Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Apakah Saya Benar-benar Seorang Penulis?

2 Januari 2019   10:56 Diperbarui: 2 Januari 2019   11:08 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah; apakah saya benar-benar seorang penulis jika tidak ada yang membaca karya tulis saya? Ini adalah pertanyaan yang mungkin pula menjadi sumber ketakutan utama dari para penulis pemula.

Bayangkan saat kamu berada di posisi seperti ini; Kamu adalah seseorang yang memiliki hasrat untuk menulis. Teknik penulisan yang kamu kuasai adalah evidence base, atau tulisan berbasis fakta ilmiah dengan gaya bahasa yang serius. Kamu memiliki minat pada satu ceruk topik tertentu. Misalnya tentang ekonomi global.

Kamu lalu menulis satu artikel dan menayangkannya di blog. Menurutmu topik ini menarik. Tapi lain halnya dengan para pembaca di luar sana. Mereka tidak menyukai tema-tema serius dan terlalu universal. Terlebih lagi disajikan dengan gaya bahasa yang relatif ilmiah.

Kamu tengok di statistik blog, tidak ada satupun pembaca yang mampir berkunjung. Ok, dengan berbesar hati kamu meyakinkan diri bahwa ini baru tulisan pertama. Berikutnya, kamu mulai rajin menulis, dua sampai tiga artikel setiap minggu. Semua dengan topik yang sama, dengan gaya bahasa yang sama pula.

Lima bulan berlalu, artikel-artikelmu tetap tidak bisa menarik minat pengunjung. Kurva statistik blog hanya menunjukkan garis datar yang lurus di titik nol. Kamu mulai merasa frustasi.

Lalu kamu pun mulai bertanya-tanya; Apa yang salah dengan tulisan atau blog saya? Apakah saya benar-benar seorang penulis? Untuk apa terus menulis jika tidak ada yang berminat untuk membacanya?

Nah, itu dia akhirnya kita sampai ke pertanyaan semula. Ini pula yang dulu pernah saya alami saat pertama kali menulis, dan dengan nekatnya menyematkan status sebagai penulis di profil bio.

Rasa frustasi dengan kondisi seperti yang saya ceritakan diatas sempat membuat saya berhenti menulis beberapa saat lamanya. Tapi sesuatu dalam diri saya memberontak. Sesuatu itu adalah passion, hasrat untuk terus menulis yang sepertinya begitu sulit untuk diabaikan begitu saja.

Sebelum kembali menulis, saya memutuskan untuk merancang strategi yang berbeda. Saya banyak membaca artikel-artikel tentang cara menulis yang baik. Saya berburu bahan-bahan teknik penulisan yang lebih populer, yang jauh dari gaya bahasa penulisan yang saya kuasai sebelumnya.

Beberapa diantaranya saya bocorkan sedikit disini:

  • Sertakan kisah-kisah pribadi. Perjalanan atau pengalaman pribadi membantu kita untuk menjelaskan teori yang rumit sehingga lebih mudah diikuti.
  • Bicara tentang konteks kehidupan sehari-hari. Kaitkan tema dengan konteks kehidupan sehari-hari yang bisa dihubungkan pada pembaca, bukan contoh hipotesis kompleks seperti yang ditemukan di buku teks.
  • Mempertahankan nada informal. Kita hidup di dunia generasi yang berbahasa "semau gue". Sesuaikan gaya kita dengan kultur bahasa mereka, bukan memaksakan budaya kita. Kecuali kalau kita menulis untuk lingkup penulisan ilmiah yang ditujukan pada komunitas ilmiah tertentu.

Memang sulit, apalagi jika teknik pembelajaran tersebut sangat bertolak belakang dengan apa yang sudah mengakar dalam diri kita. Tapi saya percaya tak ada suatu hal yang tak bisa dipelajari, jika kita mau dan bersungguh-sungguh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun