Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Menunggangi Vanessa", Seperti Ini Trik Konten Digitalnya

10 Januari 2019   08:26 Diperbarui: 11 Januari 2019   03:12 1155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (unsplash.com/@rawpixel)

Menurut survei dari Wearesocial, 49 persen penduduk di Indonesia merupakan pengguna aktif media sosial. Itu artinya ada sekitar 130 juta orang, tua atau remaja memiliki akun media sosial dari berbagai platform dan secara aktif menggunakannya.

Dengan tingkat penetrasi sebanyak itu, tak heran jika banyak perusahaan yang menganggarkan biaya cukup besar untuk beriklan atau berkampanye melalui media sosial. Konten digital sekarang menjadi titik fokus perusahaan-perusahaan untuk memperkenalkan brand masing-masing.

Selain karena faktor angka statistik diatas, media sosial juga memiliki 4 fungsi umum yang menjadikannya salah satu faktor penting mengapa perusahaan harus menampilkan brand mereka di media sosial, yakni:

  • Melalui media sosial, konsumen bisa berinteraksi dan membagikan pengalaman atau opini mereka secara langsung.
  • Perusahaan bisa mengontrol interaksi atau percakapan di media sosial tetap pada jalur yang positif.
  • Media sosial juga bisa membantu untuk mengembangkan loyalitas pelanggan dan menghasilkan arahan sesuai yang diinginkan perusahaan.
  • Berbagai platform media sosial yang tersedia membuat perusahaan memiliki banyak pilihan untuk terhubung dengan audiens.

Setiap pengguna sosial tentunya juga memiliki alasan sendiri mengapa mereka mengikuti sebuah akun tertentu, tak terkecuali akun brand/perusahaan. Menurut survei yang dilakukan Buzzstream, 16 persen dari 900 responden mengatakan mereka mengikuti brand karena suka, titik.

Sebanyak 14 persen pengguna media sosial mengikuti akun sebuah brand karena ingin menjadi orang pertama yang menerima informasi up to date atau menerima penawaran spesial. Sedangkan 12 persen lainnya beralasan hanya ingin mendapatkan hadiah atau gimmick.

Dalam pemasaran digital, konten memegang peranan vital. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh survei Growingsocialbiz, 21 persen pengguna sosial meninggalkan akun sebuah brand karena konten mereka diulang-ulang terus dan membosankan.

Bagaimana caranya supaya konten itu tidak terlihat membosankan bagi pengguna media sosial?

Ya harus kreatif lah...

Setiap perusahaan akan berusaha sebisa mungkin supaya akun media sosial mereka tidak ditinggalkan konsumen atau pengguna lain yang selama ini mengikuti. Karena itu pembuat konten, baik itu content writer atau copywriter pada sebuah perusahaan harus kreatif, cermat dan cerdas untuk membuat konten yang bervariasi supaya tidak membosankan dan akhirnya ditinggalkan para pengikut akun media sosialnya.

Sebelum berpikir bagaimana caranya membuat konten yang kreatif dan cerdas cara penyampaiannya, ada baiknya ketahui dulu macam-macam konten digital.

Secara garis besar, konten digital dapat dibagi menjadi empat macam: Special Event, Editorial Plan, Crisis Management/Semi Customer Care dan Riding the Moment.

Jenis konten yang termasuk kategori Special Event adalah konten yang sifatnya sesekali, tapi sudah diketahui waktunya. Seperti konten untuk Tahun Baru, hari-hari besar keagamaan, perayaan kemerdekaan hingga konten spesial ulang tahun perusahaan.

Sedangkan Editorial Plan adalah konten harian atau mingguan yang diposting sesuai dengan waktu yang ditentukan. Editorial Plan biasanya mencakup informasi yang mengedukasi pelanggan.

Jenis konten Crisis Management adalah konten yang dimaksudkan untuk merespon isu-isu umum atau isu yang terkait dengan brand. Karena itu konten jenis ini dikategorikan pula sebagai konten Semi Customer Care.

Isu-isu yang ada di dunia digital biasanya dibagi dalam tiga level kepentingan sesuai dengan platform digitalnya. Yakni isu di media sosial (level 1), isu di forum-forum yang berhubungan dengan brand (level 2) serta isu di media massa (level 3). Semakin tinggi level isu, semakin penting pula isu tersebut harus direspon dengan segera.

Jenis konten yang terakhir adalah Riding the Moment. Inilah yang menjadi bahasan pokok dari artikel ini.

grafis Himam Miladi
grafis Himam Miladi
(Mengapa sih tidak langsung saja, daripada berputar-putar membahas segala macam jenis konten?)

Mohon dimaklumi, artikel ini sengaja saya buka dengan penjelasan tentang jenis-jenis konten supaya lebih terarah dan pembaca bisa memahami pentingnya konten digital dalam dunia pemasaran saat ini.

