Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Musik Patrol, Tradisi Ramadan yang Tak Lekang oleh Zaman

9 Mei 2019   09:22 Diperbarui: 9 Mei 2019   10:08 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kelompok musik patrol para remaja di Jember sedang berpatroli membangunkan warga untuk sahur (sumber foto: Antara Foto/Hadiyanto)

Di Jawa Timur, masyarakat menyebutnya musik patrol, diambil dari kata patroli, yang artinya ronda atau berkeliling sembari sesekali memukul kentongan, alat musik ketuk dari bambu atau jati yang berongga. Sementara di Jawa Tengah dan Yogyakarta, masyarakat menyebutnya "tongtek", dari kata kentongan dan bunyi "tek, tek" yang dihasilkan kentongan tersebut.

Bermain musik patrol, atau tongtek ini adalah salah satu dari sekian banyak tradisi yang dilakukan umat islam Indonesia dalam menyambut dan mengisi bulan Ramadan. Dalam tradisi masyarakat di kampung atau desa-desa, Ramadan seolah terasa sepi dan hambar jika tidak ada musik patrol atau tongtek yang membangunkan mereka untuk persiapan makan sahur.

Sebagai bentuk akulturasi budaya, musik patrol atau tongtek tidak kehilangan ciri khas budaya lokal yang sudah mengakar di masyarakat. Alat musik yang digunakan adalah kentongan, salah satu alat musik tradisional yang banyak digunakan masyarakat Indonesia, dengan berbagai penyebutannya. Sementara tujuan dari aktivitas musik patrol, yakni membantu membangunkan kaum muslim untuk mempersiapkan makan sahur, tidak bertentangan dengan ajaran islam itu sendiri.

Sejarah Kentongan dan Musik Patrol

Awalnya, kentongan digunakan sebagai alat pendamping ronda (patroli) untuk memberitahukan adanya pencuri atau bencana alam. Kentongan tersebut dibunyikan dengan irama yang berbeda sesuai jenis peristiwa yang sedang terjadi, mirip seperti kode morse. Dalam masyarakat pedalaman, kentongan juga seringkali digunakan surau-surau kecil atau masjid untuk memanggil umat islam bahwa waktu sholat telah tiba.

Pergeseran fungsi kentongan, dari alat komunikasi menjadi alat musik tidak diketahui dengan jelas sejarahnya. Begitu pula proses akulturasinya dengan bulan Ramadan, belum ada sumber literatur yang menerangkan sejak kapan kentongan dimainkan membentuk irama musik untuk membangunkan orang ketika waktu sahur telah tiba.

Saya hanya bisa menduga, sesuai dengan cerita dari orang tua secara turun temurun, musik patrol berawal dari selingan warga saat melakukan ronda. Untuk mengatasi rasa bosan saat patroli atau berkeliling kampung menjaga keamanan, warga yang patroli tersebut lantas memainkan kentongan mereka secara bersahutan. Inilah yang kemudian membentuk kesenian tersendiri, yakni seni musik patrol.

Jika didefinisikan dalam bahasa yang lebih ilmiah, seni musik patrol adalah jenis musik rakyat yang bersifat ritmis, tanpa peralatan diatonik (alat musik yang memiliki bunyi sesuai tangga nada musik). Musik yang dimainkan sangat kompak dan kompleks, bersahut-sahutan satu dengan lainnya dan membentuk nada musik yang enak didengar.

Kesenian musik patrol inilah yang kemudian dibawa saat bulan Ramadan tiba, yang dimainkan hanya di waktu dini hari untuk membantu warga bangun mempersiapkan makan sahur. Namun dalam perkembangannya, seni musik patrol mengalami pergeseran, terutama dari sisi musikalnya.

Pergeseran musikalitas Musik Patrol

Alat musik yang dimainkan ketika berpatroli membangunkan warga tidak hanya kentongan saja. Drum, atau benda-benda lain yang bisa menghasilkan bunyi dimainkan warga, terutama anak-anak muda saat berpatroli sahur. Bahkan saya pernah mendapati sekelompok anak muda yang patroli sahur di sebuah kampung membawa terompet dan memainkannya. Yang lebih sadis, beberapa peralatan dapur juga kadang dipaksa untuk ikut main musik patrol.

Sebenarnya tidak masalah mereka memainkan alat musik apapun, karena musik patrol tidak hanya terbatas pada kentongan saja. Yang jadi masalah adalah seringkali anak-anak muda ini bermain musik patrol secara buta nada!

Alhasil, seni musik patrol pun kehilangan maknanya. Dari yang semula untuk membantu warga bangun dan mempersiapkan makan sahur, sekarang musik patrol dianggap menganggu kenyamanan tidur. Toh tanpa musik patrol pun, setiap warga sudah punya alarm sendiri-sendiri. Tanpa harus dibantu dengan suara gedombrengan ini, warga sudah bisa bangun sendiri mempersiapkan aktivitas sahur.

Jauh bedanya dengan musik patrol yang dimainkan ketika saya masih kecil. Sebelum Ramadan tiba, anak-anak muda di kampung saya mulai sibuk membuat kentongan. Kami mencari bambu khusus, yang kulit kayunya tipis sehingga rongga dalamnya lebih luas dan ruas bukunya lebih panjang. Bambu jenis ini jika dilubangi bagian tengahnya secara memanjang, kemudian dipukul akan menghasilkan bunyi yang lebih nyaring.

Setelah membuat beberapa kentongan, kami pun mencoba membunyikannya satu per satu. Gunanya untuk mencari perbedaan bunyi, atau bisa dibilang mencari urutan tangga nada dari kentongan tersebut. Di sore hari menjelang tarawih pertama, kami latihan sebentar di masjid, untuk mencari irama musik patrol yang pas.

Begitulah, musik patrol pada jaman dulu disiapkan dengan serius. Karena memang tujuannya adalah membangunkan orang tanpa harus mengganggu kenyamanan tidur mereka. Sedapat mungkin kami memainkan musik patrol dengan irama yang rancak dan enak di dengar.

Musik patrol adalah tradisi Ramadan yang seharusnya tak lekang oleh jaman. Sayang sekali, pergeseran musikalitasnya ini justru bisa mengancam eksistensi musik patrol sebagai tradisi selama bulan Ramadan. Di beberapa kampung, musik patrol sudah jarang lagi dimainkan karena banyak protes dari warga yang merasa terganggu.

Dengan memainkan musik patrol kembali pada pakemnya, tradisi ini bisa dilestarikan. Selain membantu membangunkan warga, musik patrol yang indah di dengar juga bisa menjadi hiburan bagi masyarakat sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun