Seperti apa sholat tarawih yang bisa menjadikan kita syirik?
Menurut KH. Ali Mustofa Ya'kub, beribadah itu harus berdasarkan dalil, jangan mengikuti selera atau hawa nafsu. Beribadah yang mengikuti selera atau hawa nafsu justru berdosa, bahkan sangat berbahaya. Sebab pelakunya bisa syirik. Di dalam al~Qur'an, ada ayat yang menyebutkan:
Â
Tahukah kamu orang yang menjadikan seleranya sebagai Tuhannya? (Surah al-Furqan/25: 43).
Jadi apabila kita beribadah bukan karena taat kepada Allah, melainkan taat dan menuruti selera alias hawa nafsu, maka kita telah menjadikan selera itu sebagai tuhan. Dan ini sangat berbahaya karena mempertuhankan selain Allah itu adalah syirik. Apabila kita syirik, maka seluruh amal kita akan hancur, tidak ada gunanya.
Contohnya adalah apabila kita melaksanakan sholat tarawih 8 rakaat hanya karena kita ingin lebih cepat selesai, daripada mengikuti sholat tarawih yang 20 rakaat yang makan waktu lebih lama. Singkatnya, kita memilih datang ke masjid yang melakukan shalat tarawih 8 rakaat, atau yang melakukan sholat tarawih secara kilat karena pertimbangan lebih cepat dan mengikuti nafsu ingin praktis, ingin lekas selesai dan pulang untuk mengerjakan kesibukan lain. Ini oleh KH. Ali Mustofa Ya'kub bisa dikategorikan syirik, sebab mendasarkan ibadah sholat tarawih karena hawa nafsu, bukan karena ketaatan pada Allah SWT dan RasulNya.
Lebih jelasnya, KH. Ali Mustofa Ya'kub mengatakan,Â
"Oleh karena itu, seyogyanya dalam ibadah shalat tarawih, kita tidak berorientasi kepada angka, alias jumlah rakaat. Silakan mau tarawih delapan rakaat asalkan mengikuti Hadis yang tidak membatasi shalat tarawih tadi. Namun orientasinya adalah lama dan bagusnya shalat itu. Begitu pula tarawih yang dua puluh rakaat, atau empat puluh rakaat, harus lama dan bagus. Tarawih delapan rakaat tentu bacaannya panjang, sedangkan tarawih duapuluh rakaat lebih banyak ruku dan sujudnya. Semuanya baik, asalkan tidak menuruti selera atau hawa nafsu."
Waallohu a'lam.
Catatan: KH. Ali Mustofa Ya'kub (Allahu yarham) adalah pendiri Darus-Sunnah International Institutes for Hadith Science, pernah menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal ke-4.Â
Referensi Pustaka:Ali Mustofa Ya'qub, Hadis-Hadis Bermasalah, Pustaka Firdaus, 2003, h. 137-159.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H