Butuh waktu hampir setengah tahun lamanya, barulah anak teman saya itu bisa mengurangi frekuensi ucapan jancuk. Memang tidak hilang sama sekali, tapi setidaknya saat dia jengkel kata jancuk tidak lagi terucap. Menurut teman saya, berbagai jurus ancaman dan rayuan dengan imbalan hadiah dia lakukan supaya anaknya tidak mudah misuh-misuh jancuk.
Pemberian gelar "jancuk" bagi presiden Jokowi ini membuat saya jadi membayangkan, anak-anak muda kita nanti malah menjadi akrab dengan kata Jancuk. Pemberian gelar Jancuk pada presiden juga seolah menjadi semacam legalisasi bahwa kata Jancuk tak lagi tabu untuk diucapkan.
Bisa jadi, selain kata Jancuk, akan banyak lagi gelar-gelar atau akronim aneh lain yang berkonotasi kasar dan negatif menjadi sering diucapkan seolah itu adalah kata-kata yang biasa saja. Coba bayangkan sendiri, bila ada anak muda menyapa Jokowi dengan kalimat sapaan,
"Cak Jokowi Jancuk!"
Mungkin tidak diucapkan dengan nada amarah, mungkin pula tidak dimaksudkan untuk mengumpat atau memaki presiden Jokowi. Tapi, tetap saja saya merasa risih mendengar ada orang - apalagi sekelas presiden - disapa seperti itu.
Sungguh, budaya bangsa kita yang menjunjung tinggi adab dan kesopanan kini seolah tergerus oleh zaman. Ironisnya, ketidaksopanan dalam bertutur kata itu justru dicontohkan oleh para elit negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H