Menurut data Badan Pusat Statistik, hingga Agustus 2018 jumlah penduduk Indonesia yang bekerja sebanya 124,01 juta orang. Dari jumlah ini, sebanyak 70,49 juta orang (56,84%) bekerja pada kegiatan informal.Â
Sementara berdasarkan jam kerja, prosentase jumlah  pekerja penuh (jam kerja minimal 35 jam per minggu) sebesar 71,31%. Sedangkan untuk pekerja tidak penuh dibagi dua, yakni pekerja paruh waktu 22,07% dan pekerja setengah penganggur 6,62%.
Pekerja formal adalah mereka yang status pekerjaannya: (1) berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar, dan (2) buruh/karyawan/pegawai.
Sedangkan pekerja sektor informal adalah mereka yang: (1) berusaha sendiri, (2) berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, (3) pekerja bebas di pertanian, (4) pekerja bebas di non pertanian, dan (5) pekerja keluarga/tak dibayar.
Sayangnya, meski mendominasi jumlah tenaga kerja di Indonesia, para pekerja di sektor informal justru menjadi kelompok pekerja yang "paling tidak terlindungi". Padahal, mereka adalah pekerja yang paling gampang terpapar berbagai risiko, seperti kecelakaan kerja.
Pekerja formal mendapat jaminan perlindungan sesuai dengan amanat UU nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia WAJIB menjadi peserta program Jaminan Sosial, dalam hal ini adalah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Pekerja Informal Berhak Atas Perlindungan Jaminan Sosial
Sedangkan bagi pekerja sektor informal, tidak ada kewajiban untuk ikut program Jaminan Sosial. Meski begitu, merujuk pada pada Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015, para pekerja informal ini BERHAK Â atas program Jaminan Keselamatan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) dari BPJS Ketenagakerjaan.
Para pengemudi ojek daring atau pangkalan, pedagang keliling, pedagang di pasar, petani, asisten rumah tangga, buruh bangunan hingga milenial yang berprofesi sebagai pekerja lepas seperti Blogger atau YouTuber BERHAK ikut menjadi peserta Bukan Penerima Upah (BPU)Â yang disediakan BPJS Ketenagakerjaan.
Namun, hingga saat ini program yang sudah disediakan lebih dari 2 tahun ini belum banyak menarik minat para pekerja informal. Masih banyak pekerja lepas yang tidak tahu bahwa mereka sebenarnya bisa mendapat manfaat dari program Bukan Penerima Upah (BPU) BPJS Ketenagakerjaan.
Minimnya literasi perlindungan sosial dan finansial dari BPJS Ketenagakerjaan bagi para pekerja informal ini disebabkan karena sosialisasi program sulit menjangkau pekerja informal.Â
Ini karena pekerja informal tidak berada dalam satu naungan dan mekanisme komunikasi melalui perusahaan/industri tempat mereka bekerja, seperti halnya pekerja formal.Â
Para pekerja informal ini akhirnya harus bergantung dengan informasi yang beredar di lingkungan kerja/tempat tinggal maupun informasi yang mereka dapatkan dari konsumsi media sehari-hari.
Strategi "Jemput Bola" untuk Sosialisasi Program BPJS Ketenagakerjaan
Menyadari sulitnya akses informasi dan sosialisasi program, BPJS Ketenagakerjaan sendiri memilih strategi "jemput bola". Salah satunya adalah dengan menggandeng komunitas-komunitas dari pekerja informal, Â sosialisasi di tempat-tempat nongkrong yang kerap dijadikan tempat berkumpul para pekerja informal, sampai melakukan pendaftaran keliling.
Strategi ini perlu dilakukan mengingat angka kepesertaan pekerja informal di BPJS Ketenagakerjaan masih minim sekali. Hingga Februari 2017 misalnya, baru sekitar 1,4 juta orang pekerja informal yang aktif dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (JSK).Â
Jumlah ini tentu saja sangat kecil jika dibandingkan dengan 24 juta peserta aktif dari sektor formal maupun total pekerja sektor informal.
Strategi "jemput bola" inilah yang sekarang sedang giat dilakukan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Malang. Pada Selasa (2/3) kemarin, mereka mengundang komunitas Blogger se-Malang Raya untuk sosialisasi program Bukan Penerima Upah, sekaligus memberikan edukasi manfaat keikutsertaan Blogger sebagai pekerja lepas dalam program-program BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam sambutannya, Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Malang Cahyaning Indriasari mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan Cabang Malang sudah sering melakukan sosialisasi program BPU pada pekerja informal, terutama pada pengemudi ojek Daring. Karena jenis pekerjaan inilah yang memiliki risiko paling tinggi. Namun, bukan berarti jenis pekerjaan lain tidak ada risikonya.
Para Blogger pun juga punya risiko yang tinggi. Misalnya, saat melakukan liputan atau saat melakukan review di hotel atau restoran, bisa saja terjadi kecelakaan (yang tentu saja tidak diharapkan) ketika mereka berangkat ke tempat tujuan. Risiko seperti inilah yang kemudian oleh BPJS Ketenagakerjaan dilindungi melalui program Jaminan Keselamatan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).
Manfaat Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), misalnya, memberikan perlindungan kepada peserta BPU terhadap resiko kecelakaan yang terjadi saat bekerja. Perlindungan terhadap kecelakaan kerja dimulai sejak pekerja meninggalkan rumah, saat sedang bekerja, hingga kembali lagi ke rumah.
Dengan cakupan yang demikian luas, pekerja diharapkan dapat bekerja dengan tenang serta merasa aman karena perlindungan maksimal dari program Jaminan Kecelakaan Kerja.Â
Program JKK akan menjamin biaya pengangkutan, rehabilitasi, perawatan, santunan cacat tetap sebagian dan total, hingga santunan berkala.
Sementara program JKM melindungi pekerja dari resiko meninggal dunia yang tidak ada kaitannya dengan kecelekaan kerja. Melalui program JKM ini, pekerja Bukan Penerima Upah akan menerima santunan biaya pemakaman dan santunan berkala bagi ahli warisnya.
Sekilas memang mirip dengan asuransi. Hanya saja, bila ikut asuransi harus mengeluarkan biaya bulanan untuk membayar premi yang cukup besar. Sedangkan bila ikut dua program ini (JKK + JKM), pekerja informal hanya perlu mengeluarkan biaya mulai Rp.16.800 per bulan, atau Rp.560 per harinya.
Besarnya iuran dan santunan yang diberikan juga tergantung dari penghasilan rata-rata per bulan. Sebagai contoh, bila pekerja tersebut ikut program JKK + JKM dengan iuran Rp.16.800, penghasilan rata-rata per bulannya diasumsikan sebesar Rp. 1 juta per bulan. Maka, nilai santunan yang diberikan juga dikalikan dengan asumsi penghasilannya tersebut.
Manfaat program Jaminan Hari Tua
Selain dua program tersebut, BPJS Ketenagakerjaan juga menyediakan program Jaminan Hari Tua yang bisa diikuti pekerja informal. Melalui program ini, pekerja BPU dapat menikmati seluruh hasil premi yang disetorkan, berikut dengan hasil pengembangan yang menarik untuk bekal di masa tua, dimana produktivitas sudah mulai menurun dan kebutuhan hidup semakin meningkat.Â
Oleh karena itu, melalui program Jaminan Hari Tua, pekerja BPU dapat meminimalisir resiko akan hari tua yang rentan terhadap resiko sosial mereka.
Menyadari pentingnya literasi perlindungan sosial dan finansial terhadap pekerja sektor informal, strategi sosialisasi seperti yang sudah dilakukan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Malang perlu lebih digiatkan lagi.Â
Tidak hanya mengundang, kalau perlu petugas BPJS Ketenagakerjaan harus lebih aktif mendatangi komunitas-komunitas untuk digandeng dan diajak bekerja sama dalam sosialisasi program mereka. Ini tak lain sebagai bentuk perhatian sekaligus kepedulian terhadap profesi mereka sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H