Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

BMKG Jangan Bikin Masyarakat Kebingungan dan Gelisah

23 Desember 2018   23:21 Diperbarui: 24 Desember 2018   05:17 1379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tsunami Banten (independent.co.uk/AFP/Getty Image)

Sudah dua kali Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) keliru dalam memprediksi dan mengantisipasi datangya tsunami. Ketika terjadi gempa bumi di Palu dan Donggala, BMKG terlalu cepat mencabut peringatan dini tsunami. Ternyata, tsunami malah datang usai peringatan tersebut dicabut. Ribuan nyawa penduduk menjadi korban bencana alam yang dahsyat itu.

Yang kedua, saat datang gelombang tinggi di perairan Banten dan Lampung pada malam hari, BMKG melalui akun twitternya menyatakan itu bukan tsunami, melainkan gelombang air laut pasang biasa. Masyarakat diminta tenang dan tidak termakan informasi-informasi liar yang menyesatkan.

Pagi hari tadi, barulah masyarakat sadar jika pernyataan BMKG tersebut justru menyesatkan. Tsunami terjadi, menggulung ratusan masyarakat di wilayah sekitar pantai Banten dan Lampung yang tidak waspada. Data terakhir menyebutkan, sudah ada 222 korban jiwa dan ratusan penduduk lainnya terluka. Indonesia kembali berduka.

Apapun pembelaan yang disampaikan BMKG, ada dua kesalahan mendasar yang patut dijadikan pelajaran. Pertama, minimnya empati saat memberikan informasi pada masyarakat. Dalam postingan di akun twitternya sebelum dihapus, BMKG menyatakan yang terjadi bukan tsunami. Di akhir pernyataannya, akun twitter BMKG menambahkan emoticon "cool".

Mungkin akibat rasa percaya diri bahwa informasi mereka valid dan lebih dipercaya daripada sumber informasi lainnya. Mungkin pula itu sebagai upaya psikologis untuk membuat masyarakat tenang. Tapi, emoticon itu salah tempat dan salah sasaran!

Untuk setiap informasi yang menyampaikan adanya bencana alam, emoticon semacam ini tak seharusnya digunakan. Seolah-olah BMKG meremehkan bencana itu sendiri dan terlalu percaya diri (sombong) dengan prediksi dan analisa mereka.

Entah karena kesadaran pribadi atau karena banyak kritik tajam yang mereka terima, BMKG kemudian memposting pernyataan ulang sekaligus merevisi postingan yang mereka hapus sebelumnya. Dalam postingan tersebut, BMKG meminta maaf dan mengatakan ada emoticon yang kurang pas dan penegasan pernyataan.

twitter @infoBMKG
twitter @infoBMKG
Kesalahan kedua adalah kurangnya pemahaman terhadap tsunami itu sendiri. Arti kata tsunami yang sebenarnya adalah:

 serangkaian gelombang dalam badan air yang disebabkan oleh perpindahan volume air yang besar, umumnya di lautan atau danau besar.

Penyebabnya bisa bermacam-macam. Namun, yang umum dan dikenal luas oleh masyarakat adalah tsunami sering muncul karena dipicu oleh terjadinya gempa. Inilah yang kemudian membuat arti tsunami itu bergeser. Jika ada gelombang besar, tapi tidak terjadi gempa dikatakan bukan tsunami! Seperti yang dinyatakan BMKG dalam tweet yang dihapus itu.

Yang terjadi di lepas pantai Banten dan Lampung itu jelas tsunami, meskipun tidak ada gempa yang mengiringi sebelumnya. Sementara BMKG sebelumnya bersikukuh itu hanya gelombang pasang dan bukan tsunami karena tidak mencatat adanya aktivitas seismik.

BMKG juga sempat berdalih perihal pernyataannya soal gelombang pasang. BMKG mencoba mencari pembenaran dengan menjelaskan bahwa ada aktivitas vulkanik Gunung Krakatau yang menyebabkan tremor sehingga memicu kemunculan gelombang tersebut, juga ada sebuah erupsi yang dimuntahkan Gunung Krakatau sehingga memicu permukaan air laut naik, sehingga menimbulkan Tsunami.

Ada atau tidaknya aktivitas seismik, ketika air laut pasang dan muncul gelombang dalam volume yang besar, BMKG harusnya langsung memberi peringatan terhadap masyarakat. Bukan menyuruh masyarakat tetap tenang dan memasang emoticon "cool".

Ini karena tsunami memang tidak dapat diprediksi dengan tepat. Tsunami yang terjadi karena longsoran/guguran material misalnya, tidak ada parameter untuk memprediksinya. Berbeda apabila sebelumnya terjadi gempa yang aktivitas seismiknya bisa diketahui.

Terlepas dari kesalahan yang sudah dilakukan, BMKG harus segera membenahi diri. Jangan sampai BMKG kemudian diolok-olok dengan istilah "Bikin Masyarakat Kebingungan dan Gelisah" karena kekeliruan informasi yang disampaikan.

Memang, salah satu penyebab kesalahan prediksi dari BMKG adalah banyaknya peralatan peringatan dini yang mereka miliki rusak atau hilang dicuri orang. Tapi ini juga tidak bisa dijadikan sebuah pembenaran. Jika sudah tahu ada banyak alarm peringatan yang rusak dan hilang, BMKG harus secepatnya mengganti.

Selain itu, BMKG juga harus memperbaiki diri dalam pola komunikasi ke masyarakat umum. BMKG adalah satu-satunya sumber informasi peringatan bencana alam yang valid, yang paling dipercaya masyarakat. Jika memang prediksi mereka masih meragukan, jangan langsung menyatakan aman. Tetaplah meminta masyarakat untuk waspada. Ini jauh lebih bijak dan lebih baik, daripada sok percaya diri dan memasang tampang cool.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun