SBY juga keliru bila menganggap kampanye akbar Prabowo-Sandi sifatnya tidak inklusif. Maksud dari anggapan SBY ini merujuk pada kegiatan sholat bersama, dimana peserta kampanye non muslim tentu saja tidak bisa ikut serta. Dengan demikian, SBY menganggap panitia kampanye kurang peka dan tidak bisa mengakomodir keberadaan peserta kampanye dari kalangan non muslim.
Sekarang, mari kita balik anggapan SBY tersebut. Seperti apa sih kampanye yang bersifat inklusif, alias tidak eksklusif? Apakah sebuah kampanye yang diberi hiburan musik? Apakah kampanye yang inklusif itu kampanye yang tidak membawa dan melakukan kegiatan dengan simbol-simbol agama tertentu?
Jika kampanye terbuka dengan hiburan musik itu dianggap inklusif, bagaimana dengan mereka yang tidak suka musik? Bagaimana cara mengakomodir peserta dari kalangan muslim taat, para ulama yang hadir yang tidak berkenan untuk mendengarkan hingar bingar musik? Apakah telinga mereka tetap "dipaksa" untuk mendengarkan musik?Â
Jangan katakan kampanye dengan hiburan musik adalah lazim dan inklusif sedangkan kampanye dengan sholat dan sholawat dianggap tidak lazim dan tidak inklusif. Ini sangat tidak adil dan termasuk logical fallacy.
Jika SBY menganggap kampanye akbar tersebut eksklusif karena adanya aktivitas religius sebelum dan selama acara berlangsung, maka iklan kampanye dari pasangan capres/cawapres nomor 01 yang beberapa hari ini tayang di televisi juga termasuk iklan kampanye yang tidak inklusif. Karena dalam iklan kampanye itu capres 01 mengajak dan melantunkan sholawat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H