Dalam kosakata bahasa Jawa dialek Suroboyoan, "jancuk" adalah kata makian yang sering dipakai seperti kata "fuck" dalam bahasa Inggris. Kata ini merupakan singkatan dari bentuk pasif "diancuk" yang konon merupakan turunan dari kata "diencuk" yang artinya "disetubuhi". Kata "jancuk" biasanya sering disingkat lagi dengan kata "cuk" saja.
Variasi yang lebih kasar dari kata umpatan ini adalah "mbokmu goblok, makmu kiper, dengkulmu sempal, matamu suwek, koen ancene jancuk'an"; yang dalam dialek Surabaya sering dipakai sebagai bumbu percakapan marah.
Sementara bagi anak muda Surabaya, atau akrab disebut Arek Suroboyo, kata Jancuk sendiri dianggap memiliki makna ganda. Negatif bila diucapkan dengan amarah. Tapi dianggap positif bila diucapkan untuk mempererat pertemanan. Rasanya kurang afdol apabila saat menyapa teman akrab tidak diimbuhi dengan kata Jancuk atau Cuk.
"Jancuk! Yok opo kabarmu saiki?" (Bagaimana kabarmu sekarang?)
"Cuk! Raimu nang ndi wae?" (Wajahmu kemana saja?)
Meski dengan penekanan tanda seru, dua kalimat diatas tidak diucapkan dengan amarah, melainkan dengan nuansa pertemanan yang akrab.
Kata "jancuk" juga diartikan sebagai tanda seberapa dekatnya Arek Suroboyo dengan temannya yang ditandai apabila ketika kata jancuk diucapkan maka obrolan akan semakin hangat.
Contoh: "Yo gak ngunu cuk critane matamu, mosok mbalon gak mbayar". (Ya tidak begitu ceritanya, masak kamu melacur tidak bayar).
Meskipun dari sumber asalnya kata "jancuk" bersifat negatif, kata ini malah dipakai dan disematkan sebagai gelar bagi Presiden Jokowi!
Gelar Jancuk ini disematkan oleh pembawa acara dalam deklarasi Forum Alumni Jatim yang digelar di Tugu Pahlawan Surabaya Jawa Timur, Sabtu (2/2). Selain gelar Jancuk, Jokowi juga mendapat gelar panggilan "Cak".
Pembawa acara deklarasi, Djadi Galajapo mengatakan gelar 'Cak' memiliki arti yakni Cakap, Agamis dan Kreatif.