Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Instagram, Candu Popularitas dan Virus Kepalsuan

13 Januari 2019   16:25 Diperbarui: 13 Januari 2019   21:32 1614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

- Kevin Systrom

Ide dasar ini memicu kesuksesan Instagram. Dengan meningkatkan kualitas foto menggunakan filter dan fitur penyuntingan, Instagram menjadi platform media sosial yang populer sebagai  tempat untuk konten yang indah dan sempurna saja. Tapi budaya kesempurnaan inilah yang membuat Instagram bisa menjadi racun yang paling merusak kesehatan mental kita. Karena di Instagram, semua orang terlihat sempurna - kecuali kita. 

Di balik tabir ekspresi diri yang dilakukan pengguna Instagram, ada candu popularitas dan kepalsuan yang melekat. 

Ingin menjadi populer dan disukai banyak orang adalah naluri alami manusia. Media sosial, khususnya Instagram dan Facebook paham benar akan hal ini. Mereka dengan sengaja memberi makan naluri khusus ini dengan fitur like dan kolom komentar sebagai variabel hadiah bagi pengguna.

Karena itu, ketika kita tidak memberi makan impuls narsis kita dengan mengunggah foto selfie, kita akan merasa iri dan pahit saat menggulirkan umpan. Ketika melihat postingan teman atau influencer di Instagram, rasa kagum akan keindahan foto dan kekuatan narasi caption yang pertama kali kita rasakan perlahan akan berubah menjadi rasa iri dan obsesi untuk bisa menjadi seperti mereka.

Tak jarang, keinginan untuk menjadi populer membuat banyak anak-anak muda akan menempuh jalan pintas. Mereka tidak lagi mengindahkan nilai moral dan etika dari sebuah kreativitas.

Membeli akun bot follower, plagiasi, bahkan tak jarang melakukan aksi-aksi yang bisa membahayakan diri sendiri. Itu semua dilakukan dengan harapan dapat mengundang decak kagum dan mendapatkan sanjungan.

Candu popularitas juga kerap mengantarkan seseorang menuju jurang kehancuran. Yow memberi kita sebuah pelajaran berharga. Dalam sekejap, reputasi yang diperolehnya langsung hilang begitu saja. Dia tidak lagi dikenal sebagai instagrammer dan fotografer handal. Namanya yang dulu dihormati kini dikaitkan dengan kata-kata seperti "Thief, Ripping Off, Ashamed, Stealing" dan berbagai sinonim lainnya.

Di Indonesia, kita dulu mengenal seorang remaja putri yang mendadak tenar karena tulisannya di Facebook. Setelah menjadi viral, remaja putri ini diundang Presiden ke istananya. Dia juga diundang untuk menjadi pembicara di depan dosen-dosen hingga guru besar di sebuah universitas negeri ternama.

Belakangan, ada netizen yang menemukan bahwa tulisannya itu tak lain hasil plagiasi! Begitu pula unggahan video curhatnya yang berbahasa inggris, murni jiplakan dari video remaja depresi di luar negeri.

Sinar bintangnya langsung redup. Nama baiknya hancur seperti roket yang melesat naik melampaui langit, lalu jatuh ke lautan, berhamburan dan terengah-engah mencari udara. Dari seorang remaja yang mulanya dianggap berwawasan luas, namanya kini identik dengan sebutan plagiator.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun