"Antriannya panjang, mending cari makan di tempat lain saja deh."
Di musim libur panjang seperti libur lebaran atau libur akhir tahun seperti ini, jalan Mahakam, Kota Malang selalu macet. Puluhan mobil diparkir berseri di pinggir jalan. Membuat jalan yang lebarnya hanya dua lajur ini semakin sempit saja. Plat nomornya kebanyakan dari luar kota Malang.
Jalan Mahakam adalah jalan menuju akses pintu masuk Bakso Presiden yang lokasinya berada di tepi rel kereta api, atau di belakang area hotel Savanna (dulu pertokoan Mitra I). Meski lokasinya tersembunyi, dan ruang makannya tidak begitu luas, malah harus waspada dan menutup telinga saat ada kereta yang lewat, Bakso Presiden menjadi salah satu spot wisata kuliner yang diburu para wisatawan lokal yang datang ke Malang.
Nyaris tidak ada kata libur atau sepi. Setiap hari selalu penuh dengan pembeli. Bahkan di waktu libur panjang seperti ini, antrian pembeli di Bakso Presiden mengular panjang. Para pembeli, yang rata-rata datang dari luar kota Malang rela antri hanya untuk mencicipi kenikmatan semangkuk Bakso Presiden.
Situasi yang sama bisa kita lihat di spot-spot wisata kuliner lain yang sudah terkenal kemasyhurannya. Saya sendiri pernah merasakan, harus rela antri satu jam lamanya hanya untuk membeli sepiring kecil Ketan Legenda yang berada di kawasan Alun-alun Kota Wisata Batu.
Pengalaman antri lama itu membuat saya berfikir, mengapa kita rela antri hanya untuk merasakan menu kuliner favorit? Karena gengsi, penasaran, atau memang rasa suka yang berlebihan?
Terus terang, waktu saya rela antri membeli Ketan Legenda, motivasinya adalah karena rasa penasaran. Sampai pada waktu itu, saya belum pernah makan Ketan yang kata orang-orang rasanya lain daripada yang lain. Lebih maknyus dibanding ketan-ketan biasa.
Ketika sudah membeli dan memakannya, lha kok rasanya sama seperti ketan buatan ibu saya waktu kecil dulu. Hanya karena ada tambahan rasa durian atau topping coklat dan bahan lainnya saja yang membuatnya berbeda. Selebihnya, sama.
Memang sih, selera setiap orang itu berbeda. Tapi kembali lagi ke masalah antri, buat apa kita harus rela mengantri panjang jika kita bisa membelinya di tempat lain yang mungkin rasanya juga tidak kalah enaknya?
Apa karena gengsi berhubung tempat kuliner itu sudah kadung terkenal di dunia maya? Jika hanya menuruti gengsi belaka, selamanya kita hanya menjadi follower. Kita tidak akan pernah bisa mengeksplorasi tempat wisata kuliner lain yang mungkin belum banyak diketahui orang, dengan rasa yang mungkin saja lebih enak.