Disitulah letak kenikmatan wisata kuliner sesungguhnya. Bukan pada rasa makanannya, tapi kepuasan mencoba kuliner-kuliner yang baru, yang tidak banyak dikenal orang, dan kemudian membagikan pengalaman kita tersebut pada dunia luar.
Saya pernah menulis, pada akhirnya semua rasa itu sama, dan hanya mampir sejenak saja. Senikmat-nikmatnya sebuah makanan, kelezatannya hanya terasa ketika tercecap oleh lidah, kemudian melorot lewat tenggorokan menuju usus besar. Sesudah itu, ya biasa saja. Hanya memori otak kita yang menyimpan kenangan dari kelezatan makanan tersebut.
Setelah mencoba pertama kali Ketan Legenda, bagi saya itu sudah cukup. Seandainya disuruh membeli lagi, apalagi diharuskan antri lama, saya akan langsung menolaknya!
Saya kapok untuk antri berlama-lama bila hanya ingin membeli makanan tertentu. Saya sih cenderung berpikir praktis saja. Bila ada makanan yang sama, mengapa harus rela antri di tempat tertentu?
Saya juga orang yang tipenya tidak bisa menikmati makanan di tempat yang ramai, penuh sesak. Dengan suasana ramai, bising, bagaimana saya bisa meresapi kelezatan makanan yang dihidangkan?
Bila seseorang rela antri membeli kuliner favorit karena itu pengalaman pertamanya, saya rasa itu cukup wajar. Tapi bila sudah pernah merasakan, dan kemudian rela antri berlama-lama untuk pengalaman kedua, ketiga dan seterusnya, bagi saya ini perilaku yang membingungkan. Kecuali memang orang tersebut sudah terlanjur jatuh cinta yang sangat mendalam terhadap kuliner tersebut.
Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu termasuk orang yang rela antri demi kuliner favorit, hanya karena gengsi, penasaran atau memang terlanjur jatuh cinta dengan kuliner tersebut?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H