Ok, jadi yang dimaksud konten Riding the Moment adalah konten yang dibuat dengan menunggangi momen tertentu. Konten jenis ini bisa berpotensi viral asalkan narasi kontennya tidak melenceng terlalu jauh dari isu yang ditunggangi. Dalam proses pembuatannya, konten harus berlomba dengan waktu agar isu yang ditunggangi tidak basi dan konten yang dibuat bisa disambut dengan hangat.

Sebagai contoh, saya ingin bertanya, apa isu terkini yang sedang hangat dibicarakan publik atau pengguna media sosial?

Sepengamatan saya, ada tiga isu utama yang dalam minggu pertama tahun 2019 menghiasi wajah media massa atau media sosial; Debat capres, prostitusi artis dan mafia bola.

Menunggangi isu debat capres terlalu riskan bagi perusahaan karena mereka paling tidak ingin terlihat netral. Perusahaan besar yang sudah dikenal publik tentunya tidak ingin terjebak dalam kontestasi politik karena risikonya terlalu besar; Dianggap keluarga kecebong, atau masuk kategori kampret. No way!

Isu mafia bola juga tidak terlalu menggoda. Isu ini hanya ramai di kalangan pecinta bola saja. Kecuali bagi perusahaan atau brand yang produk atau layanannya berhubungan dengan olahraga, khususnya sepakbola.

Sekarang tinggal pilihan terakhir, yakni isu tentang prostitusi online yang melibatkan salah satu artis muda terkenal, Vanessa. Bagaimana cara menunggangi Vanessa, eh maaf, isu ini?

Kasus prostitusi artis ini memang berpotensi viral bagi sebuah konten digital, tapi juga bersifat lebih sensitif. Jika tidak hati-hati, konten yang menunggangi isu ini bisa menjadi bumerang, menjadi senjata makan tuan yang malah akan membawa efek negatif, yakni hilangnya kepercayaan publik pada perusahaan.

Saya mengamati, tidak banyak perusahaan yang menunggangi isu ini untuk dijadikan komoditas konten digitalnya. Mungkin karena sifatnya yang terlalu sensitif, yakni adanya unsur bias gender terkait prostitusinya, atau karena menyangkut personalnya, si artis yang konon merasa dijebak (entah oleh siapa).

Meski begitu, ada satu titik tunggangan yang bisa digunakan sebagi materi konten digital. Apakah itu?

80 Juta Bisa Apa?

Yup, semua sudah terungkap ke publik isu tentang tarif si artis yang mencapai 80 juta untuk sekali kencan. Menjadikan angka 80 juta ini sebagai titik tunggangan untuk materi konten dianggap lebih aman.

Tidak menyinggung personalnya, tidak terlalu jauh masuk dalam bias gender atau kasus prostitusinya, tapi tetap hangat karena angka 80 juta sudah terlanjur diasumsikan terkait langsung dengan isu prostitusi artis ini.

Salah satu contoh konten digital yang ikut menungganggi kasus Vanessa ini adalah konten dari PANDI (Pengelola Nama Domain Indonesia). Diunggah di akun instagramnya, pembuat konten menyajikan infografis untuk menjawab sebuah pertanyaan: 80 Juta Bisa dapat apa? Seperti yang terlihat dibawah ini.

konten digital dari PANDI (instagram @pandi_id)
konten digital dari PANDI (instagram @pandi_id)
Kreatif kan?

Contoh narasi konten lainnya yang ikut menunggangi kasus Vanessa ini juga tak lepas dari angka 80 juta. Misalnya seperti yang tersebar di sebuah grup media sosial, narasinya berbunyi: "Daripada 80 juta terbuang sia-sia, mending dijadikan DP untuk mobil idaman." Saya tidak memperlihatkan kontennya secara utuh karena konten itu berisi gambar yang terlalu seksi untuk ditampilkan disini.

Dalam melihat sebuah peristiwa yang menjadi isu publik, jabarkan dulu poin-poin faktanya, kemudian lihat fakta mana yang aman untuk dijadikan kendaraan.

Seperti kasus Vanessa diatas, kita coba jabarkan dulu faktanya seperti ini:

  • Prostitusi online melibatkan artis VA
  • Tarif kencan yang dipatok VA 80 juta

Konten digital dari PANDI memanfaatkan fakta angka 80 juta sebagai materi kampanye mereka yang menitikberatkan penjelasan pada seberapa banyak domain (dot) id yang bisa dibeli dengan uang 80 juta rupiah. Tidak menyebut personal, tidak menyebut kasusnya, tapi tetap bisa mencuri perhatian audiens karena relevan dengan kasus yang menghebohkan dunia entertainment Indonesia saat ini.

 Jadi, cara untuk menunggangi/mengendarai sebuah momentum (Riding the Moment) adalah dengan mengambil titik tunggangan yang paling aman dari fakta yang tersajikan.

Semoga bermanfaat.

Catatan:

Angka statistik Wearesocial, Buzzstream dan Growingsocialbiz didapatkan dari slide presentasi Narrada Communications yang disampaikan di acara Local Genius Brand Workshop, Malang 29-31 September 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun