Ada sebuah teka-teki misterius dalam Pidato Kebangsaan yang disampaikan Prabowo di JCC pada Senin (14/01/2018) malam. Mengawali pidatonya, Prabowo mengutip sebuah sajak yang dikatakan berasal dari seorang perwira muda yang gugur dalam pertempuran Banten pada tahun 1946.
Prabowo tidak menyebut nama. Hanya tempat dan tahun pertempuran saja. Lalu, siapakah perwira muda yang dimaksud Prabowo tersebut?
Aneh rasanya bila Prabowo mengutip sajak tapi tidak mengenal pencipta sajaknya. Tapi, dengan petunjuk lokasi dan waktu pertempuran, kita bisa mengira-kira, siapa gerangan perwira muda itu.
Meski sudah sekian puluh tahun berlalu, banyak sekali dokumentasi dan catatan sejarah tentang pertempuran masa perang kemerdekaan. Dua petunjuk yang ditinggalkan Prabowo kiranya sudah cukup untuk menebak siapa gerangan perwira yang dimaksud.
Banten, 1946. Hanya ada satu pertempuran besar yang terjadi di Banten pada tahun tersebut; Pertempuran Lengkong, Tangerang, Banten.
Pertempuran ini terjadi di desa Lengkong, Serpong, Tangerang Selatan pada 25 Januari 1946. Ketika itu, Resimen IV Tentara Republik Indonesia (TRI) yang dipimpin Mayor Daan Mogot mendatangi markas pasukan Jepang di desa Lengkong untuk melucuti senjatanya.
Mayor Daan Mogot ditemani oleh sejumlah perwira muda dari Akademi Militer Tangerang, diantaranya adalah Mayor Wibowo, Letnan Soetopo dan Letnan Soebianto. Dengan mengendarai tiga truk dan satu jip militer, mereka pun berangkat ke Lengkong.
Sampai di pintu gerbang markas, rombongan taruna itu dicegat oleh tentara Jepang. Hanya tiga orang yang diijinkan masuk untuk berunding dengan pimpinan tentara Jepang, yakni Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo dan seorang taruna. Sementara Letnan Soetopo dan Letnan Soebianto ditunjuk untuk memimpin taruna lain yang menunggu di luar.
Mulanya proses pelucutan senjata berjalan lancar. Mendadak, terdengar rentetan tembakan dari tempat tersenbunyi. Tentara Jepang lantas memberontak dan merebut kembali senjata mereka. Aksi tembak-menembak antara Tentara Republik Indonesia dan tentara Jepang tak terelakkan.
Pertempuran berlangsung tidak seimbang. Korban pun berjatuhan di pihak Indonesia. Tiga perwira gugur bersama 33 taruna dalam peristiwa tersebut. Sedangkan satu taruna lain meninggal setelah sempat dirawat di rumah sakit. Ketiga perwira itu adalah Mayor Daan Mogot, Letnan Soetopo dan Letnan Soebianto. Sebagai penghormatan atas jasa mereka, pemerintah memberi kenaikan pangkat anumerta.
Nama Daan Mogot kemudian diabadikan menjadi nama jalan, begitu pula dengan nama Letnan Soebianto. Dan untuk mengenang peristiwa pertempuran itu, dibangunlah monumen Pertempuran Lengkong di Serpong dan Taman Makam Pahlawan Taruna yang berada di Jl. Daan Mogot.