Banyak penulis yang sering mengeluh dia sedang terkena writer's block. Bagi seorang penulis, tidak ada sesuatu yang lebih menakutkan selain otak yang macet dan lembar halaman kosong tanpa terisi huruf apapun. Seperti kata R.L Stine,
"Segala horor di dunia ini tak sebanding dengan teror halaman yang kosong."
Pikiran seperti sedang mengalami musim kemarau ide, padahal gairah menulisnya tengah panas membara. Anehnya - dan yang terdengar sedikit ironis - dari keluhan writer's block ini adalah, hampir tidak pernah ada penulis yang mengeluh dia sedang kebanjiran ide.
Yin dan Yang, positif dan negatif. Begitulah kehidupan ini, selalu ada pasangannya. Ada musim kemarau, pastinya ada musim hujan. Jika ada penulis yang lagi terkena musibah paceklik ide, semestinya ada pula penulis yang diberi "berkah" kebanjiran ide.
Kadang otak kita benar-benar kekeringan sehingga tak satu pun kalimat pembuka bisa kita tuliskan. Kadang pula otak kita penuh dengan berbagai ide, sehingga malah kita yang bingung sendiri, ide mana yang harus ditulis dan dikerjakan terlebih dulu.
Saya mungkin termasuk orang yang sering kebanjiran ide untuk menulis. Saat membaca terlintas ide sebuah tema. Saat bepergian lewatlah ide yang mendesak untuk dituliskan.
(Enak dong. Disaat orang lain sering kehabisan ide, kamu malah banyak ide yang datang silih berganti).
Benar juga sih. Ini adalah sebuah anugerah yang tidak dimiliki setiap orang, khususnya yang hobi menulis. Tapi jika tidak pandai mengaturnya dengan baik dan tepat, banjir ide malah bisa menyulitkan diri sendiri.
Rasanya seperti petinju yang terkena pukulan jab bertubi-tubi. Dan jika ia tidak bisa mengelak, mengatur langkah-langkah dan gerakan tubuh supaya bisa menghindar atau meredamnya, pada akhirnya sebuah upper cut akan membuatnya K.O
Misalnya saat kamu sedang menulis sebuah topik, tiba-tiba datang ide lain. Kamu lantas berpikir, "Wah, ide yang baru ini sepertinya lebih menarik dan harus segera ditulis". Padahal ide yang lama belum selesai kamu realisasikan tulisannya.
Ketika hendak menulis tentang ide yang kedua tadi, mendadak muncul ide lain. Pikiran kamu pun terulang lagi seperti tadi. Akhirnya jadi bingung sendiri kan? Ide mana nih yang harus diselesaikan terlebih dulu?
Jika sedang dalam situasi seperti itu, yang harus kamu lakukan adalah mengidentifikasi prioritas.
Tapi sebelum menerapkan skala prioritas, ada satu hal yang harus kamu lakukan terlebih dahulu. Tulis semua ide yang muncul! Buatlah daftar ide menggunakan tabel excel  atau daftar poin-poin ide di buku catatanmu.
Tuliskan ide itu apa adanya, seperti saat ia muncul di kepala. Sekali lagi ingat, ide itu bukan judul tulisan loh ya.
Setelah kamu selesai menuliskan daftar ide, istirahatlah sejenak. Jangan keburu menyalakan laptop untuk menulis. Biarkan ide itu mengambang sejenak di awang-awang.
Kemudian, barulah kamu bisa membaca kembali ide-ide yang tadi terlintas dan mengidentifikasi prioritasnya. Bagaimana urutan prioritas tersebut?
Skala prioritas selalu berbeda tergantung dimana ia diterapkan. Skala prioritas dalam hal pekerjaan tentu berbeda dengan skala prioritas dalam hal keamanan.
Dalam menyelesaikan tugas/pekerjaan, ada yang namanya The Eisenhower Matrix. Ini adalah kuadran matriks untuk menentukan prioritas sebuah pekerjaan berdasarkan kepentingan waktu.
Ada empat kotak/kuadrant dalam Matriks Eisenhower: Mendesak dan Penting (berarti harus dikerjakan segera), Mendesak tapi Tidak Penting (tidak harus dikerjakan sendiri, bisa didelegasikan pada orang lain), Penting tapi Tidak Mendesak (bisa dipertimbangkan kapan kamu harus melakukannya), Tidak Penting dan Tidak mendesak (bisa dikerjakan nanti saja).
Bagaimana dengan skala prioritas dalam menulis?
Saya belum menjumpai  aturan tertulis, rumus pasti atau konvensi umum tentang skala prioritas dalam hal menulis kreatif. Setiap penulis semestinya memiliki prioritas masing-masing dalam merealisasikan idenya.
Content writer atau penulis yang dipekerjakan misalnya, dia bisa mengikuti matriks Eisenhower untuk mengidentifikasi prioritas tulisan mana yang harus dikerjakan. Contohnya artikel berdasarkan tema dan jadwal yang sudah ditentukan editornya. Sementara bagi penulis bebas, prioritas itu berbeda tergantung bagaimana mereka melihat kepentingan dari ide tulisan yang didapatkan.
(Lalu, menurut kamu seperti apa prioritas ide tulisan itu?)
 Saat kebanjiran ide, prioritas ide mana yang harus dituliskan terlebih dahulu saya tentukan berdasarkan sistem Lampu Lalu Lintas yang dikombinasikan dengan parameter nilai tulisan seperti yang ada di Kompasiana. Mungkin ada yang kenal dengan istilah RAG Rating System.
Sistem RAG adalah metode manajemen proyek yang populer dalam memberi peringkat untuk masalah atau laporan status, berdasarkan warna Merah (Red), Kuning (Amber), dan Hijau (Green) yang digunakan dalam sistem penilaian lampu lalu lintas.
Manajer proyek sering menggunakan peringkat RAG untuk menunjukkan bagaimana proyek, hasil atau tugasnya sesuai jalur atau berisiko. Hijau biasanya menunjukkan tingkat produksi normal (belum butuh perhatian); kuning menunjukkan bahwa produksi telah melambat (butuh perhatian); merah menunjukkan bahwa produksi telah berhenti atau garis sedang turun (butuh tindakan segera).
Saat menulis, ukuran mendesak dan penting bagi saya adalah ide tulisan yang bersifat Aktual. Karena tulisan yang aktual terikat dengan waktu. Jika tidak dituliskan dan ditayangkan saat itu juga, ide tulisan kita akan basi, dan pembaca tentu tidak akan menyukainya. Â
Jika ide yang Aktual itu sudah selesai dituliskan, atau tidak ada ide yang aktual, prioritas berikutnya adalah ide yang berwarna kuning, artinya PENTING dan butuh perhatian tapi TIDAK begitu mendesak. Ide tulisan jenis ini menurut saya adalah yang memiliki nilai Manfaat dan Inspiratif.
Ide ini tidak mendesak atau harus segera ditulis, tapi penting dan butuh perhatian untuk dikembangkan lebih lanjut. Misalnya ide tersebut butuh rujukan fakta atau referensi ilmiah.
Sementara prioritas terakhir dalam menangani ide tulisan adalah ide yang berwarna hijau. BIASA (tidak begitu penting) dan Tidak Mendesak. Sifat dari ide jenis ini adalah tulisan yang Menarik, Unik atau Menghibur. Ide tulisan ini bagi saya biasa saja, tidak (begitu) penting dan juga tidak mendesak untuk dituliskan.
Meski begitu, identifikasi prioritas ide yang memakai sistem RAG ini tidak selalu saya terapkan. Kadang-kadang, saya memprioritaskan ide yang MUDAH untuk dituliskan dahulu. Seperti saat mengikuti ujian, guru kita mengajarkan, "Kerjakan yang mudah dahulu."
Seperti apa ide yang "Mudah" itu? Biasanya tulisan opini atau saduran berita yang aktual. Sedangkan ide yang "Sulit" itu adalah ide yang membutuhkan banyak gagasan pendukung dalam bentuk rujukan atau referensi. Karena membutuhkan waktu untuk mencari rujukan yang tepat.
Bisa juga, dari ide-ide yang muncul dan berhasil kita tangkap dalam waktu berdekatan, kita lalu menggabungkannya menjadi sebuah ide yang baru. Tentunya butuh waktu yang lebih lama untuk bisa merumuskan dan menuliskan ide gabungan seperti ini.
Banjir ide bagi seorang penulis atau content creator memang patut disyukuri. Yang lebih penting lagi, kita harus fokus saat mengerjakan satu ide dahulu, baru kemudian mengerjakan ide berikutnya. Multitasking mungkin bisa, tapi multifokus malah akan membuat kerja kita menjadi berantakan.
"Kreativitas itu bukan tentang menciptakan ide baru. Kreativitas adalah bagaimana kita bisa menghubungkan ide-ide yang sudah ada untuk menciptakan karya baru."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI