Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Dongeng Politik Jokowi dan Prabowo, Mana yang Lebih Menarik bagi Pemilih?

26 Maret 2019   08:55 Diperbarui: 26 Maret 2019   09:25 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capres urut 1 Joko Widodo dan nomor urut 2 Prabowo Subianto berjalan bersama pada Deklarasi Kampanye Damai dan Berintegritas di Kawasan Monas, Jakarta, Minggu (23/9/2018). Deklarasi tersebut bertujuan untuk memerangi hoaks, ujaran kebencian dan politisasi SARA agar terciptanya suasana damai selama penyelenggaraan Pilpres 2019.(MAULANA MAHARDHIKA)

Tidak ada narasi tunggal sebagaimana yang dulu pernah ia bawa saat kampanye pilpres 2014. Pada masa itu, Jokowi terlihat mirip dengan Obama, menjual kisah harapan dan perubahan. Sayangnya, bahasa yang ia gunakan terlalu hiperbolis.

Tentunya kita ingat beberapa pernyataan Jokowi seperti:  "Jika jadi presiden, banjir dan macet di Jakarta lebih mudah diatasi", atau "Panggil programmer, 2 minggu selesai". Ini adalah sikap optimis yang kebablasan.

Lain halnya dengan Prabowo. Dia memiliki narasi tunggal dalam dongeng politiknya. Saat berpasangan dengan Megawati atau Hatta Radjasa, Prabowo menjual cerita tentang kemandirian bangsa.

Cerita ini nyaris diulanginya lagi pada pilpres 2019, masih berkisar tentang kemandirian bangsa. Namun kali ini dongeng politik Prabowo dianggap mirip dengan yang dibawakan Donald Trump: Make Indonesia Great Again. Bahwa Indonesia berantakan, dan melalui pemerintahannya bisa membuat Indonesia hebat kembali.

Prabowo kerap menyatakan Indonesia bisa "bubar" jika kondisi seperti ini dibiarkan berlarut-larut. Melalui narasi tersebut, lawan politiknya menganggap Prabowo menjual rasa pesimis. Melalui bahasa pendukungnya, apa yang dibawakan Prabowo itu bisa dianggap sebagai sikap waspada.

Dongeng Politik menentukan Elektabilitas?
Lantas, apakah dongeng politik tersebut bisa mempengaruhi dan menentukan sikap pilih masyarakat? Lebih khusus lagi, apakah dengan menjual dongeng politik tersebut bisa meningkatkan elektabilitas masing-masing?

Bisa saja, tergantung bagaimana narasi yang digunakan. Dengan kata lain, tergantung bagaimana Jokowi dan Prabowo membawakan dongeng politik mereka. Dalam sebuah rilis surveinya, Media Survei Nasional (Median) mengatakan Jokowi unggul di tingkat pemilih berpendidikan Sekolah Dasar dan tidak lulus SD. Sementara Prabowo unggul di tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Dongeng politik Jokowi mudah diterima para pemilih dengan tingkat pendidikan rendah. Cerita-cerita tentang kesederhanaan, tentang citra merakyat yang ditampilkan tim kampanye Jokowi terlihat sangat menarik bagi pemilih di tataran tingkat pendidikan ini.

Sementara dongeng politik Prabowo kurang bisa diterima oleh pemilih awam. Narasi tentang kewaspadaan yang dibawakan Prabowo lebih mudah dicerna oleh pemilih dengan tingkat literasi yang lebih tinggi.

Sebagaimana yang sudah diulas oleh Kompas, masa kampanye terbuka hingga 13 April nanti adalah masa penentuan bagi elektabilitas kedua kandidat. Bagaimana Jokowi dan Prabowo bisa menaikkan elektabilitas mereka, bisa saja tergantung dari dongeng politik yang dibawakan keduanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun