Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rela Antri demi Kuliner Favorit? Saya Sih Ogah!

27 Desember 2018   06:00 Diperbarui: 29 Desember 2018   00:08 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
antrian pembeli Ketan Legenda (dok. Himam Miladi)

"Antriannya panjang, mending cari makan di tempat lain saja deh."

Di musim libur panjang seperti libur lebaran atau libur akhir tahun seperti ini, jalan Mahakam, Kota Malang selalu macet. Puluhan mobil diparkir berseri di pinggir jalan. Membuat jalan yang lebarnya hanya dua lajur ini semakin sempit saja. Plat nomornya kebanyakan dari luar kota Malang.

Jalan Mahakam adalah jalan menuju akses pintu masuk Bakso Presiden yang lokasinya berada di tepi rel kereta api, atau di belakang area hotel Savanna (dulu pertokoan Mitra I). Meski lokasinya tersembunyi, dan ruang makannya tidak begitu luas, malah harus waspada dan menutup telinga saat ada kereta yang lewat, Bakso Presiden menjadi salah satu spot wisata kuliner yang diburu para wisatawan lokal yang datang ke Malang.

Nyaris tidak ada kata libur atau sepi. Setiap hari selalu penuh dengan pembeli. Bahkan di waktu libur panjang seperti ini, antrian pembeli di Bakso Presiden mengular panjang. Para pembeli, yang rata-rata datang dari luar kota Malang rela antri hanya untuk mencicipi kenikmatan semangkuk Bakso Presiden.

Situasi yang sama bisa kita lihat di spot-spot wisata kuliner lain yang sudah terkenal kemasyhurannya. Saya sendiri pernah merasakan, harus rela antri satu jam lamanya hanya untuk membeli sepiring kecil Ketan Legenda yang berada di kawasan Alun-alun Kota Wisata Batu.

Pengalaman antri lama itu membuat saya berfikir, mengapa kita rela antri hanya untuk merasakan menu kuliner favorit? Karena gengsi, penasaran, atau memang rasa suka yang berlebihan?

Terus terang, waktu saya rela antri membeli Ketan Legenda, motivasinya adalah karena rasa penasaran. Sampai pada waktu itu, saya belum pernah makan Ketan yang kata orang-orang rasanya lain daripada yang lain. Lebih maknyus dibanding ketan-ketan biasa.

Ketika sudah membeli dan memakannya, lha kok rasanya sama seperti ketan buatan ibu saya waktu kecil dulu. Hanya karena ada tambahan rasa durian atau topping coklat dan bahan lainnya saja yang membuatnya berbeda. Selebihnya, sama.

Memang sih, selera setiap orang itu berbeda. Tapi kembali lagi ke masalah antri, buat apa kita harus rela mengantri panjang jika kita bisa membelinya di tempat lain yang mungkin rasanya juga tidak kalah enaknya?

Apa karena gengsi berhubung tempat kuliner itu sudah kadung terkenal di dunia maya? Jika hanya menuruti gengsi belaka, selamanya kita hanya menjadi follower. Kita tidak akan pernah bisa mengeksplorasi tempat wisata kuliner lain yang mungkin belum banyak diketahui orang, dengan rasa yang mungkin saja lebih enak.

Disitulah letak kenikmatan wisata kuliner sesungguhnya. Bukan pada rasa makanannya, tapi kepuasan mencoba kuliner-kuliner yang baru, yang tidak banyak dikenal orang, dan kemudian membagikan pengalaman kita tersebut pada dunia luar.

Saya pernah menulis, pada akhirnya semua rasa itu sama, dan hanya mampir sejenak saja. Senikmat-nikmatnya sebuah makanan, kelezatannya hanya terasa ketika tercecap oleh lidah, kemudian melorot lewat tenggorokan menuju usus besar. Sesudah itu, ya biasa saja. Hanya memori otak kita yang menyimpan kenangan dari kelezatan makanan tersebut.

Setelah mencoba pertama kali Ketan Legenda, bagi saya itu sudah cukup. Seandainya disuruh membeli lagi, apalagi diharuskan antri lama, saya akan langsung menolaknya!

Saya kapok untuk antri berlama-lama bila hanya ingin membeli makanan tertentu. Saya sih cenderung berpikir praktis saja. Bila ada makanan yang sama, mengapa harus rela antri di tempat tertentu?

Saya juga orang yang tipenya tidak bisa menikmati makanan di tempat yang ramai, penuh sesak. Dengan suasana ramai, bising, bagaimana saya bisa meresapi kelezatan makanan yang dihidangkan?

Bila seseorang rela antri membeli kuliner favorit karena itu pengalaman pertamanya, saya rasa itu cukup wajar. Tapi bila sudah pernah merasakan, dan kemudian rela antri berlama-lama untuk pengalaman kedua, ketiga dan seterusnya, bagi saya ini perilaku yang membingungkan. Kecuali memang orang tersebut sudah terlanjur jatuh cinta yang sangat mendalam terhadap kuliner tersebut.

Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu termasuk orang yang rela antri demi kuliner favorit, hanya karena gengsi, penasaran atau memang terlanjur jatuh cinta dengan kuliner tersebut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun