atau seteguk air.

kurma Ruthab (dokumentasi Himam Miladi)
kurma Ruthab (dokumentasi Himam Miladi)

Beberapa ulama juga berpendapat, timbulnya persepsi tentang berbuka dengan yang manis ini karena umat salah mengerti dan salah mengartikan kata halawah (manis). Kata halawah dalam kamus bahasa Arab memang berarti makanan yang rasanya manis. Namun tidak semua jenis makanan yang rasanya manis lantas disebut dengan halawah.

Orang Arab tidak menyebut batang tebu atau gula yang rasanya manis itu sebagai halawah. Orang Arab juga tidak mengenal dan mengatakan kolak pisang, bubur kacang hijau hingga es sirop yang manis itu sebagai halawah. Jadi, perbedaan pengertian tentang arti kata halawah inilah yang mungkin menjadi sebab timbulnya istilah "berbuka dengan yang manis".

Tidak dianjurkan untuk berbuka puasa dengan makan atau minum yang manis langsung

Dari sisi kesehatan, berbuka puasa langsung dengan makanan atau minuman yang manis juga sangat tidak dianjurkan. Saat berpuasa, tubuh kita kekurangan asupan gula sehingga menyebabkan tubuh terasa lemas.

Karena itu, saat berbuka puasa banyak orang yang memilih makanan atau minuman yang manis dengan anggapan hal ini tidak masalah karena selama setengah hari kita mengonsumsi apapun. Banyak pula yang berpikir dengan mengonsumsi segala jenis makanan dan minuman yang manis akan bisa mengembalikan energi yang hilang saat berpuasa.

Padahal, dengan langsung makan atau minum dengan yang manis, hal ini akan memicu penurunan kadar gula darah yang berimbas pada lemah dan lesunya tubuh kita usai berbuka puasa. Tak hanya itu, terlalu sering mengonsumsi makanan manis juga bisa memicu resistensi insulin sehingga bisa berimbas pada meningkatnya risiko terkena diabetes.

tidak dianjurkan berbuka puasa langsung makan/minum yang manis (dokumentasi Himam Miladi)
tidak dianjurkan berbuka puasa langsung makan/minum yang manis (dokumentasi Himam Miladi)

Lalu, bagaimana dengan mengonsumsi kurma kering (tamr) yang rasanya juga manis?

Dikutip dari situs doktersehat, pakar kesehatan menyebutkan bahwa kurma memiliki kandungan karbohidrat kompleks yang aman bagi kesehatan. Sementara itu, kandungan di dalam makanan atau minuman manis yang kerap kita konsumsi saat berbuka memiliki kandungan karbohidrat sederhana. Yang membedakan kedua jenis karbohidrat ini adalah, karbohidrat sederhana bisa berpengaruh buruk bagi kadar gula darah dan kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Berbuka dengan yang manis hanya bahasa iklan

Jadi bisa kita lihat, anjuran dari Rasulullah sebagaimana bunyi hadist beliau untuk berbuka dengan kurma, atau bila tidak ada cukup dengan seteguk air sudah tepat secara ilmiah. Kita tidak dianjurkan untuk langsung mengonsumsi makanan atau minuman yang manis-manis karena tidak baik untuk kesehatan tubuh kita.

Jika kemudian istilah "berbuka dengan yang manis" itu lebih populer dan malah dianggap sebagai anjuran dan tuntunan, itu karena kita sudah terjebak dalam bahasa iklan. Dalam konteks periklanan, setiap copywriter tentunya akan berusaha sebisa mungkin bagaimana produk yang mereka iklankan bisa mengena dan diterima masyarakat. Termasuk mengutip dan menyalahartikan sebuah hadist.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun